Bittersweet
Pertengahan bulan september, sudah masuk musim gugur yang serba bernuansa kuning-menguning. Daun yang berguguran di tepi jalan, pemandangan menguningnya pohon gingko, lalu buah apel yang banyak dipasaran, destinasi wisata ramai besar-besaran, hingga jatuhnya rasa kesepian yang jadi agenda tahunan seorang Park Jimin yang tak punya kawan. Tak banyak yang bisa ia lakukan di umurnnya yang masih belasan, bekerja part time hanya sanggup mencukupi seperempat kehidupan, selebihnnya ia hanya bisa melamun dalam kebingungan.
Hidup di kota besar tanpa tumpuan adalah hal mengerikan dan sialnya ia harus melaluinya sekarang. bertahan hanya melintas terkadang dalam pikiran, lalu kematian selalu jadi akhir dari kebuntuan pemikiran. Nyatanya untuk sekedar memutus aliran hidupnya saja tidak sanggup.
Hidup yang memuakkan lalu kematian sama menakutkan. Mimpi buruk bertebaran, bahkan saat mata tidak terpejam.
Ia punya satu pertanyaan, yang membingungkan, dan memusingkan. Tentang, ada apa dengan semua orang? Yang bersetatus berdekatan dan terikat hubungan kekeluargaan dengannya tidak ada satu pun yang bisa beri jawaban tentang kenapa semua orang bicara seolah meyuarakan kepedulian lalu pergi tanpa beri alasan.
Ia hanya bingung dimana harus menaruh rasa percayanya sekarang. Pada Kakaknya yang mendadak mengulurkan tangan dengan banyak peringatan yang terutarakan atau pada Ibunya yang meminta bertahan dengan ucapan yang meyakinkan, pada nyatanya semua pergi tanpa salam perpisahan. Lalu kemana langkah kakinya yang belum kokoh ini melangkah, lalu kemana ia harus menyurakan kebimbangannya, kemana ia harus menanyakan ketidak pahamannya.
Pada Ibunnya yang tidak tahu rimbanya atau pada Kakaknya yang tampak senang diatas sana.
Bukan dengan Tuhan, tetapi di gedung yang seolah tengah menikam awan. Bangunan tinggi, yang punya panel LED super besar di bawah papan nama menyala.
Pribadi berjas rapih di dalam layar dengan senyum cerah dan aura wibawa yang kental terasa. Terlihat amat bahagia di musim gugur yang bahkan baginya tidak berwarna. Apa presensi itu pernah berpikir ia masih bernyawa atau sudah mati ditelan sengsara? Atau pribadi itu berpikir ia hidup bahagia? Tidak ada gurat penasaran disana. Dan yang dapat dipastikan, ia adalah sosok yang dilupakan atau bahkan terhapuskan. Sepertinya itu layak untuk membayar ketidak pedulian yang ia lakukan dahulu.
"Selamat ulang tahun, Min Yoongi-ssi."
Minminkiie:)
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET
Fanfiction[Bittersweet] Seperti sebatang dark cokelat, hanya tiga puluh persen manis dan selebihnya kepahitan. °°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°