Tama hari ini sangat membingungkan satu sekolah.Entah apa yang telah merasuki lelaki itu, perilakunya sangat berbeda jauh dari sebelumnya.
Bisa-bisanya dia merangkul bahu Aris dengan santai lalu mengajaknya berbincang seolah kawan yang akrab sekali.
Padahal kemarin dia terlihat bertengkar dengan wanita itu di lapangan sekolah. Tangannya yang hampir saja melayangkan pukulan ke wajah Aris berhasil ditangkis wanita itu dengan sigap.
Hingga sore itu Aris pulang dalam keadaan mata bengkak dan wajah basah bekas air mata.
Dan Tama pulang dengan wajah merah menahan amarah.
Kami tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka.
***
"Aris,"
Aku mendengar suara bariton khas milik lelaki itu-Tama. entah mengapa suara itu terdengar lembut namun juga tajam.
Kudengar bunyi derit kursi dibelakangku. Aris tidak menjawab apapun namun ia mengekori tama dari belakang.
Entah kemana mereka akan pergi namun kuharap mereka tidak lama karena waktu istirahat akan segera usai.
Sekilas kulihat tama melirikku dari ekor matanya.
***
"Hinata Arisu?"
Kudengar guru memanggil nama gadis itu untuk mengabsen kehadiran kelas hari ini.
'ia belum kembali sejak istirahat'
Seluruh murid diam.
Sama sekali tidak ada yang menjawab.
Padahal setengah dari mereka tadi ada yang melihat Arisu keluar kelas bersama Tama-yang adalah murid dari kelas sebelah.
"Baiklah saya beri alpha." ucap guru tersebut final.
Selanjutnya pelajaran dimulai tanpa gadis itu.
Sampai jam pulang sekolah dia juga belum kembali, tas dan perlengkapan miliknya yang lain masih berada di atas meja. Akupun melangkahkan kakiku keluar kelas. Melewati koridor kelas yang sunyi dan kosong melompong karena hampir seluruh murid sudah pulang kerumah masing-masing. Aku, yang diwajibkan untuk melakukan piket hari ini dengan setengah hati rela pulang telat dibanding yang lain.
Kupercepat langkahku saat melewati ruang kesenian yang tepat disebelah kamar mandi pria. dari rumor yang kudengar setiap jam pulang sekolah, akan terdengar suara-suara aneh seperti ketukan di dinding.
Sambil setengah berlari aku berhasil melewati ruang itu, namun setelah tiga langkah tiba-tiba terdengar suara ketukan sebanyak empat kali. Ketukan empat kali itu terdengar sangat keras dengan tempo yang lambat.
Tanpa pikir panjang akupun berlari sekuat tenaga tidak peduli sepatu sebelah kananku terlepas.