Dibalik Jendela (1/1)

10 2 0
                                    

Sakitnya terbelenggu dalam ikatan waktu
.
.
.

Aku menghembuskan nafasku pelan, jari jemariku sibuk membolak-balikkan setiap 'halaman buku' yang telah aku baca ratusan kali.

Fyuuuh.

Ku tatap gadis berambut cokelat di sebelahku, pena yang ia genggam menari-nari di atas kertas dengan sangat lihai. Menuangkan tinta merah, membentuk sebuah tulisan yang sudah ku ketahui isinya tanpa melihatnya.

"Selesai!" seru gadis itu, kertas yang ia genggam diangkatnya tinggi-tinggi dengan senyum sumringah menghiasi wajahnya.

Kala, nama gadis berambut cokelat itu. Kala menjulurkan kertas itu kepadaku, mengisyaratkan agar aku membacanya. Meski aku sudah mengetahui 'isi' dari tulisan yang Kala tulis, aku tetap menulisnya.

"Bagaimana?"

Aku tersenyum. Benar saja dugaan ku. Tulisan ini yang sudah bertahun-tahun ku baca ribuan kali. Meski begitu, aku tak bosan membacanya.

Selesai mata ku berkutat dengan tulisan-tulisan Kala, tubuhku secara otomatis seketika berdiri. Kedua kaki ku melangkah pelan menuju arah jendela, di mana aku melihatnya.

Biasanya, saat aku melihat ke luar jendela, ku lihat gadis itu. Gadis berambut biru, yang penampilannya berbeda jauh sekali dengan Kala.

Namanya adalah Furi, dia selalu duduk di luar jendela besar ini. Mengajakku berbincang berbagai hal yang sama sekali tak pernah Kala ceritakan atau menulisnya.

Meski begitu, aku kurang tertarik. Entah kenapa pikiranku memilih untuk selalu membaca cerita atau berbincang dengan Kala mengenai hal yang sama selama ribuan kali.

Furi selalu mengajakku untuk keluar dari kubah ini, untuk melihat dunia luar. Aku ingin ikut, tapi aku tak bisa. Entah mengapa dengan diriku ini, yang tak bisa meninggalkan Kala dengan segala yang ada di kubah ini.

Namun, kali ini sepertinya ada yang salah. Furi tak berada di tempatnya seperti biasa. Kedua tanganku yang terbelenggu oleh rantai memegang besi yang mengelilingi jendela.

Kedua mataku menatap sana sini mencari sosok Furi yang tak duduk seperti biasanya di jendela ini. Entah kenapa, perasaanku mulai kacau.

Aneh, bukan?

"Furi! Furi!"

Ku teriakkan nama itu, sembari telapak tanganku memukuli kaca yang amat tebal itu.

Tidak ada, Furi tidak ada.

Dia telah pergi.

Tiba-tiba, aku mengingat perkataan Furi tempo hari.

"Amy, aku sudah lelah untuk mengajakmu pergi dari sini. Kalau aku sudah tidak ada di sini, tandanya aku tak akan kembali lagi."

Aku pikir, itu hanya bualan gadis itu. Tanpa memikirkan kalau Furi tak pernah main-main dengan ucapannya. Entah kenapa, emosiku bercampur aduk. Kenapa.... Kenapa aku merasa kehilangan sosok Furi?

"Sudahlah, kau tak perlu mendengarkan perkataan si rambut biru itu. Bukankah, kau tak ingin meninggalkanku dan kubah ini?"

Kala tiba-tiba berujar, menbuatku menghadap sepenuhnya ke arahnya. Ku rasa ada yang mengganjal di hati ku. Entah kenapa kepergian Furi yang mendadak itu membuat pikiranku sedikit bercampur aduk.

"Kala, aku ingin keluar dari sini," ujar ku yang tiba-tiba merasa ingin keluar dari kubah ini.

"Kau bercanda, Amy? Kau tak bisa keluar dari sini. Kau akan terpenjara di sini selamanya,"

Kenapa Kala berkata hal demikian? Entahlah. Aku mengabaikan omongan dari gadis kuno itu. Berjalan kembali menuju jendela, satu-satunya tempat yang terhubung dengan dunia luar.

Jari jemariku menyentuh kaca tebal itu, aku sedikit mendorongnya kuat, namun tidak bisa. Kaca itu terlalu tebal dan kuat, seperti dinding kubah ini.

Aku mencoba mendorongnya lagi, kali ini dengan sekuat tenagaku. Nihil, tangan kecilku bukan tandingan untuk kaca super ini.

Entahlah, baru kali ini aku merasa ingin keluar. Bebas dari belenggu kubah ini. Ingin sekali ku berlari bebas di luar sana.

Tapi, aku tidak menyerah. Tanganku mengetuk dengan keras setiap dinding yang ada di sini. Sementara Kala melihatku tak minat, ia lebih memilih menulis cerita sedih itu lagi untukku.

"Sudahlah, Amy. Terima saja takdirmu. Kau memang diharuskan untuk terkurung dalan kubah ini selamanya."

Perkataan itu seakan menamparku. Tapi, itu malah menbuatku lebih semangat untuk keluar dari kubah ini. Tanganku terus meninju permukaan dinding kasar ini, hingga memar memenuhi area kulit putihku.

Tidak bisa, tetap tak bisa.

Kesalahan apa yang aku lakukan hingga aku diharuskan terkurung dalam kubah ini selamanya. Aku putus asa, tubuh kecilku berdiri membelakangi jendela.

Perlahan, tubuhku merosot jatuh dengan punggung yang bersandar pada dinding.

Sesuatu yang tak ku duga terjadi. Bongkahan kecil atap kubah itu terjatuh, menyisakan lubang kecil berdiameter satu jengkal di atas sana.

Sebuah cahaya masuk, menembus melewati lubang kecil itu. Cahaya itu menerpa mataku, dan hanya silau yang dapat ku tangkap 

Di saat aku tengah meratapi nasib ku, dia muncul. Melalui sebuah lubang kecil itu. Samar-samar aku melihat bayangan Furi tersenyum dari atas sana, tangannya terulur masuk melewati lubang itu, hendak mencapai ku.

Dan tak lama kemudian, cahaya yang menerpa mataku itu melebar hingga menyinari seluruh tubuhku, dan aku merasakan tubuhku terangkat, terbawa oleh cahaya itu. Dan aku, meninggalkan Kala dan kubah ini, dengan terbawa oleh sinar misterius itu.

~End~

Eyyoo crita gaje dibuat, lagi.

Dahlah, cman gabut aja.

Dah, babayy.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dibalik Jendela (1/1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang