Satu universal, kehidupan yang lain.Byan yang sama, kehidupan lain.
Well, happy reading!
"Sejak kapan?" Byan terdiam.
"Sejak kapan kamu ngerasain sakit Byan??" Keenan mengguncang tubuh kecil tak seberapa kuat itu, yang ditanya sedari tadi hanya bisa diam membatu.
"Ken-" Alice menengahi, ia meraih tangan sang tunangan yang terlihat begitu kalut agar menjauh dan tak kembali mengguncang Byan.
"Byanice.." Sean tak bisa menahan kekecewaannya, ia mengusap kasar air mata yang jatuh, ia membalikkan tubuhnya untuk menenangkan dirinya.
"By.." Genta yang sejak tadi tergagu berusaha menggenggam tangan yang lebih muda.
Begitu banyak permasalahan yang mendatangi keluarga mereka beberapa tahun terakhir, tapi ia tak menyangka masalah yang serius ini berhasil disembunyikan adik mereka begitu rapatnya. Genta.. Genta merasa begitu gagal karena tak bisa memperhatikan apa yang ada di sekitarnya,
mereka bahkan masih tinggal dalam satu naungan yang sama.
Kedua orang tua mereka dulu memang terlibat pertikaian yang cukup pelik hingga keduanya memilih berpisah saat umur yang termuda dari mereka bahkan belum genap menginjak usia remaja, dan dari sanalah semua permasalahan bermulai.
Kerenggangan yang terjadi di antara mereka berlangsung selama bertahun-tahun. Semuanya sibuk membuat diri mereka terlihat begitu menyedihkan karena rusaknya hubungan kedua insan yang menghadirkan mereka ke dunia, sampai-sampai melupakan seorang yang masih belum dapat menjamin dirinya bisa bertahan di tengah kejamnya hiruk-pikuk dunia.
Byan terdiam bukan karena ia terkejut ataupun bereaksi kecewa seperti kakak-kakaknya. Ia hanya tak siap jika kenyataan pahit dirasakan mereka juga.
Sakitnya sudah lama ia atasi sendiri, dan ia tak pernah bersembunyi, ia tak pernah menyembunyikan apapun, justru merekalah yang memang tak peduli.
Byan bahkan berniat tidak akan menunjukkan sakitnya sampai ia mati.
Tapi nyatanya rencana itu hanya tinggal wacana karena waktu ini kembali membawa mereka bersama. Malam natal di mana perkiraan salju akan turun untuk pertama kalinya malah berlanjut terlalu lebat sampai mengguncang kota dengan badai.
Kakak-kakaknya terjebak di hunian megah itu bersama dirinya yang baru saja selesai berurusan dengan dokter pribadi keluarga mereka.
Dokter Julian yang melihat reaksi berbagai dari tuan-tuannya merasa sedikit jengkel juga kasihan kepada sang nona muda.
"Byan, ini bukan seperti reaksi orang yang mengetahuinya dan memberikan izin penuh mereka." Keenan mendongak tak percaya.
"Apa?" Keenan sama sekali tak tahu apapun!
Julien menghela napasnya, ia meletakkan kacamatanya di meja yang membatasi dirinya dan pasien tetapnya beberapa bulan belakangan.
"Aku tahu ini benar akan terjadi.."
Byan kini menunduk dalam, ia tak bisa membohongi Julien lebih jauh lagi, laki-laki itu sudah mengetahui perbuatannya, kecurigaannya selama ini benar.
Beberapa bulan terakhir mereka berkonsultasi, Julian sedikit merasa janggal tak ada seorang pun dari keluarga itu menghubunginya untuk menanyakan kabar sang adik termuda.