Tuhan Bersama Prasangka Hamba-Nya

77 13 6
                                    

Di bawah langit pagi yang cerah Intan memandangi gedung perusahaan tempat ia akan menjalani wawancara pertama untuk mendapatkan sponsor beasiswa kuliah. Hangat sinar matahari membuatnya terbakar semangat hingga tidak merasakan gugup sedikitpun. Dahulu ia merupakan pribadi yang penakut dan pesimistik, tetapi kini telah berubah menjadi pemberani dan optimistik. Hanya satu orang yang akan mendapatkan beasiswa kuliah S1 Matematika dari tiga orang yang dipanggil oleh perusahaan tersebut. Intan yang penuh percaya diri berhasil menjalani proses interview dengan baik hingga keesokan harinya ia mendapat telpon dari perusahaan yang menyatakan ia terpilih sebagai penerima beasiswa dan diperbolehkan sembari magang di waktu luang sehingga ia akan mendapat uang saku magang untuk biaya hidup.

Intan merupakan lulusan SMA Negeri favorit di Jakarta dengan nilai Ujian Nasional yang cukup tinggi terutama di pelajaran matematika, ia mendapat nilai 90. Namun, semua itu tidak didapat dengan mudah. Ia mengidap penyakit kejiwaan skizofrenia yang membuatnya memiliki kakak fiktif dan kesulitan membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Sebuah paragraf butuh dibaca ulang lebih dari lima kali untuk memahami apa maknanya di saat penyakitnya sedang kambuh, karena berkonsentrasi menjadi sesuatu yang sangat menyulitkan hingga membuat kepalanya sakit.

Walau Intan tidak normal seperti teman-teman yang lain, ia memiliki IQ 128 yang termasuk kategori superior. Hal tersebut terus-menerus membuat Intan meyakini bahwa dirinya tidak bodoh dan membuatnya tetap berjuang dalam pendidikan. Ia menyadari ada dua pilihan masa depan dalam hidupnya, pertama berakhir di RSJ (Rumah Sakit Jiwa), kedua berakhir di sebuah perusahaan besar. Penyakit skizofrenia yang telah diderita sejak usia 10 tahun sangat mungkin membuatnya berakhir menjadi tidak waras, namun IQ yang tinggi juga sangat mungkin membuatnya mampu melalui penyakitnya untuk meraih kesuksesan di perusahaan besar.

Disaat kakak fiktif Intan hadir, Intan menjadi sangat ketakutan, dikarenakan kakaknya sering melakukan kekerasan kepadanya. Saat hal itu terjadi, Intan secara tidak sadar telah melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri. Melalui sebuah rekaman CCTV di rumahnya, orang tua Intan menujukkan video yang memerlihatkan Intan berbicara sendiri dengan ekspresi wajah ketakutan hingga melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri. Namun, dalam ingatan Intan, ia tidak pernah menyakiti diri sendiri melainkan kakak fiktifnya lah yang menyakitinya. Intan memiliki ingatan yang salah di saat ia kambuh karena kesadarannya tidak dalam kendalinya. Alhasil ia sering menemukan bekas memar di tubuhnya jika orang tuanya terlambat menyelamatkan saat ia kambuh.

Kabar diterimanya Intan di sebuah perusahaan menjadi kabar yang sangat mengharukan bagi keluarganya. Ia berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi di bawah rata-rata sehingga orang tuanya tidak memiliki rencana untuk mendaftarkan kuliah karena keterbatasan biaya. Namun, takdir berkata lain. Doa yang kuat, keyakinan yang tinggi, dan usaha yang keras dapat merubah hidup siapapun menjadi lebih baik. Intan yang memiliki tekad besar untuk meraih pendidikan S1 dan menaikkan perekonomian keluarganya telah membuktikannya.  Di tengah kondisi mengidap penyakit kejiwaan yang tidak ringan, dirinya mampu meraih beasiswa kuliah dan mendapat uang saku dari magang.

Fakta tentang penyakit Intan tidak diketahui oleh kampus maupun perusahaan sponsor. Intan menyembunyikannya agar tidak dianggap remeh dan mencegah kemungkinan untuk digugurkan sejak awal seleksi. Ketika masuk kuliah, Intan sudah melalui 8 tahun perjuangan melawan penyakitnya sehingga sudah mulai bisa mengabaikan halusinasi saat di kampus atau di kantor. Namun, tindakan tersebut akan membuatnya menjadi sakit kepala, gemetar hebat, menggigil, kesemutan, mual, serta dipenuhi kegelisahan dan ketakutan. Saat hal itu terjadi, ia akan bersembunyi di toilet hingga sekitar 30 menit untuk membuatnya kembali normal.

Kemampuan Intan untuk berkonsentrasi telah meningkat walau belum sebaik orang rata-rata. Satu semester pun berlalu, Intan mendapatkan Indeks Prestasi 3,75 yang artinya melampaui target dari perusahaan yaitu 3. Nilai baik tersebut didapatkan dengan penuh rasa sakit karena dirinya masih sering kambuh saat sendirian. Memasuki tahun ketiga perkuliahan, mentalnya jatuh hingga berada pada titik mendengar suara-suara yang menyuruhnya mengakhiri hidup. Suara yang memberi ide tentang gambaran cara kematian adalah bagian dari penyakit skizofrenia.

Tuhan Bersama Prasangka Hamba-Nya (Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang