39.

3.5K 121 0
                                    

Childish

Happy reading!
=====

"Lo yakin mau nyusul mereka?"

Zhafira mengangguk di sela kesibukannya mengotak-atik ponselnya. Menunggu pesan seseorang yang menjadi sumber informasi untuknya.

"Kok gue yang nggak yakin ya?" celetuk Allisya. Berhenti memilah bahan makanan yang akan mereka bawa nantinya.

"Kenapa? Lo takut Gerald marah? Atau guru-guru disana tidak menerima kedatangan kita?" Zhafira mengibaskan tangannya. "Lo nggak usah khawatir, gue-"

"Bukan keduanya!" Sela Allisya tegas.

Gadis itu menghela nafasnya. Menatap sahabatnya tak terbaca. Allisya menggeleng, dia tidak tahu harus menjelaskan keresahannya dari mana dulu.

"Lo tenang aja Al. Gue sudah atur semuanya dengan baik, termasuk minta izin buat nyusul mereka lewat Pak Ardan," jelas Zhafira menenangkan.

"Pak Ardan setuju?"

Zhafira meringis. Tertawa pelan, lantas menggeleng kikuk.

"Astaga Zhafira! Terus lo ngapain masih keukeuh buat kesana?" Decak Allisya tak habis pikir.

Bibir Zhafira mendesis panjang. Memperingati Allisya agar menjaga intonasi suaranya. Melihat beberapa pembeli, dan pegawai mini market menatap mereka risih dan jengkel.

"don't be noise pliss. Kita lagi di mini market kalau lo lupa," peringat Zhafira.

Allisya menggeram tertahan, sebelum menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyum yang tampak di paksakan untuk terbit.

"Back to topic. Gue nggak mau ikut kalau Pak Ardan nggak setuju."

"Bukan nggak ngijinin, tapi belum. Pak Ardan belum mengambil keputusan."

Sebelah tangan Zhafira terangkat. Menunjukkan layar ponselnya yang berisi obrolannya dengan salah satu orang kepercayaannya pada Allisya.

"Otak lo sama Alina nggak ada yang beres memang," tukas Allisya. Kemudian mendorong trolinya menjauhi area frozen food.

Bisa-bisanya dua orang kekurangan otak itu bersekongkol, untuk merencanakan keberangkatan mereka ke area perkemahan saat tidak ada satu guru-pun yang memberi ketiganya izin buat kesana.

"Al," panggil Zhafira. Menghadang langkah Allisya. "Dengarin gue dulu," pintanya.

"Apa lagi Zha? Gue tetap nggak mau ikut. Lo aja sama Alina yang pergi."

Tring

Zhafira tidak jadi membuka mulutnya. Fokusnya beralih pada ponselnya yang berdenting barusan.

"Finally!" Jerit Zhafira gembira, langsung lupa tempat.

Allisya menepuk dahinya frustasi. Gara-gara Zhafira, dia harus menanggung malu atas tingkah gadis itu yang melompat kegirangan, dan menyita banyak perhatian.

Plak

Sorakan Zhafira berganti menjadi ringisan, tatkala Allisya mencubit pinggangnya, setelah menampar lengannya lebih dulu.

"Gue nggak tahu lagi mesti bilang apa. Intinya gue malu banget Zha," adu Allisya. Melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, tanpa membawa trolinya.

Zhafira menatap bergantian, antara Allisya yang memutuskan pergi, dan troli mereka yang masih kosong.

Helaan nafasnya terdengar. Dia kemudian menunduk sopan ke beberapa sudut, sembari menggumamkan kata maaf. Berharap orang-orang itu bisa memaklumi tingkahnya.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang