"Jodoh itu seperti pantulan diri di cermin. Iya, cerminan bagaimana dirimu. Mau kau tak berjodoh pun dengan orang yang kau harapkan, tapi bisa saja jodohmu adalah orang yang selalu mengharapkan kehadiranmu tanpa kau sadari."
~MFMS
••••
"Aku izin pergi lama ya, pah, ma," ucap Nico dengan koper dan tas dibahunya.
"Iya. Kamu yang serius ya, Nico ngurus kerjaannya di Tegal. Mama dan Papa harap kamu pun segera mencari calon istri," ucap Bu Fidya.
"Insyaallah. Doakan semoga di Tegal ketemu jodohnya," sahut Nico.
Tak lama datang kedua adiknya yang langsung memeluk kedua lengan Nico.
"Mas Nico perginya beneran lama? Gak pulang lagi ke rumah ini?" tanya Nabilah--adik terakhirnya.
"Nanti siapa dong yang bantu ngerjain tugas kuliah aku?" timpal Tita bertanya.
"Heh! Kalian ini, kapan kalian dewasanya. Mas Nico kalian bakal pulang sekali-kali dan biarin mas kalian mencari calon istrinya, umur mas kalian udah gak muda lagi," ucap Pak Alif.
Nabilah dan Tita pun hanya bisa mengembuskan napas kasar, melepaskan pelukannya di lengan Nico.
"Mas akan sekali-kali pulang dan ajak kalian jalan-jalan. Jangan bandel ya selama mas pergi, belajar pun harus yang benar," ucap Nico mengelus puncak kepala adik-adiknya.
Nico pun pamit pergi dan melajukan mobilnya menuju Tegal. Setelah cukup lama di perjalanan, akhirnya ia tiba di Tegal. Nico memarkirkan mobilnya di sebuah masjid karena sebentar lagi masuk waktu salat ashar.
Adzan tak lama berkumandang, perlahan berdatangan orang-orang yang ingin menunaikan salat ashar. Begitupun Nico, memasang peci di kepalanya dan ikut berbaris di shaf pertama.
Selesai menunaikan salat, masjid yang sebelumnya penuh di isi orang-orang salat, mulai berhamburan pergi melanjutkan kesibukan mereka menjelang sampai hari gelap. Sedangkan Nico, beristirahat di teras masjid sebelum melanjutkan perjalanannya menuju apartemennya.
Tak lama terdengar suara anak-anak yang berdatangan ke masjid dengan mushaf Al-Qur'an di tangannya. Nico tersenyum melihatnya, merasa iri pada anak-anak itu yang sudah rajin belajar mengaji dari kecil di bandingkan dirinya.
Sayup-sayup terdengar suara tawa pelan dari seorang perempuan yang berada di pintu masuk khusus perempuan salat. Nico yang mendengarnya, mengalihkan pandangannya menatap seorang perempuan yang juga duduk di teras masjid bersama anak-anak perempuan.
Perempuan itu masih tertawa pelan, tetapi beralih pandangannya, merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Ia pun beralih menatap Nico dan menampilkan senyum tipis di wajahnya yang teduh. Yah, Nico sudah tahu siapakah perempuan itu karena sebelumnya ia sudah pernah bertemu sebelum Zean dan Dhifa menikah hingga kisahnya berakhir sesuai ketetapan Allah.
Dan setelah itu, salah satunya ada hati yang bereaksi berbeda saat melihat senyum tipis dari perempuan itu, sama seperti sebelumnya saat awal bertemu. Menginginkan ada pertemuan berikutnya dan berikutnya lagi.
••••
"Nama?" tanya Nico mulai mengajukan pertanyaan.
"Aruna Salsabila,"
"Guru mengaji?" tanya Nico lagi.
"Iya, benar," jawab Aruna.
"Mau ngajarin saya ngaji?"
"Eh?"
••••
"Aku ingin abi lamarkan Mas Nico untuk aku," pinta gadis itu dengan gamis coklat yang dipakainya.
"Tapi Nico sepertinya sudah menentukan pilihannya, nak," sahut abinya.
••••
"Memilih ataupun dipilih? Keduanya sama-sama butuh jawaban tanpa menghadirkan luka setelahnya."
-cha
••••
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA SEBAGAI REAKSI KALIAN BACA PROLOG PERTAMA CERITA INI:) AKU HARAP MAU LANJUT BACA:)
LANJUT GAK?

KAMU SEDANG MEMBACA
Madrasa For My Son || Lapaknya Nico
RomanceBaca Antara 2 Imam dan ZeFa, ya, sebelum baca cerita ini:) **** "𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚." -𝓒𝓪𝓬𝓪, 𝙈 𝙁 𝙈 𝙎 Sebuah pertemuan yang tak disengaja ataupun direncanakan, mempertemukan dua insan y...