3. Kantin pagi

30 4 3
                                    

"Ganggu banget ih pagi pagi, untung aku lagi engga datang bulan. Mungkin aja udah aku cakar cakar muka nya, tapi aku mana berani cakar muka orang, ah engga tau aku bingung." oceh ku seraya memasuki kelas.

Aku memasuki kelas dengan kepala tertunduk dan berjalan mendekati kursi yang biasa aku gunakan.

"Selamat pagi" ucapku dengan lesu.

"Pagi" jawaban singkat keluar dari mulut seorang lelaki berkaca mata yang sedang fokus membaca buku, aku yang mulai kepo apa yang dia baca mulai menarik bukunya.

Merasa terusik, laki laki itu menoleh dan mengangkat satu alisnya. "Anu.. aku mau lihat buku yang kamu baca"

Dia, Rendja Dwi Panunggara. Orang yang duduk menempati kursi di sebelahku, aku cukup dekat dengan nya. Ya.. walaupun dia terlihat cuek tapi laki-laki itu bisa menjadi hangat sesuai dengan mood nya.

"Bisa minta baik baik, ngga sopan asal narik buku orang" Aku mengangguk pelan mendengar ucapannya. Aku menaruh tas di samping kursi, dan duduk bersandar menghadap ke arahnya. Lalu mulai membuka halaman pertama dari buku itu dan membaca nya sampai halaman ke - enam.

Sudah puas membaca aku menaruh kembali buku itu di meja yang di tempati teman sebangku-ku. Aku melirik dia yang sedang memejamkan mata dengan earphone di telinganya.

"Reja"

"Rendja" koreksinya dengan nada ketus.

"Ah iya maksudnya Rendja. Ke kantin yuk!" Ajak ku dengan harapan bahwa ia ingin ikut ke kantin bersama ku.

"Gak." Setelah berkata seperti itu, terdengar suara perut nya yang sepertinya lapar. Aku bangun dari duduk lalu mengambil kaca mata dan earphone yang dia gunakan.

"Di pakai kalau mau aja." Tidak ada jawaban dari mulutnya, langsung saja aku menarik tangan nya untuk mengikuti langkah ku.

Selama perjalanan banyak sekali yang melirik ke arah pria yang aku tarik. Pasti karna Eja enggak pakai kaca mata nih, makanya di lirik terus.

Sampai di kantin, aku melihat banyak meja kosong dan memilih meja di tengah kantin.

"Kamu mau apa? Aku aja yang pesan" tawar ku kepadanya.

"Roti."

"Oke!"

Aku berjalan ke arah Ibu Sumi, penjual roti dan makanan kecil lainnya.

"Bu, saya mau beli roti rasa coklat nya satu ya." Ucapku sambil berjinjit sedikit, jujur saja lemari makanan untuk menaruh makanan itu sedikit tinggi dari tinggi badan ku. Aku berjinjit untuk berusaha melihat makanan kecil lainnya. Nihil, tidak terlihat walaupun aku sudah berjinjit.

Dapat ku dengar Ibu Sumi tertawa kecil, aku berhenti berjinjit. Melihat ke arah Bu Sumi dengan cengiran andalan ku.

"Ke sini Neng kalo enggak keliatan mah"

Aku memutari lemari makanan dan mendekati Bu Sumi, menyenggol pelan lengan penjual makanan itu dan berbisik dengan mata melihat keadaan kantin. "Si Ibu mah malah ketawa, malu saya nya."

Tawa Bu Sumi membesar, membuat murid lain menatap ke arah kita berdua. Ralat, lebih tepatnya menatap Bu Sumi dengan heran.

"Ibuuu.. ayo ah ketawa nya udahan, saya lapar nih belum sarapan pagi" Ujarku sedikit merajuk.

Bu Sumi menyudahi tawa nya dengan nafas yang kurang teratur akibat banyak tertawa. Padahal sama sekali tidak ada yang lucu.

"Iya nih udah berhenti ketawa nya. Pesanan neng cuma roti doang ya?"

Aku berfikir sejenak sambil melihat kembali makanan yang di jual Bu Sumi. Menatap Bu sumi lagi, dan mengangguk pasti.

"Ini rotinya, gratis untuk Neng Nayla"

Mataku memicing menatap Bu Sumi.

"Ibu cenayang? Tau nama saya dari mana Bu, serem demi alek."

"Ya ampun Neng saya mah ngga buta, kan di seragam Neng sendiri ada nama Neng Nayla."

Aku melirik seragam sebelah kanan ku. Dan betul saja ada namaku tertera di sana "Eh, hehehehe."

"Udah sana Neng sarapan, nanti keburu bel masuk."

"Siap, terimakasih Bu sumi."

Bu Sumi mengacungkan kedua jempol nya, aku membalas dengan kedipan mata jail yang membuat penjual makanan itu tertawa lagi.

Sampai di meja kantin aku menarik kursi dan langsung duduk di depan laki laki yang ku ajak ke kantin tadi.

"Lama." Satu kata keluar dari mulut pria itu yang membuat ku tersenyum tidak enak.

"Serius lama? Maaf ya tadi ngobrol sebentar sama Bu Sumi" Tidak ada balasan dari pria itu, melirik ku saja tidak. Aku menghela nafas pelan, sangat merasa bersalah.

Bosan. Aku menelungkupkan kepala di meja kantin, dengan kaki yang aku ayunkan ke depan dan kebelakang.

"Balik, gue udah selesai."

Aku mendongak menatap pria yang sudah berdiri dari duduk nya. Melihat keadaan meja yang sama seperti semula dan melihat lagi kearah nya. Aku mengangguk kemudian berdiri, lalu berjalan melewati nya.

Saat di tangga, tiba tiba ada yang memelukku dari belakang. Aku menoleh ingin marah, saat tau siapa yang memelukku aku berdecak kesal.

"Kalo tadi bukan kamu udah aku patahin ginjal nya."

"Sok berani" Celetuk Rendja yang ikut terhenti langkah nya.

Aku menatap pria itu garang. "Aku berani, aku bisa angkat galon berarti aku bisa patahin ginjal dia" Ucapku sombong. Betul memang kalau aku berucap seperti itu. karena aku memang bisa mengangkat galon sendiri dengan kekuatan yang aku punya.

"HAHAHAHAHAHA" Keluar lah suara tawa nenek lampir yang selalu berisik di telinga ku.

Yang tertawa dengan keras itu namanya Reva, Reva Athaya Putri.

Reva adalah sahabat ku sejak masuk SMP sampai masuk SMA. Reva itu bule abal abal, dari wajah memang terlihat sangat bule tapi dari sifat dan kelakuannya itu sudah melokal sekali. Mungkin untuk sifat kalian bisa melihatnya setelah ini hahaha.

"Masuk, udah mau bel." Kata Rendja, aku mengangguk sambil menyeret Reva yang masih saja tertawa.

Sampai di kelas, aku duduk dengan wajah tertekuk. Memutar balik badan, dan menunjuk wajah Reva dengan pulpen di tangan ku.

"Berhenti ketawa. kalo ngga berhenti, ngga aku traktir bakso Mang Lukman" Berhasil, Reva seketika diam walaupun masih terdengar tawa kecil nya.

"Selamat pagi anak anak Ibu" Aku berbalik badan menghadap depan, raut wajahku juga sudah berubah menjadi senyuman manis.

"Pagi Buuu!" Sorak teman sekelasku, kecuali Rendja.

"Nay, gue titip jawaban ya. Gue ngantuk banget belum tidur habis maraton anime." Celoteh nya dengan nada berbisik, aku hanya mengangguk malas dengan mata yang masih tertuju ke Bu Ratih.

"Hari ini hanya mencatat rangkuman. Catat halaman 135 sampai 150" Ucap Bu Ratih dengan santai.

"Tangan, aku tau kamu stronkk."

-------
Vote ya, yang ngga vote ku nikahi bapak mu

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Complicated Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang