Prolog

13 9 5
                                    

.
.
.

Bandung dan Segala Ceritanya

Bandung dan Segala Ceritanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.
.

Pada akhirnya, semua makhluk yang hidup didunia ini akan kembali kepada sang penciptanya. Membuat luka yang teramat dalam membekas pada makhluk yang di tinggalkan. Dan kita sebagai makhluk yang ditinggalkan hanya bisa mengikhlaskan kepergian mereka.

'ikhlasin kepergiannya ya, biru'

'ikhlasin ibu ya, biru'

Orang-orang menyuruh biru ikhlas untuk kepergian orang tersayangnya, menyuruh layaknya itu bukan hal berat yang harus dilakukan. Nyatanya, tidak.

Mengikhlaskan tidak semudah mengucapkannya. Ada sesak yang membelenggu di relung hatinya, membuat ia berat untuk melangkah.
Mengikhlaskan tidak semudah itu.

Pukul dua dini hari, waktu untuk semua orang beristirahat dari padatnya aktivitas. Biru terbangun dengan mata yang bengkak, berjalan kearah jendela dan membukanya. Sesak didadanya kembali hinggap saat ia mengingat sosok kirana —manusia favoritnya.

Tangannya mengambil sebuah foto polaroid yang berada di sakunya, mengusap foto itu dengan lembut seolah foto itu sangat rapuh dan mudah koyak. Air matanya jatuh lagi untuk yang kesekian kalinya, ia mengambil nafas yang dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Biru sangat sakit.

Sirine ambulan terdengar memekikkan telinga, membuat orang yang membawa kendaraan pribadinya harus menepi untuk memberikan akses jalan. Mereka tahu, pasti ada nyawa yang sekarat didalam mobil itu.

Biru tak hentinya menggenggam tangan gadis yang sedang terbaring dihadapannya. Sesekali ia usap tangan itu untuk memberikannya kehangatan.
"biru, sakit... " lirihnya. Demi apapun biru ingin menangis sekarang, tapi ia tahan sekuat tenaga. Wanitanya butuh sosok tegar yang menguatkannya, ia tidak boleh menangis supaya kiran tidak tambah sedih, pikirnya.

"iya, kamu tahan sebentar lagi ya? Bentar lagi kita nyampe"

"mata aku berat, biru"

"iya, tahan ya? Jangan sampai tidur ya na, liat aku aja"

Selepas biru mengucapkan kata itu, mata kiran tertutup sepenuhnya. Membuat jantung biru rasanya berhenti berdetak untuk sesaat. Tangannya ia coba untuk menyentuh menepuk pelan pipi kiran supaya bangun.

"bangun, na" ucapnya parau, tak terasa linangan air mata keluar dari pelupuknya. Biru menangis untuk pertama kalinya lagi setelah kepergian ibunya.

Mengingat kejadian itu, lagi-lagi membuat dadanya sesak seperti terhimpit oleh benda berat. sesak direlung hati tak bisa ia elak kembali. Air matanya jatuh, membuat sungai kecil mengalir deras dari pelupuk mata. Sakit rasanya melihat sang pujaan hati tekapar tak berdaya dengan darah dimana-mana.

Tangannya membekap erat mulutnya, supaya suara isak tangis tak terdengar kepenjuru ruangan. Tapi nyatanya yang ia lakukan sia-sia, isak tangisnya bertambah kuat membuat alunan nada menyayat hati terdengar keseluruh penjuru kamar.

Lalu ia menggelamkan kepalanya pada lipatan kedua tangan, mencoba menutupi wajah yang berderai air mata.

Tanpa biru sadari, ternyata dari tadi ada yang memperhatikannya. Tepat di pojok kamar, kirana diam membisu dengan kedua air mata yang berlomba jatuh. Badannya terjatuh karena kaki yang menumpu seluruh tubuhnya lemas tak bertenaga. Fakta yang ia terima tidak bisa ia elak, ia sudah tiada.

"tuhan, untuk sekali ini saja tolong kembalikan ragaku seperti semula. Hanya sebentar, aku ingin memeluk raga rapuh itu. hanya sebentar saja" panjatnya dalam hati.

Setelahnya ia menangis hebat dengan suara isak pilu yang menyayat hati. Pandangannya ia alihkan pada cermin yang berada tepat di hadapannya, tubuhnya terlihat tembus pandang dengan dress putih selutut. Lalu dengan perlahan, tubuhnya terlihat menjadi sedia kala. Tuhan mengabulkan permintaan terakhirnya.

Kiran mengusap wajahnya, mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. Lalu ia berjalan menuju biru yang sedang sibuk menenangkan dirinya sendiri. Tangannya merengkuh tubuh besar biru kedalam dekap hangatnya.  Dapat ia rasakan tubuh yang berada didekapannya ini menegang karena terkejut. Lalu perlahan kepala itu terangkat, menatap iris coklat kinan dengan sendu.

"nana? Ini beneran kamu kan?" tanyanya dengan suara yang parau  sambil mendekap erat tubuh kiran yang lebih kecil dari dirinya.

"iya, ini aku"

"kamu pasti kembali kan, na?"

Kiran melonggarkan dekapan biru, melihat mata sembab itu seksama lalu tersenyum teduh. Tangannya mengusap rambut biru dengan lembut.

"ikhlasin aku ya, biru" jawabnya. Lagi-lagi membuat air mata dari keduanya turun merembes begitu saja. Kiran membawa raga itu kembali kedalam dekapannya, dan dibalas oleh biru tak kalah erat.

Malam itu, seluruh rasi bintang rekam tatapan dua makhluk beda dimensi yang saling berlomba memberikan dekap terbaiknya. Melepas sejenak sesak yang mencekik kewarasan, meluruhkan segala sesal yang selalu bergemuruh di kepala setiap detiknya.

"Nana, ayo bertemu lagi dikehidupan selanjutnya sebagai dua insan yang ditakdirkan menua bersama."

.
.
.

Terimakasih untuk yang sudah singgah. Ditunggu kritik dan sarannya. Love u.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bandung dan Segala Ceritanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang