2.

499 42 2
                                    

   Hanma meraih kotak rokok yang tersimpan di dudukan jendela, menghisap satu batang rokok setelah bercinta gila-gilaan adalah sebuah ritual bagi Hanma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Hanma meraih kotak rokok yang tersimpan di dudukan jendela, menghisap satu batang rokok setelah bercinta gila-gilaan adalah sebuah ritual bagi Hanma. Dengan rokok yang menyala di mulutnya Hanma kembali menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur, bersila di samping tubuhku yang masih hanya berbalut selimut.

"Beri aku satu batang rokok-mu."

   Hanma merogoh kembali kotak rokoknya, menyalakannya sebelum akhirnya memberikan rokok tersebut kepadaku. "Ini dia, princess," goda Hanma.

   Aku menghisap hisapan pertama dari rokok di mulutku. "Sudah saatnya turun ke jalan lagi. Benarkan, Hanma ?" aku menatap ke arah rak yang menempel di sisi tembok dekat pintu, di dalamnya hanya tersimpan dua buah ramen instan dan beberapa minuman kaleng.

   Hanma mengangguk. "Ya. Tidak ada lagi uang yang tersisa," Hanma menghembuskan hisapan dari rokoknya. "Kita tidak mungkin bisa hidup dengan hanya menenggak alkohol dan teler oleh cocaine."

"Harus kuakui, cocaine semalam terasa berbeda dari cocaine sebelumnya. Rasanya lebih intens dan gila."

"Tentu saja, cocaine yang sekarang lebih murni dari yang sebelumnya," Hanma bangun dari tempat tidur, membawa plastik obat berisi cocaine dari atas meja televisi. "Jika saja harganya tidak jauh berbeda dari yang sebelumnya," Hanma kembali duduk di sampingku, jari telunjuknya kini merogoh-rogoh ke dalam plastik obat yang ada digenggamannya.

   Hanma memasukan jari telunjuknya yang penuh dengan bubuk cocaine ke dalam mulutku, menggosokannya di bagian gusi gigi geraham. Tidak sepertiku, Hanma lebih memilih menikmati cocaine-nya dengan menghirupnya melalui saluran pernafasan. Hanma menyukai efek cocaine yang instan dan meledak-ledak sementara aku lebih memilih merasakan efeknya secara perlahan.

   Saat cocaine di dalam sistem tubuhku meluruhkan efeknya secara perlahan, aku turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, lalu menungging ke celah di bawah tempat tidur untuk meraih senapan handgun model revolver yang selalu Hanma bawa ketika menjarah.

   Hanma yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerikku dengan ekor matanya, lantas beranjak dari duduknya. "Berikan senapanannya padaku," pinta Hanma, tubuhnya kini berdiri tepat di hadapanku.

"Untuk kali ini, biarkan aku saja yang pergi Hanma."

"Tidak akan pernah !"

   Kuselipkan senapan yang ku genggam ke celanaku. "Persetan, aku akan tetap pergi menjarah malam ini."

Hanma menghadang tubuhku. "Lawan aku."

   Kulayangkan kepalan tanganku ke bagian torso Hanma, memukulnya tanpa henti. Hanma hanya diam, memandangku dengan senyumnya yang mengejek, tubuhnya masih tak beranjak sedikitpun.

"Sudah ?" tanya Hanma.

"Aku hanya takut oke," aku kembali melayangkan pukulanku kepada Hanma. "Takut jika sesuatu yang buruk terjadi dan kamu tertangkap."

"Jawabannya masih tetap tidak," tukas Hanma. "Berikan padaku senapannya, aku akan pergi sekarang."

"Tidak !" Teriakku. "Aku disini bukan hanya untuk menyalurkan hasrat mu saja Hanma. I'm your ride or die, ingat ?"

   Hanma menghela nafas panjang. "Baiklah, aku mengalah." Hanma melengos dari hadapanku, kembali membawa plastik obat berisi cocaine ke genggamannya. "Sebelum kita pergi, lebih baik bagimu untuk mendapatkan sedikit tambahan dosis lagi. Untuk mengubur seluruh rasa cemasmu."

Pull Me Down ( Shuji Hanma x Female Reader )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang