Part 3

269 66 7
                                        

"Kau punya pacar?"

Eunha yang sedang meneguk susunya di pagi hari langsung terbatuk. "Maksud, Kakak?"

Kakak perempuan Eunha menatap adiknya penuh curiga, "Tidak usah pura-pura bodoh, aku melihatmu diantar seorang pria semalam. Siapa dia? Temanmu dari butik atau teman sekolahmu? Atau kau jatuh cinta dengan pria asing?"

Pertanyaan beruntun dari Kak Sekyung  dengan nada interogasinya membuat Eunha menatapnya kesal. "Bukan semua dan itu bukan pacarku."

Sekyung memberikan roti yang telah ia olesi dengan selai cokelat ke Eunha. "Eunha-ya, tahun depan aku akan mendaftarkanmu kuliah. Jadi aku harap kau bisa fokus belajar sambil bekerja di butik."

"Aku tidak sempat belajar, Kak. Butik selalu ramai dan teman-temanku sibuk."

"Kau bisa belajar saat sedang libur atau pulang kerja, kan?"

Eunha tidak menjawab. Dia menggigit rotinya kasar karena sedikit kesal. Pulang dari butik, Eunha menyiapkan makan malam untuk mereka setelah itu membereskan peralatan yang digunakan. Tubuhnya sudah remuk jika harus mempersiapkan diri untuk belajar.

"Memangnya tidak bisa masuk kuliah tanpa belajar dulu, Kak?"

Sekyung melirik sinis, "Paling tidak kau harus terbiasa membaca buku dan jurnal ilmiah. Jika tidak mau,  aku juga tidak mau membiayai kuliahmu."

"Baiklah." Eunha akhirnya mengalah.

Bagaimana pun mereka hanya tinggal berdua. Orang tuanya sudah meninggal saat Eunha masih sekolah dasar. Sekyung merupakan gadis yang pintar sehingga dia selalu mendapat beasiswa dari sekolah sampai kuliah. Sedangkan gadis biasa seperti Eunha, dapat sekolah dengan sisa-sisa harta kedua orang tuanya. Eunha tahu perjuangan kakaknya yang sudah mulai paruh waktu sejak SMA dan lanjut mencari kerja di tengah-tengah kesibukan kuliahnya.

Oleh karena itu ketika Eunha lulus SMA tahun lalu. Dia memilih tidak melanjutkan kuliah terlebih dulu, membantu kakaknya mencari uang. Rasanya sedikit kurang sopan jika Eunha masuk kuliah dengan mengunakan uang orang tuanya lagi, di saat kakaknya terus banting tulang.

"Hari ini Kakak pulang jam berapa?" tanya Eunha. Dia takut Sekyung akan pulang lebih dulu lagi seperti kemarin lalu menyiduknya.

"Tidak tahu. Tumben sekali kau bertanya seperti itu, takut ketahuan pulang dengan pria lagi?"

Eunha cemberut, "Aku hanya tidak mau diomeli Kakak seperti sekarang."

"Siapa yang mengomel?" Nada bicara Sekyung sinis.

"Berarti tidak masalah jika aku pulang dengan pria lagi? Atau misal aku pacaran dengannya?" Eunha tampak antusias dengan matanya yang berbinar.

"Coba saja, apakah dia akan tahan dengan gadis manja sepertimu."

Eunha terdiam, menyadari sifatnya barusan yang terlalu percaya diri jika Jungkook akan menjadi pacarnya. Dia bahkan baru mengenal lima bulan hanya lewat sosial media, apa yang dapat diharapkan lebih dari itu semua? Lagipula, mereka juga baru bertemu kemarin. Eunha belum cukup mengenal Jungkook lebih jauh. Apakah Jungkook akan menerima sifatnya yang masih kekanak-kanakan ini?

Sepanjang pekerjaannya di butik, gadis itu lebih banyak diam. Ia menimbang-nimbang untuk menghubungi Jungkook lebih dulu atau tidak. Sejak bertukar kontak semalam, Eunha belum sempat menghubungi Jungkook. Rencananya hari ini, tetapi pemikirannya sejak tadi di rumah membuatnya ragu.

"Aku lihat kau sangat murung hari ini." Lisa yang ada di sebelahnya menyenggol lengan Eunha dengan sikunya.

"Ya! Jadi bengkok!" kesal Eunha yang sedang memotong bahan.

Romantic Street✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang