A Girl in a Photo

15 10 7
                                    

Waktu istirahat kedua, seperti biasa —jika tidak lapar— Ezra akan pergi ke rooftop yang menjadi tempat favoritnya di sekolah. Dia menaiki satu persatu anak tangga. Sampainya di atas, Ezra duduk bersila di lantai beton, tangannya merogoh ke belakang kepala mengambil buntalan kecil yang ia sembunyikan di kupluk hoodie-nya.

"Ezra!"

Panggilan itu membuat empunya nama menoleh ke sumber suara lalu menyunggingkan senyum simpul mendapati Hayi muncul dari balik gudang. Ezra sudah tak kaget lagi setelah sepekan belakangan mendapat kejutan yang sama.

"Hai!" seru Ezra bersahabat.

Hayi melangkah mendekat dengan rasa penasaran. "What are you doing?" tanyanya.

"Look!"

Mata Hayi berbinar antusias melihat apa yang ada di pangkuan Ezra. "Neko!" pekiknya riang mengambil alih anak kucing eksotis dari pangkuan Ezra dan menimangnya seperti menimang bayi.

Meow ....

"Kawaaiii!" pekik Hayi gemas saat kucing itu mengeong padanya.

Ezra dibuat tertawa melihat antusiasme gadis yang beberapa hari yang lalu resmi menjadi temannya. Dalam hati bertanya-tanya, dilihat dari mana 'kah sisi menggemaskan kucing yang wajahnya terlihat sedih terus itu?

"Kamu anaknya capa, sih?! Imut banget!" gemas Hayi mengangkat kucing itu dan menghadapkannya ke depan wajahnya.

Lagi-lagi Ezra tergelak. Hayi ini gadis yang aneh, kadang bisa bersikap dewasa dan tenang. Kadang bisa kekanakan seperti saat menangisi gambarnya atau kadang bisa bertingkah polos layaknya anak-anak seperti sekarang.

"Anaknya kucing 'lah, Hay. Masa anak manusia."

Hayi meringis malu. "Oh, iya. Anak kucing." Gadis itu kemudian mengembalikan si kucing pada Ezra. Memperhatikan dengan saksama bagaimana pemuda itu membuka kotak nasi dan membiarkan kucing itu makan ikan dengan lahap. "Dia laper kayaknya," celetuknya.

Ezra mengangguk setuju, tangannya setia mengelus punggung si kucing yang berada di depannya.

Hayi beralih menatap satu orang lagi yang ada di sana dan bertanya dengan raut penasaran yang sialnya malah terlihat cutie di mata Ezra. "Lo nemu kucing ini di mana?"

"Di pinggir trotoar deket rumah gue."

Hayi merengut. "Ih ... kasihan," lirihnya iba ikut mengelus kepala si kucing.

"Lo tiap hari ke sini nggak bosen?" tanya Ezra basa-basi membunuh keheningan yang mengukung mereka beberapa menit lalu.

Hayi tersentak dan tersenyum ambigu. "Ya gitu."

"Lo kelas apa?" kembali Ezra melontarkan pertanyaan. Dia merasa heran karena tak pernah melihat gadis yang kelihatannya memiliki good attitude itu sebelum-sebelumnya di arena sekolah.

Keheranan Ezra bertambah karena seminggu ini Hayi selalu berada di sini lebih dahulu, padahal dia pernah bolos satu jam pelajaran sebelum istirahat namun tetap saja kehadiran gadis itu tak pernah terdeteksi olehnya. Hayi juga terlihat santai ketika mendengar bel berbunyi dan selalu menyuruh Ezra untuk turun dahulu, mengawasi di belakang pemuda itu sampai ujung bawah tangga. Sehingga hampir seminggu ini,Ezra tak bolos pelajaran dan cukup membuat guru-gurunya takjub, tak percaya dengan perubahan itu.

Hayi gelagapan. "G-gue aksel," cicitnya.

Ezra ternganga. "Gila lo! Lo anak aksel tapi tiap istirahat kerjaannya cabut ke sini mulu?! Lo nggak belajar apa?!"

Raut Ezra berubah menatap Hayi dengan tatapan selidik. "Jangan-jangan lo bayar joki buat gantiin lo di kelas, ya? Ngaku!"

Hayi tertawa. "Emang anak aksel harus belajar terus? Kita juga butuh istirahat kali."

Hello My GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang