Jakarta, Agustus 2009.
Seminggu ini teman sekamarku pulang ke asrama, karena jadwal mengajarnya penuh di minggu ini, sebenarnya aku tidak terlalu cocok dengan teman sekamarku ini, dia terkadang suka membicarakan aku dibelakangku atau melaporkan apa saja kegiatanku yang tidak dia sukai kepada ibu asrama.
Walaupun sebenarnya itu tidak perlu karena aku disini sama dengannya yaitu seorang karyawan, bukan anak mahasiswa yang segala tindak tanduknya harus dilaporkan kepada ibu asrama, ditambah semua kegiatanku di asrama wajar wajar saja dan tidak pernah berulah.
Aku tidak mau berpikiran buruk tentang dia, tapi cara dia memandangku memang berbeda, dia bekerja disana bersama teman kampusnya, sama-sama bekerja sebagai asisten dosen karena mereka masih kuliah S1 jurusan keperawatan, dan mereka kuliah di kampus yang sama, hanya saja temannya ini tidak tinggal di asrama, teman sekamarku ini bernama Mba Nara sedang teman Mba Nara bernama Mba Diwi.
Aku lebih dekat dengan Mba Diwi karena dia orangnya sangat dewasa, dan selalu lembut ketika berbicara denganku, bahkan dia selalu menganggap aku sebagai Adiknya, beda lagi dengan Mba Nara dia seperti menganggapku sebagai saingan, padahal apa yang harus diperebutkan, bahkan aku bukan siapa-siapa disana dan hanya anak kecil yang baru lulus SMA.
Pernah suatu ketika teman sekantorku yang lain bernama Mas Teka, yang tidak cocok dengan Mba Nara memberitahuku, bahwa Mba Nara banyak tidak disukai oleh karyawan lain atau dosen-dosen lain disana, karena sifatnya yang buruk tapi aku mengabaikannya, karena kupikir aku tidak pernah mengusiknya, tapi suatu ketika aku mulai tahu kalau dia memang tidak menyukaiku, karena dia pernah berbicara ketus kepadaku dengan mengatakan
"Bapak Direktur nyesel memperkerjakan anak lulusan SMA, katanya kamu belum punya pengalaman apa-apa, dia maunya yang kaya aku atau Diwi yang setidaknya bentar lagi lulus S1", dengan nada ketus lalu berlalu meninggalkanku,
Aku kaget dan menangis saat itu, kenapa dia bisa berbicara seenteng itu kepadaku, bahkan membawa nama bapak direktur yang jelas-jelas tidak pernah mempermasalahkan pekerjaanku, bahkan selama ini tugasku dikantor baik-baik saja, dimata semua orang dikantorpun begitu,aku tidak tahu apa niatnya mengatakan itu,dari kejadian itu aku tidak terlalu sering berbicara dengannya.
Dan itu dia lakukan bukan hanya padaku, ada beberapa orang dikantorpun sering dia remehkan, begitulah sedikit cerita tentang teman sekamarku ini, kalau nanti kedepannya aku bercerita tentang dia lagi, kalian jangan aneh, karena memang ada orang yang sifatnya seperti Mba Nara ini.
Sudah beberapa malam ini Mba Nara ada diasrama, jadi setiap malam aku hanya bisa bertukar pesan chat dengan Fabian.
Di dalam kamar terdapat 2 tempat tidur ukurannya single, dan 2 lemari kecil yang diatasnya terdapat meja belajar lengkap dengan kursinya, tempat tidur dan lemariku ada disebelah kiri tepat disamping jendela posisinya, sedang posisi tempat tidur mba Nara ada disebelah kanan tepat di depan televisi, sehingga dikamar ini posisiku lebih mudah untuk mengakses jendela dibanding mba Nara.
"Mba" pesan chat dari Fabian
"Iya mas, kenapa? " jawabku membalas pesannya
"Kangen" sebuah balasan dari Fabian yang terdiri dari 6 huruf saja, tapi membuat aku tersenyum-senyum melihat handphoneku
"Kenapa ran senyum-senyum sendiri, katanya kalau orang senyum-senyum sendiri depan handphone itu namanya gejala gangguan jiwa" celoteh ketus Mba Nara tanpa menoleh ke arahku masih asyik dengan handphonenya sembari tiduran dikasurnya.
Entah sejak kapan dia memperhatikanku, sehingga bisa melihatku tersenyum-senyum melihat handphone
"Ini ada yang lucu di facebook" jawabku singkat,

KAMU SEDANG MEMBACA
Senjaku di Jakartamu
RomanceNiran Dilara adalah gadis 18 tahun yang baru saja lulus dari SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), dia berasal dari sebuah kota kecil di daerah Jawa Barat, dan memutuskan untuk bekerja di kota Jakarta pada sebuah Kampus Akademi Keperawatan sebagai jalan...