#1 Alur Sederhana

4.7K 149 11
                                    

"apa yang menjadi makna kadang bukanlah sebuah kemewahan, tapi keadaan dan momen-momen dimana kamu bisa menikmatinya dengan bahagia."

-Ini bude.

-------


Siang menjelang petang, langit berawan abu pekat menghiasi langit yang seharusnya cerah. Ia membawa silir angin kencang yang menyeruak sejuk seolah olah menjadi sebuah obat penghilang rasa sakit dalam sekejap. Sebuah langkah letih terhenti pada bangku sebuah warung kopi di pinggiran jalan sepi membuat sang pemilik warung itu sendiri menggeleng pelan menyambut kedatangannya.

Tanpa seuntai kata, baskom berisi air dingin berbongkah es batu di dalamnya dan handuk kecil berwarna merah jambu diletakkan di atas sebuah meja kayu yang tak sebagus meja-meja di cafe mahal. Hanya bangku dan meja bekas dari sekolah di ujung jalan sana yang dipergunakan kembali agar tak terbuang sia-sia ketika keadaan kayunya saja masih kokoh.

Kaisar mendongak pada seorang wanita paruh baya di hadapannya lalu tersenyum sumir hanya untuk mendapati handuk kecil yang dibawa wanita tadi menyambuk kepalanya. Ia meringis pelan namun sedetik setelahnya terkekeh geli. Di dalam kepalanya saat ini terpikir pasti wanita paruh baya itu sudah sangat kelelahan dengan kebiasaan konyol tak bergunanya ini. Yang setiap harinya membawa langkah goyah dan wajah lebam ketika mendatanginya.

"Langganan terus kamu tuh andra andraaa. Enak juga kalo dateng kesini borong jualan bude kayak di uang kaget itu." Omel bude murni, wanita paruh baya si pemilik warung; khas dengan suara jawa medoknya.

"Itu mah beda bude, uang kaget bukan borong dagangan tapi kasih uang cuma cuma. Dan kaisar udah berapa kali bilang sama bude panggil pakek nama kaisar aja jangan andra. Biar gagah dikit loh budee." Jelas kaisar panjang lebar, meski di saat tubuhnya sakit dan pegal bukan main.

"KAMU MAU TAK SAMBET NGGON IKI LAGI OPO?! DIBILANGIN TOH MALAH NYEROCOS BALIK MUNCUNG MU!"

Laki laki itu berusaha menangkis wajahnya dengan kedua tangan, berharap dirinya tak di sambit handuk untuk kedua kali. Jujur tubuhnya sekarang sangat lemas, kekuatannya habis setelah dipukul dan di injak-injak hanya karna satu batang rokok di parkiran tadi. Tapi tak ada apa pun mendarat di tubuhnya, melainkan tangan yang menangkis itu disingkirkan lalu di basuhi handuk basah. Maka belum puas dengan kekesalannya terhadap kaisar, wanita itu menarik pelipis rambut kaisar yang dibuahi permohonan lirih si empunya.

"Yaudah ampun deh ampun, ini kaisar udah babak belur nggak prihatin apa?"

"Kalo nggak peduli ya buat apa bawa baskom iki? Buat bekuin kulit mu?"

"Jangan galak galak, nanti cantiknya ilang bude"

"Bocah sekarang mbah mbah pun digombalin."

"Bude masih muda belum mbah mbah suerr."

"Nama panjang kamu siapa?" Tanya bude kembali tenang, tangannya memasukkan kembali handuk kecil ke dalam baskom berisi air dingin lalu memerasnya.

"Bude jahat banget sumpah, udah kenal kaisar hampir 6 tahun masa nggak inget?" Pelotot kaisar tak percaya.

"Ya namanya wes tua jadi lupa."

Mendengar entengnya wanita itu menjawab mata kaisar semakin membelok kesal. Ia mendengus, tertunduk sejenak menahan rasa kesal disela sela pandangannya yang cukup buram.

"KAISAR HEKALANDRA." Tekan kaisar.

"Nah bener kan masih ada andra nya."

"Ya emang tapi kan nggak keren."

Ephemeral | Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang