2. Naira

3 0 0
                                        

"Duh Ra, lo mau beli buku apa sih? Demen banget sama buku. Buku pelajaran aja noh abisin."

"Buku pelajaran gak suka. Gue ngincer novel nih. Siapa tau ada."

Rafa berjalan di samping Mira dengan malas. Meskipun di kelas dia terpintar, tapi jujur saja dia tidak suka membaca buku. Maksudnya hanya buku yang perlu dibaca saja yang mau dia baca. Buku-buku cerita atau apapun yang tidak ada hubungannya dengan materi di sekolah, dia tidak mau baca. Malas.

Mira mendekat ke Rafa, mengendus. "Ih, lo belom mandi ya? Bau."

Rafa menyeringai, lantas mengepit kepala Mira di ketiaknya.

"Hwek. Bau Rafaa. Kurang ajar lo ya." Mira menggeplak bahu Rafa kencang setelah berhasil meloloskan diri dari ancaman polusi udara itu.

"Hahaha. Lo sih buru-buru amat. Gue baru aja tiduran nyantai, peluk-pelukan sama guling tercinta sambil main hp. Tau-tau lo udah di rumah gue aja. Kayak jailangkung."

Mira yang masih terus hembus-hembuskan napas seperti gaya orang nyingsring itu pun menatap tajam Rafa, lantas membuang muka. Tapi tak berapa lama, dirinya kembali menatap Rafa.

"Berarti lo belom sholat ashar?"

"Belom."

"Yah, sorry banget. Entar gue cepetin deh di sananya biar cepet pulang. Biar lo bisa sholat ashar."

"Halah, paling juga lama," cibir Rafa pelan. Dia tau persis bagaimana Mira kalau sudah bertemu dengan kumpulan buku-buku, terlebih novel.

"Apa?"

"Gak papa. Udah ayo cepetan jalannya."

Tiga menit kemudian mereka telah sampai. Mira langsung melihat-lihat buku yang ada di sana. Membolak-balik melihat gambar di cover depan dan blurb di belakangnya. Banyak sekali, berjejer memanjang. Sedangkan Rafa hanya membuntuti.

"Ra, udah jam lima kurang 10 menit nih. Udah 20 menit lo belom juga dapet yang mana yang mau dibeli? Cepetan, gue belom mandi belom sholat nih."

"Aduh, bingung gue milih yang mana." Mira terlihat sedang berpikir sebelum pada akhirnya menjatuhkan pilihannya. "Sebentar. Lo tunggu di sini aja dulu. Gue mau ke tempat bukunya sekalian bayar."

"Gue tunggu di sana aja ya sekalian jajan," tunjuk Rafa pada banyaknya orang yang sedang berjualan jajanan. Mira pun hanya mengangguk dan pergi.

Rafa berlalu ke penjual es serut. Memesan dua untuk dirinya dan Mira.

"Raf, gue u-" seruan Mira terpotong ketika tanpa sengaja saat dirinya mengangkat tangan untuk menunjukkan buku yang dibeli justru menyenggol seorang gadis yang lewat dekatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Raf, gue u-" seruan Mira terpotong ketika tanpa sengaja saat dirinya mengangkat tangan untuk menunjukkan buku yang dibeli justru menyenggol seorang gadis yang lewat dekatnya. "Aduh sorry."

Gadis itu mengaduh. Es yang sedang dipegangnya tumpah mengenai baju dan rok seragam yang dipakainya.

"Aduh, sorry gue gak sengaja."

Gadis itu menatap Mira sekilas. Lantas pergi menuju tempat sampah untuk membuang tempat esnya. Hal itu membuat Mira dan Rafa menghampirinya.

"Aduh, sorry banget ya. Rumah lo di mana? Kalo jauh dari sini, gimana kalo lo ke rumah gue dulu. Pinjem baju gue."

"Rumah gue jauh dari sini. Tapi kalo rumah pacar gue 10 menit jalan kaki dari sini nyampe."

"Lah ngapain ke rumah pacar lo? Punya baju ganti di sana?" kali ini Rafa yang bertanya.

"Enggak, bukan gitu. Pacar gue punya kakak perempuan. Gue bisa pinjem baju dia."

"Tapi tadi kata lo 10 menit kan? Mending ke rumah gue 5 menit nyampe. Lo bisa pinjem baju gue. Lagipula kakaknya pacar lo belom tentu ada di rumah kan sekarang? Kalo lagi gak ada gimana?"

Gadis itu terlihat berpikir, kemudian mengangguk setuju.

"Pegangin nih es-nya. Satu buat lo." Rafa memberi 2 esnya pada Mira, melepas hoodie, kemudian memberikannya pada gadis itu.

"Hm, nih lo pake hoodie gue. Buat nutupin seenggaknya setengah rok lo."

Gadis itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Rafa yang dibalas anggukan dari Rafa. Menatap Mira, Rafa tersenyum jahil.

"Lo gak cemburu kan hoodie gue dipake dia?"

Mira melotot tak percaya pada Rafa. "Apa sih lo gak jelas. Lo sepupu gue anjir. Mana ada cemburu."

"Hehe canda." Rafa hanya cengengesan.

"Esnya satu buat dia aja ya? Buat ganti es dia yang tumpah."

"Ya terserah lo. Mana punya gue?" pintanya lagi.

"Yang dikasih dia punya lo lah. Lo gak usah."

"Lah mas- ya udah deh." Rafa akhirnya pasrah saja ketika melihat tatapan memohon Mira. Yah, padahal dirinya juga ingin. Tapi tak apalah mengalah untuk perempuan.

"Nih buat lo." Mira menyodorkan es Rafa pada gadis itu yang dijawab dengan gelengan. "Dia ikhlas kok."

"Gue lagi gak mau es serut. Kalo gue mau es serut juga tadi gue beli itu aja bukannya pop ice."

"Oh gitu." Mira akhirnya memberikan es itu pada Rafa lagi. "Ya udah deh nih Raf buat lo lagi."

Rezeki emang gak kemana.

"Beneran nih?"

"Iya."

"Ya udah." Rafa kemudian mengambil kembali es-nya. Sudut bibirnya sedikit terangkat.

"Lo langsung pulang aja entar Raf. Gak usah mampir ke rumah gue dulu."

"Siapa juga yang mau ke rumah lo." Rafa mencibir yang langsung ditatap tajam Mira.

"Oh ya nama lo siapa?" Mira bertanya pada gadis di sampingnya. Sedari tadi mengobrol, belum juga tau namanya.

"Naira."

"Naira?" Namanya mengingatkan Mira pada Raina. "Oh ya btw lo ke bazar tadi sendiri aja? Lo gak beli apa-apa?"

"Eh gue pulang ya. Bye."

Mira tidak menanggapi Rafa. Dia masih menunggu jawaban dari Naira yang kini sedang memainkan ponselnya. Sepertinya dia sedang mengirim pesan pada seseorang.

"Gue tadi nemenin pacar gue doang yang mau beli buku. Tapi pas nyampe sana, ternyata dia lupa bawa uang buat beli bukunya. Terus dia balik ke rumahnya dulu. Karena gue males mondar-mandir, jadi gue milih stay di situ aja. Sekalian jajan."

"Lah, terus pacar lo entar nyariin lo gimana?"

"Tenang, gue udah wa dia. Gue bilang gue udah pulang."

"Kan rumah lo jauh. Pasti dia nanyain lo pulangnya gimana."

Naira menunduk, menatap jalanan. "Dia orangnya cuek. Karena gue bilang gue udah pulang, ya pemikiran dia gue pasti pulang naik ojol dan karena ada keperluan. Dia gak akan basa-basi nanya kok gue pulang duluan, pulang naik apa, atau bilang 'aku khawatir kamu pulang sendirian'."

Mira hanya bisa terdiam. Sepertinya pacar Naira bukan tipe cowok romantis. Sedangkan dilihat dari raut wajah Naira, sepertinya dia ingin diperlakukan romantis. Huh, dasar cowok gak peka.

***

Between Love And DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang