Suara langkah kaki dikeheningan malam begitu menusuk di telinga. Melewati jalanan aspal yang basah dengan air hujan deras yang turun beberapa menit lalu. Tatapannya kosong.
Suara dering ponsel membuat pria itu tersadar akan lamunannya. Ia mengarahkan ponselnya, mendekatkannya ke arah daun telinganya.
"Apakah ayah tidak bosan? Apakah ayah tidak pernah puas dengan teriakan-teriakan dan seruan mereka? Apakah ayah akan puas jika ayah mendengar teriakan dan jeritan ayah sendiri? Jika itu lebih baik maka akan kulakukan."
Diam sejenak, pria berumur dua puluh tahun itu segera menutup sambungannya. Jari jemarinya mengepal menampung emosi yang begitu meluap di dalam isi kepalanya. Ia mulai berlari hingga tempat yang ia tuju sudah berada tepat di depan matanya. Pria itu mengambil satu buah palu yang berada di samping pintu masuk. Ia melangkahkan kakinya menerobos genangan cairan kental berwarna merah yang tersebar di ubin berwarna putih gading. Satu langkah memasuki ruangan itu, suara jeritan begitu menghiasi ruangan ini.
"Ah, akhirnya putraku datang kemari," sambut seorang pria paruh baya dengan senyumannya.
"Ayah," panggil pria pembawa palu.
"Iya anakku?"
"Aku juga ingin bersenang-senang sepertimu."
"Tentu, aku senang mendengarnya," ujarnya lagi girang.
"Aku ingin mendengar jeritanmu malam ini." Tatapan pria itu telah berubah kepada ayahnya, ia berlari dengan mengangkat tangannya beserta palunya. Ia memukul-mukul kepala ayahnya sekeras mungkin hingga wajahnya tak lagi terlihat jelas.
Nafasnya memburu, sorot mata yang sayu. Ia tersenyum riang tanpa ada sedikitpun rasa penyesalan, setidaknya ia bisa sedikit membantu para korban ayahnya untuk membalaskan dendam.
**
Aku menaruh sebuah buku tebal di lemari kamarku. Aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Suasana kamarku terasa begitu mencekam, tak ada cahaya matahari yang masuk, sepertinya hari ini akan turun hujan. Entah mengapa akhir-akhir ini sering sekali aku merasa sepi, ingin rasanya ada hal baru yang datang menghampiriku.
Aku meraih sebuah ponsel yang terletak di sampingku. Tak ada notifikasi pesan. Aku membuka halaman chat dan segera menekan beberapa tombol.
Ia tidak menjawabnya, mungkin saja sedang sibuk. Kupejamkan mata sesaat sebelum akhirnya aku mulai terlelap dan jatuh ke dalam alam bawah sadarku.
"Kakak bangunnn.."
Aku terperanjat dari atas kasur. Menahan nafas sesaat. Mimpi yang aneh, sebelum aku tersadar dalam tidurku, seorang anak laki-laki selalu berteriak hal yang sama. Mimpi seperti itu adalah sebuah rutinitas untukku.
Aku berjalan menyusuri lorong rumahku, hanya ada aku dan wanita tua yang entah mengapa ia datang ke rumahku setelah sekian lama tak ada kabar tentang beliau. Orang tuaku, aku tidak tahu keberadaan mereka sedari aku kecil.
Aku meraih ponsel yang berada di atas meja, masih sama halnya seperti beberapa waktu lalu, aku menekan beberapa nomor di dalamnya dan mencoba menghubungi pria itu.
"Jadi hari ini?" tanyaku padanya setelah ponsel kami saling terhubung.
"Jadi, datang ke rumahku sekarang."
Cepat-cepat aku menutup sambungan dan menghentikan pembicaraan singkat kami. Oh, ini terlalu singkat untuk dikatakan sebagai pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dararella
Short StoryJangan berisik di tengah malam! Aku pikir seorang pembunuh itu berwajah tampan dengan bahu tegap dan badan yang tinggi kekar. Ternyata semua itu hanyalah khayalanku saja. Wajah yang penuh luka, darah, dengan pikiran kotor yang menjijikkan. Mudah se...