51.

2.2K 94 3
                                    

Pengakuan

Happy reading!
=====


"Sorry Zayn."

Kelopak mata itu perlahan terbuka. Menampilkan sorot sendu pemiliknya. Zayn tampak sangat payah di tengah rasa lelah dan pusing yang menderanya.

"Zhasa belum bisa ketemu sama lo."

Zayn menyunggingkan senyumnya yang amat tipis, lantas mengangguk cukup pelan.

"Perasaan baru kemarin gue kenal Zhasa. Rasanya baru kemarin gue berbagi tawa sama dia. Saling melempar candaan seolah hubungan kami benar-benar ada," ujar Zayn, kemudian memejamkan matanya yang terasa berat.

Gerald menunduk sambil menghela nafasnya. Ruangan yang menampung mereka berdua terasa sesak, seolah-olah fasilitas canggih dalam ruang rawat vvip itu tak ada yang berfungsi sebagaimana mestinya.

"Seharusnya gue nggak perlu ladenin dia sejak awal. Seharusnya gue tetap acuh sama Zhasa. Seharusnya gue nggak egois dengan dekat lagi sama dia, setelah gue berhasil buat dia hancur."

"Zayn...." gumam Gerald, setengah menggeram. "Lo ngomong apasih? Mending lo istirahat," tambahnya.

"Gue nggak bisa Rald."

"Istirahat Zayn."

Zayn menggeleng. "Gue nggak mau," ucapnya.

"Jangan keras kepala. Lo butuh istirahat," balas Gerald keukeuh.

"Gue nggak bisa istirahat sekarang."

Gerald mendengus. "Kenapa nggak bisa?" Tanyanya.

"Gue takut nggak bisa bangun lagi."

Nafas Gerald tercekat sesaat. Betapa tidak, penuturan Zayn kali ini benar-benar membangkitkan rasa takutnya.

Hatinya bak di tikam benda tajam. Terlebih ketika sepasang netra Zayn berkaca-kaca, seperti hendak menangis. Gerald gelisah melihat pemandangan yang tersaji di depan matanya.

"Congor lo Zayn," tukas Gerald gugup. "Nggak usah ngomong yang enggak-enggak."

Sekarang Gerald sungguh bingung harus mengatakan apalagi, selain mengatakan kalimat barusan.

Setelah sekian lama berada di samping cowok itu, baru kali ini Gerald merasa takut akan kemungkinan-kemungkinan yang acap kali dia sangkal.

Gerald sudah tahu bahwa Zayn mengidap tumor otak sedari dulu. Seingatnya, dia tidak pernah gelisah seperti ini selama dua tahun belakangan, tapi kenapa hari ini berbeda? Mungkinkah karena keadaan Zayn yang kian hari kian buruk?

Gerald menggeleng keras. Tidak mungkin demikian. Jelas-jelas Zayn sudah lebih baik hari ini, melihat masker oksigen tak lagi menutupi hidung dan mulutnya.

Suara pintu yang terbuka menarik atensi Gerald juga Zayn. Keduanya langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Zhasa."

Ruangan itu hening sejenak, sebelum suara langkah kaki Zhafira yang di tuntun Ares terdengar. Gadis itu mengayunkan kakinya perlahan, hingga langkahnya sampai di samping bangsal Zayn.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang