27.

7K 162 0
                                    

Kencan yang gagal

Happy reading!
=====

Ares melihat Zayn penasaran, sejak kedatangan mereka di depan kediaman Zhafira.

Sahabatnya yang satu itu diam seribu bahasa. Zayn diam seperti biasa. Di tanya hanya bergumam tidak jelas, di ajak bicara hanya menyahut sesekali.

"Kita ngapain disini?"

Ares menoleh, menatap Zayyan di sampingnya. Cowok itu memberenggut. Mungkin kesal.

"Nungguin Zhasa," jawab Ares.

"Apa?"

"Ekspresi lo gitu banget sih. Kenapa coba kalau kita nungguin Zhasa?"

Zayyan melipat tangannya. Dia mendengus. Memalingkan wajahnya dari rumah yang katanya kediaman Zhafira.

Tok tok

Zayn terkesip, refleks menurunkan kaca mobilnya kala seseorang baru saja mengetuknya.

"Gue tahu lo orang yang bisa tepatin janjinya," sahut Zhafira senang.

Gadis itu sudah siap dengan setelan santainya. Wajahnya berseri-seri, membayangkan betapa menyenangkannya hari ini.

"Hai Zhafira...."

Lamunan Zhafira buyar, begitupun senyumnya. Dia melongokkan kepalanya ke dalam mobil. Detik itu juga Zhafira lemas, mendapati Ares dan Zayyan duduk manis di jok belakang.

Zhafira menggeram. Menghentak kakinya kesal. Lantas menghunus Zayn dengan tatapan membunuhnya.

"Zayn," rengek Zhafira. "Lo gimana sih? Rencananya kan kita mau kencan. Kok lo ngajak Ares? Apalagi Si ono noh! Gimana ceritanya sih kencannya jadi berjamaah gini."

Mendengar ocehan panjang Zhafira bukan perkara mudah. Zayyan, Ares, dan Zayn harus rela telinga mereka panas.

Zhafira mengatup bibirnya, begitu suara klakson tiba-tiba terdengar. Dia menoleh, hendak protes, tapi sayang sekali, karena Zhafira harus terkejut sebelum keinginannya terlaksana.

"Jeon achim Zhasa," sapa Allisya ceria. Kepalanya muncul dari pintu mobilnya.

Gadis itu tersenyum lebar. Mengabaikan wajah sahabatnya yang kecut sekaligus kesal setengah mati.

Zhafira menggeram tertahan, lantas mendelik sinis pada Zayn yang menampilkan wajah tak bersalahnya. Rasanya Zhafira ingin mencubit Zayn detik itu juga saking geramnya, tapi dia tidak sanggup melakukan keinginannya itu.

"Ayo. Sebelum gue berubah pikiran."

"Au ah! Bodo amat!" Racau Zhafira, sebelum memutari mobil Zayn, lalu bergabung dengan mereka di dalam sana.

"Seat belt," tegur Zayn, siap menekan gas mobilnya.

"Pasangin."

"Manja. Lo kan masih punya dua tangan yang berfungsi dengan baik. Pasang sendiri!" Cibir Zayyan di jok belakang.

Zhafira mendengus kesal. Terlebih saat Zayn mengabaikan dirinya, dan memilih menjalankan mobilnya meninggalkan kediaman Zhafira.

"Lo gimana sih jadi cowok kok nggak gentle banget," gerutu Zhafira sangat pelan. Berharap tidak ada yang mendengar gumamannya, namun sepertinya satu orang di antara mereka ada yang telinganya sangat tajam.

"Cih! Berlebihan banget sih lo jadi cewek. Zayn bisa aja pasangin seat beltnya buat lo, tapi buntungin dulu tangan lo!"

"Zayyan!" Jerit Zhafira. "Bisa nggak sih, lo diam aja. Heran deh, lo tuh jadi manusia senang banget ngurusin hidup orang!"

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang