satu

17 1 0
                                    

"Kala, Nala! Ayo berhenti bermain, ibu sudah masak makanan kesukaan kalian." Teriak sang ibu, yang membuat kedua putra nya berlari ke arahnya.

"Asik! Ibu, nanti Nala mau nasi yang banyak ya!." Ucap Nala dengan begitu senang, tak lupa ia juga mempamerkan gigi ratanya.

Berbeda dengan Kala yang murung, Kala hanya menunduk dan sama sekali tidak berkutik. Ia hanya menyatukan kedua tangannya, yang tampaknya lebih asik ketimbang berbicara dengan sang ibu. Sang ibu yang menyadari keanehan Kala, tangan Kala tersebut ditarik kedalam pelukannya.

"Kala, kenapa? Kok cemberut?" Ucapnya sambil mengusap lembut kepala Kala.

Yang ditanya hanya menggelengkan kepala, namun dibarengi oleh tetesan air mata. Nala yang melihat Kala menangis dalam diam, menjadi menarik dirinya dari pelukan sang Ibu.

"Nala, rusakin mainan Kala." Adu Kala dengan cepat.

"Enggak! Aku nggak sengaja, lagian siapa suruh Kala taruh mainannya ditengah-tengah jalan." Bela Nala.

Ibu hanya memperhatikan kedua anaknya sambil tersenyum tipis. Tak heran mengapa kedua anaknya selalu bertengkar kecil maupun besar, selisih umur Nala dan Kala tak jauh satu sama lain. Maka dari itu, pikiran mereka masih anak-anak, dan haus cari perhatian.

"Sudah-sudah, Nala ayo minta maaf. Dan Kala juga harus terima maaf dari Nala."

Mendengar kalimat tersebut, kedua anak tersebut malah memalingkan kepalanya ke arah belakang tak lupa dengan tangan yang dilipat didepan.

"Gak mau!" ucap Nala dan Kala.

"Nala...Kala..."

"Ibu..., Nala enggak salah..." ucap Nala sesegukan.

Nala itu anak yang mudah tersinggung dan tersentuh. Dia juga tidak mau bertindak jika dia tidak melakukan hal yang salah.

"Iya, Nala enggak salah sayang. Tapi kan Nala sudah buat mainan Kala rusak." Ucap Ibu sambil memperlihatkan mainan Kala yang rusak.

Mata Nala yang tadinya hanya menatap sang Ibu, kini beralih ke mainan sang adik yang sudah hancur.

"Maaf." Satu kata yang keluar dari bibir tipis si anak sulung tersebut, tangan nya menggantung begitu saja dihadapan Kala. Ia menunggu balasan dari Kala.

"Gak mau! Liat, mainan aku jadi rusak gara-gara Nala!" bentak Kala.

Nala, pemuda itu terlihat sangat terkejut. Ia mengurungkan niat nya untuk berjabat tangan dengan adiknya, muka nya sudah merah apalagi telinganya. Kepala Kala bisa saja berasap, jika dia sebuah termos.

"Kala, jangan begitu. Nala sudah minta maaf." Ucap Ibu sambil meraih pelan-pelan pergelangan tangan Kala. Namun hal itu langsung dicegah oleh Kala, dengan cepat si bungsu berlari ke kamar dan membanting pintu dengan kencang.

"Ibu, Nala takut dimarahi sama ayah..." gumam Nala.

"Sst, tenang ada Ibu." Tangan sang Ibu meraih tubuh si kecil dan mengusap pelan punggung Nala. Seakan memberi sinyal bahwa si sulung akan baik baik saja.

TBC.
vote or comment for your support!

BEFORE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang