45.

7.2K 153 6
                                    

Hubungan

Happy reading!
=====

Bunyi hentakan kaki menggema di sepanjang koridor, bersamaan dengan mengalunnya suara decitan roda brangkar yang di dorong tim medis dengan langkah tergesa-gesa.

Zayn dan yang lainnya berhenti tanpa di pinta, begitu kedua brangkar yang mereka ikuti memasuki ruang insentif gawat darurat.

"Ares.... dia-" Zayn tercekat. Niatnya yang ingin menjelaskan kronologi kecelakaan Ares dan Zhafira terpaksa tertunda. 

Gerald menepuk pundak sahabatnya, menenangkan. Walau rasanya sulit untuk merasa demikian di tengah situasi mereka yang seperti ini.

"Gue nggak tahu kejadian pastinya kayak gimana. Intinya mobil itu tiba-tiba datang dengan kecepatan tinggi, melewati mobil gue dan beberapa pengendara lainnya, hingga akhirnya dia nabrak motor Ares," sambung Zayn kalut.

Tak ada yang menanggapi ucapan Zayn lebih lanjut. Mereka terlalu gusar, cemas, dan takut sekaligus.

Semua kemungkinan terburuk menghantui pikiran anak-anak itu. Bagaimana jika kondisi Zhafira maupun Ares kritis? Atau yang paling parah, keduanya tidak bisa diselamatkan.

Zayn kembali mengusap wajahnya. Mencoba merapalkan kalimat-kalimat menangkan untuk dirinya sendiri, bahwasanya kondisi Zhafira serta Ares akan baik-baik saja.

"Are you crazy?"

Yasmin yang diam sejak tadi, mendongak lebih dulu. Menyoroti Carissa yang meloloskan seruannya.

"Barusan gue lihat Allisya tersenyum," jelas Carissa, sebelum cowok-cowok itu menghakimi dirinya.

"Sinting," dengus Allisya. "Lo pikir gue orang gila yang tersenyum di atas penderitaan sahabatnya?"

"Iya. Kayaknya lo memang orang gila, karena-"

"Carissa," tegur Zayyan. "Lo kalau mau nyari ribut jangan sekarang," peringatnya.

Carissa melepas cekalan Yasmin di tangannya. Kepalanya menggeleng, tidak membenarkan asumsi yang di tuduhkan Zayyan.

"Gue serius. Tadi gue benar-benar lihat dia tersenyum."

Allisya menggeleng tidak percaya, mendapati tatapan teman-temannya seperti meyakini narasi Carissa.

"Gue nggak nyangka kalian lebih percaya ucapan ngawur dia di banding sahabat kalian sendiri," terang Allisya, lalu pergi dengan langkah lebarnya.

Mereka saling pandang sesaat dalam keadaan bibir yang terkatup rapat. Menghela nafas, sebelum akhirnya kembali menatap ke pintu IGD.

"Gue nggak bohong Yas, sumpah," bisik Carissa di telinga Yasmin.

"Gue percaya sama lo, tapi tolong jangan bahas masalah ini dulu. Gu-gue," Yasmin menarik nafasnya panjang. Nafasnya sesak. Dia teringat kondisi Zhafira terakhir kali. "Gue takut Riss. Gue takut Zhasa kenapa-napa," tambahnya menangis.

Rasa bersalah memenuhi rongga dadanya. Yasmin baru sadar sekarang, kalau selama ini dia sangat egois terhadap Zhafira.

Kasih sayang Papanya, seharusnya di bagi sama rata, bukan miliknya seorang.  Yasmin salah dengan berpikir kalau Zhafira tidak membutuhkan perlakuan semacam itu, di tengah keadaannya yang serba di cukupi.

Critical Point (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang