6.KEGUNDAHAN GARNIS

1 1 0
                                    

Happy reading!!!!!




Aku benar-benar bingung, Meita. Untuk pertama kalinya aku merasa tak berdaya seperti ini. Pria brengsek itu memanfaatkan celah kecil kita." garnis berbicara sambil tetap memandang ke depan. Membiarkan angin menerpa wajahnya.


Meita yang berdiri di samping dan sedikit di belakang garnis hanya bisa menarik napas. "Kita akan mencari jalan keluarnya bersama, Nona garnis. Masih ada waktu."

"Ch!" Garnis tersenyum kecil. "Kau tidak perlu mencarinya lagi, jalan keluarnya sudah ada, yaitu aku."

Meita menelan saliva, kepalanya terunduk. Ia mendengar semua kesepakatan tadi, dan tak bisa berbuat apa-apa dengan itu.

"Aku tidak akan mungkin mengorbankan mereka. . Namun, aku tak akan membiarkan kasus ini tertutup begitu saja tanpa kejelasan. Aku ingin tahu alasan mereka. Sesuatu di balik ini."

"Anda tidak harus benar-benar pergi ke sana, Nona Garnis,,Saya akan ...." Tangan Meita mengepal kencang. Wanita tomboy berorot ,Retinanya bergoyang, ia tak menemukan kata untuk melanjutkan.

Garnis hanya tersenyum sendu lalu berbalik. Dipegangnya bahu wanita tomboy itu. "Kau lakukan saja tugasmu. Cari pemicunya sampai dapat, pastikan juga Abryn memenuhi janjinya setelah dia selesai. dan semua orang-orang kita harus kembali dalam keadaan utuh."

"Baik, Nona Garnis"

Heels wanita itu berbunyi pelan saat menapaki paving yang menjadi jalan menuju rumahnya. Meita segera mengikuti dari belakang. Melewati beberapa orang mereka yang berjaga dan menunduk, sampai sosok pemimpin itu lewat.

Di dalam ruangan kerja yang tersambung dengan pintu kamarnya. Garnis berhenti di meja bar kecil dengan pendar cahaya kuning.

Ruangan itu ber-penghangat. Garnis segera mengambilkan coat yang masih tersampir di bahu garnis.

Wanita itu mendesah panjang sembari menuangkan whiskey ke dalam gelas pendek crystal. Ia meneguknya sekaligus dengan frustrasi. Menangisi nasibnya dengan cara itu.

Brak!
Gelas diletakkannya secara kasar. Tatapan garnis kosong sesaat. Ia pun mendesah lagi.

"Tinggalkan aku sendiri, Meita"

"Tapi, Nona garn ...?"

"Aku tidak apa-apa."

"Anda yakin?"

Garnis tersenyum. Ia tidak mau terlihat lemah. "Ya."

Meita pun langsung menunduk hormat dan pergi dari sana, ia menatap garnis sekali lagi sebelum benar-benar menutup pintu.

"Heeeehhhh. Apa yang kalian lakukan? Kenapa tidak menurut? Hmm?" Akhirnya mata biru itu berkaca-kaca. Ia mendongak kemudian. Menahan tangisnya. Ia tak boleh menangis. Namun, kali ini cairan bening malah mengkristal di matanya. "Hanya kalian yang kumiliki sekarang."

Ia mengambil lagi minuman, dan menenggaknya. Garnis meletakkan lagi gelas itu dan terduduk di sofa ruang kerja, dipandanginya lukisan besar sang ayah yang terpajang di sana.

"Aku sudah berjanji, dan aku tak akan mengecewakanmu." Mata itu berkedip, dan air matanya jatuh ke pipi.

Garnis kembali berdiri, setelah dirasanya cukup. Ia berjalan ke pintu samping yang juga terhubung dengan kamarnya.

Dentuman stiletto hitam menjadi musik pengiring di langkahnya yang pelan. Ia berhenti di depan cermin besar yang menampilkan satu tubuhnya, head to toe.

Tak bisa dibayangkan, tubuh yang ia jaga tak tersentuh, akan berada di genggaman lelaki brengsek itu. GARNIS menahan napas sesaat, dibukanya klip tempat senjata yang melingkari paha. Lalu mengeluarkan Revolver tuanya dari sana.

Mafia Story Abryn Mahatan StevoledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang