Cerita yang secara garis besar melodramatis pada momennya. Bisa juga dikatakan Kosmologis; menceritakan saat-saat awal terbentuknya duniamu. Duniamu sebenarnya terbentuk enam belas tahun yang lalu, namun saat itu, partikel pembentuk bintang (helium) saja bahkan belum terbentuk. Hanya akan memperpanjang cerita. Lebih baik juga kau tak ingat—jika bisa. Itu adalah dunia yang sangat tidak stabil. Namun pada cerita kita, tiga belas tahun yang lalu, telah banyak sekali hal dicampur adukkan; penampakan berbagai materi, prinsip-prinsip fundamental. Si Kampret berhasil diterima ke sekolah terbaik.
Sekolah Menengah Atas yang berhasil dimasuki si Kampret ini bukan main-main. Sekolah yang hanya ada satu-satunya di negara itu. Sekolah Kejuruan Negeri Khusus Fisika Nuklir. Tidak sembarang orang yang bisa melangkahkan kakinya melewati gerbang besar itu. Di hari itu, Kampret melakukan hal yang setiap penggila sains hanya bisa dambakan dalam mimpinya. Melewati gerbang itu dengan penuh harapan.
"Ini adalah awal yang baru," begitu kira-kira gumam Kampret.
Total ada 80 anak yang diterima masuk tahun itu. Dibagi menjadi tiga kelas. Itu adalah hari upacara penerimaan murid baru. Murid laki-laki dan perempuan membentuk barisan masing-masing. Kampret, tanpa rasa gugup, menyesuaikan diri dalam barisan. Sekilas saat, sebuah objek melintas melewati mata Kampret. Ia tak melihatnya dengan sempurna. Sedetik rupanya belum cukup. Bayangan tentang itu terus berada di pikiran Kampret hingga upacara selesai. Ada sesuatu yang berbeda yang mampu menarik perhatiannya. Dan seluruh murid masuk ke dalam kelas, memulai jam pelajaran pertama.
Jam pelajaran pertama merupakan waktu bagi para murid baru memperkenalkan diri. Seluruh murid menandai hari dengan wajah cerah, menjalani mimpi mereka. Tidak terkecuali Kampret. Mungkin itu adalah momen paling bahagia yang pernah dialami Kampret. Semua tersenyum. Memberikan sedikit biodata dirinya begitu giliran tiba. Beberapa orang memberikan lebih dari yang ditanya. Hingga akhirnya tiba giliran Kampret.
"Nama saya Kampret. Saya berasal dari Sekolah X. Tujuan saya masuk ke sekolah ini untuk menggali lebih dalam ke sumber sains. Saya ingin melihat kebenaran!" kata Kampret tegas dan meyakinkan.
Jawabannya mungkin seperti sesuatu yang hanya akan diucapkan seorang idealis. Tapi percayalah! Kebanyakan murid lain justru menjawab sesuatu yang seperti itu. Percaya diri, ambisius. Perlu beberapa murid lagi selesai mengumbar dirinya, hingga tiba perhatian ke bangku itu.
"Nama saya Komet. Saya dari Sekolah Y. Saya tak memiliki tujuan spesifik. Setidaknya cukup cerdas untuk bisa masuk sekolah ini."
Itu adalah jawaban yang mudah menempel di pikiran pendengarnya. Apalagi di dalam kelas itu, kelas penuh pemimpi, calon ilmuwan masa depan. Namun, meskipun telah mendengar jawaban itu, Kampret belum menyadari bahwa yang berbicara tadi ialah objek yang mengorbit di depan matanya tadi pagi. Jiwanya masih berbunga dengan fakta bahwa atmosfir kelasnya sesuai dengan yang ia bayangkan. Begitu saja, ia melupakan apa yang ada dalam pikirannya sejak tadi pagi.
"Memang seperti itu seharusnya! Anak muda harus bermimpi setinggi-tingginya. Tak akan dapat kesempatan jika sudah berumur," pikir Kampret.
Kau seharusnya merasa jijik, kan? Mengapa ia berpura-pura seperti itu? Ia bermain dengan hal-hal tak nyata seperti, "harapan" dan "cita-cita". Lalu, 'Hei! Bukankah jawaban orang tadi justru yang lebih menarik!? Bagaimana dia tak sadar! Apa ini! Plot cerita!?' adalah yang kubayangkan terjadi dalam pikiranmu kini. Soalnya aku yakin, kita tak akan berbeda jauh. Tapi disini kau harus paham. Kampret berbeda dengan dirimu, aku, ataupun laki-laki yang diterima di Sekolah Intelejen enam tahun yang akan datang.
Bulan-bulan awal berjalan sebagaimana mestinya. Kampret telah mengetahui bahwa Komet adalah yang dia lihat pagi itu. Warna dari para siswa bermunculan. Kesenjangan kemampuan mereka. Komet ialah murid paling kapabel di kelas itu—mungkin di angkatan itu. Sedangkan Kampret? Benar-benar luar biasa jawabannya. Tak dapat dipercayanya. Ia hanyalah murid RATA-RATA. Beberapa murid pun sudah terlihat bengeknya. Bahkan di taman Eden pun, hama tetaplah ada. Itu menyulut kemarahan, sungguh dalam jiwanya yang terdalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mémoire: Dark Matter
Детектив / ТриллерIa hidup di dunia berbeda. Menghirup udara, melihat warna; mengenali kebaikan, juga dosa yang berbeda. Tak ada catatan mengenai dirinya dimanapun. Namun ia adalah siapapun di seluruh dunia. Ia berbaur, tampak seperti orang-orang pada umumnya. -Kecua...