Fana

27 3 8
                                    


Waktu berjalan begitu cepat, kami sedang ada dikamarku. Aku tidur diatas pahanya. Oh ya kami sekarang menjadi sangat dekat asal kalian tau, laki-laki aneh yang berada disamping jendela itu menjadi temanku.

"Ben, aku lelah belajar, aku lelah mama terus mengomel" aku mengkerucutkan bibirku sambil memainkan rambutku.

Ben tersenyum, ia selalu tersenyum disaat aku seperti ini.

"Aku serius ben"

"Saya fikir mama anda benar, karena anda terus bersama saya yang membuat mama terus mengomel bukan? Sebaiknya anda berhenti"

Aku menghembuskan napas, tidak pertama kalinya Benoit menyuruhku agar meninggalkannya.

Aku beranjak dari pahanya. Ia menatapku bertanya, aku sudah ingin marah hanya saja dia Benoitku. Aku tidak tega marah padanya.

"Aku hanya ingin kamu disini, jangan pergi kemana mana dan jangan menyuruhku berhenti"

"Tapi sudah saya katakan dahulu, jika anda harus menghindari saya?" aku menutup telingaku agar tidak mendengar kata-katanya yang membuatku ingin menangis

"Tidak mau"

"Menurutmu kenapa kalung ini cocok untukku? Kau tidak pernah mengatakannya dari dulu" ucapku sambil memegang bahunya.

Ben mengerucutkan bibir, ia mengeleng kecil.

Sekali lagi, Lucu.

"Saya pikir anda adalah seseorang yang saya cari" jawab apa adanya.

Aku bingung karena Benoit tidak pernah terbuka padaku, hanya saja aku dulu pernah memergoknya menyanyikan lagu yang ia senangi, eumm kalau tidak salah lagu salah satu girlgrup. Dia sangat lucu jujur, tampang polosnya itu...

"Jelaskan padaku secara rinci!"

"Saya harap anda menunggu saya untuk menjelaskan semuanya" senyuman itu, aku sangat menyukainya Tuhan. Dia seperti malaikat.

Benoit pernah membuang kalung ini ketaman yang biasa kita tempati. Yap tepat dibelakang sekolah, taman bunga dengan pohon besar satu dan juga kursi kayu panjang yang kita duduki-Hanya karena aku menjadi semakin dekat dengan Bale. Namun keesokan harinya ia mengembalikan kalung ini.

"Sampai kapan kamu terus menyuruhku menunggu?"

Dia diam.

Aku kembali menangis mengambil lukisan siluet laki-laki yang sedang menatap luar jendela. Ya itu adalah Ben. Aku memeluk lukisan itu.

"sampai kapan?"

Kuletakkan lukisan itu disampingku. Ia mengamatiku.

Aku teringat saat kami menghadiri pertunjukan teater, ia duduk disampingku dan mengenggam tanganku. itu momen ketika aku melihatnya sebagai siluet.

"Ben, kamu masih ingat salju pertama tidak?" aku meminum teh hangat yang mamaku berikan, katanya aku sedang sakit maka dari itu aku butuh yang hangat hangat, padahal aku hanya Butuh Benoit.

"Iya saya ingat"

"Waktu itu kita buat snowman berdua, dan kau mengambil sesuatu disebrang jalan. Lalu kau tersenyum kepadaku disebrang sana, aku gugup sekali"

"Mengapa anda gugup?" Tanya dia heran

Aku sedang memikirkan mengapa aku gugup setiap ia tersenyum kepadaku?

"Karena seseorang menyebutku gila"

Semua teman kelasku menghindariku sejak aku dekat dengan Benoit. Hanya Bale yang selalu menghampiriku sambil membawa sesuatu untukku, aku tidak tertarik padanya dan sudah aku ucapkan padanya, namun ia keras kepala dan tetap mendekatiku.

Mamaku sendiri selalu membentakku dan memintaku untuk sadar, setiap kukatakan aku rindu Benoit.

"Nampaknya anda terlalu menyukai saya? Dan ini saatnya anda menghentikan semuanya dan tunggu saja saya"

"Kubilang aku tidak mau" aku mulai menangis.

Benoit membuatku bertahan hidup, dari semua rintangan dalam hidupku. Walaupun aku tidak tau dan tidak mengerti bagaimana kasih sayang seorang ayah, ia membuatku mengerti. Laki-laki lugu yang membuatku sangat bersemangat menjalani hidup.

Ia melindungiku layaknya ayah, ia juga selalu menyemangatiku dan hadir dalam mimpi mimpiku. Ia juga membuatku tidak mendengarkan Denting yang berbunyi dari dinding kamarku.

"Jangan menangis aku masih ada didekatmu, dan melindungimu walaupun didimensi yang berbeda" ucapnya dengan senyuman tertulus yang pernah aku lihat.

"BENOIT!!!"

Brakk

"Nana! Kamu sadar sayang, Tolong jangan seperti ini terus"

Mama memelukku dengan sangat rapat, kukatakan aku sedang serius tidak bercanda

"Mah, Benoit menyuruhku untuk meninggalkannya!" aku menangis dan kalung ini masih saja mengantung tepat dileherku.

"Tidak ada Benoit, sebenarnya siapa Benoit!" Mama menguncang tubuhku.

Itu yang ingin aku tanyakan pada diriku dan pada Tuhan, siapa Benoit? Siapa dia yang selalu ada disampingku? Aku ingin berada disampingmu, aku ingin ada kau jalan bersamaku. Tetapi Tuhan tidak menakdirkan kita.

"Berhenti terus berbicara pada lukisan itu Nana"

Aku ingin tau dimana dia? aku ingin tau mengapa ia hadir dimimpiku dan membuatku percaya bahwa dia ada, aku ingin tau. Setidaknya beri aku kesempatan untuk bertemu dengannya walaupun hanya sekilas dan bukan sekedar mimpi.

Aku masih mengingat bagaimana senyuman itu hadir.

Mama, aku menginginkan dua pria itu hadir. Ayahku dan juga Benoit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Snow(man)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang