Kalau saja Ayam itu bisa ngomong dan kalo pekerjaan ku ini ternyata bohong. Maka aku akan menuntut Pak Toni itu. Sekarang ini aku berdiri di depan pintu merah sebuah rumah di tengah sawah.
Aneh bukan?
Kenapa kantor Detektif Valea ada di tengah sawah. Kalo tengah pantai itu lebih bagus. Lah ini di tengah sawah, memangnya dia mau bertani?
Oke kembali lagi. Sekarang aku berdiri di depan pintu berwarna Merah. Bukan hanya pintu, namun cat dinding rumah ini juga Merah dan biar ku tebak, pasti di dalamnya serba berwarna merah. Semoga saja wajan untuk memasak nya tidak berwarna merah.
Aku mengetuk pintu itu. Sekilas ini seperti rumah biasa namun yang paling mencolok di sini adalah keberadaan plank bertulis 'DETEKTIF VALEA' lah yang mencolok. Di tambah dengan cat rumah ini.
Pintu pun terbuka, menampilkan sosok wanita berusia sekitar 22 tahun menatap ku heran. Dia memakai pakaian berwarna merah.
Tunggu?
Merah?
Rok merah sampai di bawah lutut dengan model gaya kuno Ala Italia dan topi berwarna merah lalu lipstik nya juga merah? Satu pertanyaan melintas di otakku. Apakah gigi nya merah? Apakah Daleman nya juga merah?
Oke kita lupakan itu.
"Kamu pasti Viola?" Tanyanya.
"Iya, saya Viola," Jawab ku sambil tersenyum Dan mengangguk.
"Kamu Viola."
"Saya Viola."
"Oke kalo begitu kamu ketuk pintu lagi."
Pintu di tutup.
Apa maksudnya tadi itu?
Mungkin ini alasan ku di terima oleh pak Toni. Bukan karena kinerja ku bagus tapi karena aku orang nya sabar. Apalagi dalam menghadapi orang se–aneh Valea. Dan Mungkin ini juga alasan pak Toni kenapa memberikan ku gaji yang besar.
Jadi, ku ketuk kembali pintu itu. Seperti katanya, dia membukakan pintu itu kembali dan tersenyum.
"Kamu pasti Viola, silahkan masuk," ujarnya.
Sekali lagi aku akui. Valea memang bener orang aneh. Aku masuk dan menutup pintu merah itu kembali. Setelah itu mataku mulai berkeliling melihat-lihat rumah ini. Ternyata benar, semuanya berwarna merah dan....apa itu?
Wajan, sendok, garpu, piring dan centong nasi juga berwarna merah? Aku semakin menajamkan penglihatan ku ke arah dapur. Tenyata benar, yang di sana merah juga. Bahkan gelas nya juga.
"Viola?" Panggil Valea.
Aku menoleh dan mendapati dia yang sudah duduk di sofa berwarna merah. Dia menyuruhku untuk duduk dan aku pun menurut.
"Jadi Mulai sekarang kamu adalah asisten saya?"
"Ya."
"Bagus. Karena kamu asisten saya, saya mau kamu juga yang berbelanja harian," ucapnya membuat ku bingung.
"Belanja apa?" Tanya ku menaikkan sebelah alis ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DETEKTIF VALEA
Mystery / ThrillerAda yang bilang kalo jadi asisten detektif itu seneng. Tapi tidak bagi seorang Viola. Bukannya senang dia malah tersiksa oleh majikannya yang detektif itu. Bekerja menjadi asisten detektif yang bernama Valea membuat hidup Viola tidak bisa tenang. B...