BAB 1

10.2K 330 10
                                    

"Ampuun Rey, tolong jangan mendekat," lirih Alana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ampuun Rey, tolong jangan mendekat," lirih Alana.

Aku terus berjalan perlahan mendekat kearahnya yang sudah memeluk kedua lututnya yang merapat ketubuhnya. Air matanya mengalir, dia sesegukan. Namun aku tak peduli dengan itu semua.

Permainan ini sangat menyenangkan, aku menyeringai kearahnya. Ia semakin menggeleng keras.

Tidit...Tidit...Tidit...

Terdengar suara yang sangat memekakkan telinga, mau tidak mau aku bangun. Lalu melihat kearah jam weker yang bersuara nyaring itu. Dengan cepat, aku menekan tombol untuk mematikan suara yang mengganggu itu.

Kakiku menapak kelantai dan aku menekan kedua mataku. Masih merasakan kantuk yang sangat. Aku tundukkan kepalaku dan mengingat mimpi yang selalu saja hadir. Mimpi karena kesalahan yang kuperbuat.

Tapi jujur saja, aku rindu dengan gadis itu. Gadis yang selalu masuk kedalam mimpiku. Ya, walau aku tahu dia sudah tidak gadis lagi. Tidak gadis lagi karena perbuatanku.

Alana Princessa.

Nama yang cantik bukan?
Sesuai namanya, ia memang cantik bagai seorang princess. Hanya aku yang tahu wajah aslinya. Ia memiliki mata abu yang cantik, gadis berprestasi saat disekolah dulu, memiliki keluarga yang sangat menyayanginya. Terlihat sempurna.

Namun satu yang orang lain tidak tahu, kehormatannya, keperawanannya sudah hilang olehku.

Itu rahasia.

"Hey, ayo siap-siap. Kita ada survey lokasi hari ini," tiba-tiba seorang pria seumuran denganku masuk kamarku tanpa permisi.

Aku sudah sangat hapal suaranya. Dia Tian. Restian Anggara, asisten pribadiku. Dan juga sudah kuanggap teman atau bahkan keluarga sendiri. Hanya dia yang terdekat saat ini.

"Sarapan buat gue udah ada?" Aku bertanya seraya berjalan kearah kamar mandi.

"Udah. Tadi nyokab gue yang masak nasi goreng buat lo. Aneh banget, gue anaknya enggak pernah ditawari buat bawa bekal nasi goreng. Malah lo yang selalu di tanyain 'Reynald suka enggak sama masakan mama? Reynald tadi pagi makan kan nasi goreng buatan mama? Reynald bilang apa soal nasi goreng buatan mama?' Reynald - Reynald - Reynald terus."

Tian mulai ngedumel padaku. Aku hanya tersenyum seraya menggelengkan kepala.

Ya, mamanya Tian seperhatian itu padaku. Walau kami tidak memiliki darah yang sama, namun keluarga Tian sangat peduli padaku. Berbanding terbalik dengan keluargaku.
Sejak kecil, aku tidak pernah merasakan kasih sayang seperti yang mama Tian berikan padaku dari orangtua ku.

Mereka sibuk bekerja, sepanjang waktunya hanya untuk kegiatan diluar. Entah apa yang mereka lakukan. Aku anak tunggal, tapi mereka tidak peduli dengan hal itu.

MISTAKE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang