2O% ' Peyoung

1.2K 211 43
                                    

"Satu satu aku sayang papa!" Bibir mungil merah muda itu melantunkan nada riang dari lagu yang kerap populer di kalangan anak-anak.

Kakinya melangkah dengan senang belum lagi melompat kecil melangkahi pintu masuk rumahnya, netranya menatap sekeliling kediaman Baji yang kerap menjadi tempat lahir sekaligus tinggal.

"Dua dua, aku────hn! papa sayang peyoung!" Pekiknya mengganti lirik lagu ketika melihat sang papa membawa beberapa bungkusan peyoung yakisoba dipelukannya.

Sepertinya kepala keluarga Baji itu baru saja belanja ke minimarket di daerah rumah mereka dilihat dari berserakan kantung belanjaan supermarket, namun sang papa tak habis pikir lebih memilih membawa makanan pada cup dan kotak di pelukannya.

Seakan habis mendapat action figure sang husbu, wajah tampannya itu nampak berseri seri hingga menunjukan taring di kedua giginya.

"Papa sayang peyoung!" Lagi lagi (Name) meneriaki papanya yang nampak tidak tahu kehadiran dari sang anak.

Baji terdiam kaku, perlahan menoleh kearah (Name) yang melihatnya dengan wajah sengit belum lagi pipinya yang berlemak itu nampak memerah geram.

Namun Baji terkekeh kecil melihat (Name) yang tampak lucu daripada seram, sedikit seram. Ya.

"Papa.. kok beli peyoung lagi?!" Teriak (Name) kesal, mata tajamnya nampak menyorot Baji tanpa takut.

(Name) pun bosan sehari hari makan peyoung, dan di hitung hitung keduanya (?) oh sepertinya hanya (Name) yang berhenti makan peyoung dari sebulan yang lalu.

Baji menggaruk tengkuknya yang tidak gatal hingga helaian rambut legamnya sedikit bergerak bebas, netra tajamnya pun memilih tidak menatap sosok (Name) dihadapannya itu.

"Uh, papa lihat (Name)! leher (name) sakit!" Netra tajam itu nampak berkaca kaca menyorot Baji penuh kekesalan.

Sebelah tangan yang sedari tadi mencubit celana levis Baji teralih menunjuk nunjuk leher miliknya.

"I-iya maaf." Baji sedikit' tidak enak, ia membungkuk mensejajarkan tubuhnya dengan (Name) yang hanya setinggi pinggangnya itu.

(Name) yang pede dikira bakal di gendong merentangkan tangannya mengkode sang papa untuk mengendong tubuh mungilnya tersebut.

Namun ternyata salah, "(Name) duduk disitu aja." Baji menoleh sofa di belakang (Name).

Sepertinya Baji pun tidak mau menaruh peyoung di pelukannya itu apalagi melemparnya, sayang.

"ARGH PAPA! huwaaa!" Teriak (Name) kencang menarik rambut Baji yang belum sempat berdiri.

Makanya Baji bilang sedikit seram, karna belum sosok gozilla dibalik wajah gemas (Name) muncul. Kalau sudah begini pun seram.

"Sakit! iya! iya! ditaruh maaf, lepas (Name)!" Teriak Baji tak kalah kencang.

Terjadilah acara teriak teriakan antara keluarga 'harmonis' ini, (Name) pula gamau ngalah dari papanya, tapi Baji sendiri yang gak ngertiin anaknya.

Maklum, peyoung itu pun dia beli diem diem soalnya (Name) sekolah, tapi gak disangka bocil itu pulang lebih cepat dari biasanya.

"Agh! sakit (Name) lepasin!"

"Gamau! biarin rambut papa kaya peyoung!" Tarikan di rambut Baji semakin kencang bahkan di pelintir agar kusut seperti peyoung gagal produk.

Baji hanya merintih kesakitan dirasa rambutnya hendak tercabut dari akar kulit kepalanya. Baji salah, dia melanggar peraturan rumah yang bahkan sudah di cap sebagai pamali.

Pamali beli peyoung, apalagi ketauan (Name).

"Iya, iya.. n-nggak lagi!" Baji mengeluarkan air asin di sudut matanya.

'rasanya mau mati.' Teriak Baji dalam hati bagai di sambar petir berkali kali di kulit kepalanya itu.

"Papa ngomong gitu udah delapan kali!" Teriak (Name) nyaring.

Sepertinya bocah itu sudah terlanjur muak akan janji palsu ayahnya itu, jadi setiap Baji bicara (Name) selalu mengingatnya bahkan menghitung janji palsu itu.

'bangsat dihitung' batin Baji tidak sengaja mengumpat menyalurkan rasa sakit tersebut, jika saja bukan (Name) yang menarik rambutnya. Sudah jelas akan ia memukulnya walau 50 vs 1 pun.

Tapi apa boleh buat, Baji ciut dihadapan anak kesayangannya itu.

Biasanya suami takut istri, ini ayah takut anak.

Ya gimana ga takut, kalau marah ga main main langsung berubah jadi kingkong vers mungil, kalau ga gigit, pukul, ya high level jambak. Baji masih beruntung, sebelumnya se dus peyoung minggu kemarin di injek injek sama bocil itu.

"U-udah (Name) lepas!" Pekik Baji masih setia merintih kesakitan juga air mata yang siap turun kapan saja.

Baru kali ini dia merasa diambang kematian daripada saat di tikam Kazutora yang menjadi sahabatnya sekarang.

(Name) menggeleng terus terang sedikit iba karena ayahnya kesakitan, tapi (Name) juga punya kesabaran. Masa papanya itu lebih milih gendong peyoung daripada (Name) sendiri?

"Y-yatuhan.. semoga amal ibadahku diterima.." Gumam Baji dengan mata lelahnya bahkan tidak bertindak kembali meronta untuk di lepaskan.

Mulutnya bahkan menganga bagai jiwanya hendak keluar dari sana.

"Papa kan goblok mana ada amalnya." Nyinyir (Name) kesal.

Lagian (Name) sendiri tau kelakuan bapaknya dulu bahkan hampir wafat gara-gara tawuran, itu pun Kazutora sang pelaku yang cerita ke bocil itu, memang aneh.

Baji mau komentar bahasa anaknya yang kasar itu pun hanya menghela nafas sudah jelas diajarin Mitsuya, karena cowo itu kalau toxic kayak orang hilang amal.

"(Name) jangan nakal ya.."

"Jangan salah lagi makananin makanan kucing.. "

"Huhu.. papa sayang──

"PAPA SAYANG PEYOUNGGGG!!!" Teriak (Name) menyudahi acara drama papanya itu.

Habislah sudah, sekarang pun arwah Baji rasanya sedang terbang keluar dari mulutnya.

***

18/02/22

DAUGHTER • bajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang