Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah lebih dari 5 bulan sejak pertemuan itu, ketika sore hari menuju ke masjid FT, dimana untuk pertama kalinya Sulaiman dan Queen berbicara.
Aqueena menghela nafas pelan, dia gugup. Mendapat pesan dari nomor baru, menyatakan dirinya sebagai Sulaiman Alfarizi. Entah apa yang ingin dia sampaikan, hingga mengajaknya bertemu.
Sekarang, Queen sudah berdiri di depan cafe dekat kampus. Ingin menolak tapi tidak punya alasan, dia tidak pandai berbohong. Melangkah pelan menuju meja yang sudah di tempati Sulaiman. Pria itu melampaikan tangannya begitu melihat Queen.
"Maaf mas, telat ya.."
"Dimaafin, baru telat 15 menit aja sih" jawabnya datar. Aqueena meringis malu.
"Mau pesan apa? "
" Milk max Strawberry aja mas"
" Oke juice strawberry kayaknya lebih sehat deh" katanya membuat Queen melotot tidak percaya, 'untuk apa menawari nya tadi, kalau yang dipesankan saja berbeda'
Selang beberapa menit seorang pelayan datang membawakan segelas juice strawberry dan Cappuccino.
"Lebih sehat dirinya sendiri pesennya kopi" lirihnya yang masih bisa didengar Sulaiman.
"Saya sedikit mengantuk karena semalam hanya bisa tidur 1 jam"
" Oke saya nggak mau basa basi disini. Niat saya mengajak kamu bertemu karena saya ingin melamar kamu"
Uhk, uhk, uhk....
Aqueena melolot terbatuk tidak percaya. Dia Sulaiman? Sedang melamarnya. Sulaiman berdiri sedikit menepuk punggung Aqueena dan mengelus kepalanya pelan.
" Tidak papa kan? "
Lagi lagi Aqueena dibuat tercengang dan kaget. 'ada apa dengan Sulaimannya?'
Sedikit paham akan tatapan Aqueena, Sulaiman tersenyum maklum. Dia kembali duduk ditempat nya setelah memastikan Aqueena sudah baik baik saja.
"Maafkan saya, sebenarnya saya sudah punya hak atas diri kamu. Saya sudah menikahi kamu secara siri di hadapan ayah kamu, tanpa sepengetahuan kamu" katanya tersenyum lantas meringis melihat ekspresi Queen yang lagi lagi kaget akan penyataanya tersebut.
"Lebih tepatnya satu bulan yang lalu. Saya tidak bisa mencegah perasaanya dan pikiran saya tentang kamu Queen, akhirnya saya memberanikan diri untuk bertemu orang tua kamu. Tapi saya belum berani bertemu kamu."
"Aku nggak salah denger mas?" Gelengan dari Sulaiman menambah kebingungan Aqueena. Dia beristighfar dalan hati.
"Saya ingin memperjelas hubungan ini mata hukum dan agama, maukah kamu?" Tanya nya dengan wajah penuh harap.
" Kenapa? "
" Kenapa apanya? "
" Apa alasan Mas menikahiku, apa mas mencintaiku?"
" Saya tidak suka mengatakan ini. Saya tidak tau, tapi Allah lebih tau perasaan setiap hambanya. Tapi jujur, tidak ada keterpakaaan atau rasa menyesal saya menikahi kamu. Yang ada saya lega bisa memikirkan kamu dan masa depan kita tanpa takut dosa lagi. Tapi saya sadar, mungkin saya terlalu memaksakan diri terhadap kamu. Menjadikan kamu istri tanpa sepengetahuan kamu. Sehingga hari ini saya serahkan keputusan di kamu. Saya ikhlas jika saya kamu tolak." Katanya sembari tersenyum.
Aqueen merasa senang, Sulaiman banyak menunjukan senyumnya di hadapan dia, tidak sepertinya Sulaiman sebelumnya yang berbicara selalu datar.
'Bagaimana bisa aku nolak laki laki yang dari dulu memang ada dalam pikiranku. Allah begitu baik""Kamu menolak saya karena apa?" Tanyanya lagi, padahal Aqueena belum mengeluarkan suara sama sekali.
"Apa karena saya belum sukses? Dan saya masih seorang mahasiswa?" Aqueena masih membiarkan Sulaiman berspekulasi sendiri. Dia masih teramat senang mendengar kenyataan ini dan belum menyangka jika Sulaiman itu sudah menjadi suaminya. Sehingga mengeluarkan sepatah kata saja belum mampu. Dia masih ingin memandang ekspresi wajah Sulaiman, wajah yang sudah bisa dia tatap tanpa takut dosa.
Sulaiman menghela nafas pelan.
"Saya tau saya salah, maka dari itu saya ikhlas melepaskan kamu dari ikatan ini jika kamu tidak berkenan. Saya akan mecer..."
Aqueena berdiri dan langsung memeluk Sulaiman, dia sunggub tidak rela jika kenyataan ini haru s segera berakhir. Dia sudah teramat senang tadi, masa iya harus berpisah dalam sekejap itu.
"Mas, masa aku baru tau malah kamu mau bilang pisah. Sedih banget, belum bisa peluk peluk udah pisah aja" katanya sedikit berdrama.
" Aku nggak rela ya kalau kaya gitu ceritanya. Aku kan masih kaget dan bungung aja. Bukan berarti tidak berkenan."
"Kamu diam saja dari tadi, kan saya jadi berspekulasi sendiri"
"Queen, pindah ke kamar yuk. Saya malu diliatin banyak orang di kafe ini" jawabnya, dia teramat malu sebenarnya tapi juga tidak ingin merusak suasana dengan mendorong Aqueena kan? Dia hanya ingin membalas pelukan itu tanpa rasa malu diliat orang banyak. Aqueena tersadar dan segera melepas pelukannya dan kembali duduk di tempat semula. Diam dan menunduk karena malu. Sungguh tindakannya tadi di luar dari kendalinya. Sulaiman menyesap kopinya, berdehem dan segera berdiri menuju kasir untuk membayar. Setelah selesai melakukan pembayaran, dia menarik Aqueena keluar dari kafe. Dia paham Aqueena malu setelah sadar, tapi Sulaiman juga belum rela melepaskan pelukannya tadi. Dia sudah menahan diri sejak lama untuk memeluk Aqueena.
YOU ARE READING
AQUEENA
Teen FictionTidak ada yang spesial dari seseorang, kecuali memang dia adalah orang yang spesial baginya ~Sulaiman Alfarizi . . . Bagiku, pertemuan adalah awal dari perpisahan. Namun, seperti inikah cara Tuhan memisahkan antara aku dan kamu tanpa saling menge...