"Apa?! Dijodohkan?! Aish, aku tidak mau, Ayah!" teriakku sambil menggebrak meja makan."Hei, Yoon Mi! Ini semua demi kebaikanmu! Kau ini putri Ayah satu-satunya. Pewaris tunggal harta kekayaan Ayah. Kalau kau salah pilih suami kelak, bisa-bisa hancur sia-sia usaha yang sudah Ayah bangun selama puluhan tahun."
Aku mendengus kesal. "Ini sudah jaman modern Ayah. Sudah tidak berlaku yang namanya perjodohan."
"Ayah tidak mau tahu, kau harus menerima keputusan Ayah! Anak Tuan Kim itu tampan. Lagipula dia dari keluarga yang sebanding dengan kita. Dia juga sopan..."
"Aish, appa. Bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang tidak aku kenal sama sekali?!" selaku.
"Karena itu nanti malam keluarga Tuan Kim kami undang kesini untuk makan malam bersama. Kau bisa sekalian berkenalan dan mengenalnya lebih dekat."
Aku mengunyah sandwich dengan kasar lalu meneguk susu putih hingga setengah gelas. "Aku berangkat dulu Ayah, Ibu. Hari ini aku ada kuliah pagi."
Aku berjalan keluar setelah mencium pipi Ayah dan ibuku. Samar-samar aku mendengar Ayah mengataiku sembrono. Ah, aku tidak peduli.
---000---
Aku memarkirkan mobilku di depan Gardenia, taman botani mini buatanku dan sahabatku Xi Luhan. Sebenarnya aku tidak ada kuliah hari ini. Aku sudah membuat janji dengan sahabatku asal China itu untuk bertemu disini. Semenjak dia diangkat menjadi asisten dosen dia menjadi sibuk dan jarang menemuiku.
Aku mendekati semak Bearberry yang kutanam sekitar satu tahun yang lalu. Ah, sudah berbuah. Buahnya mirip buah Cherry hanya saja ujung buah Bearberry terdapat bercak-bercak kuning.
"Ehem!" terdengar suara seorang namja berdehem mengagetkanku. Aku berbalik dan mendapati sosok yang kurindukan ocehannya selama 1 bulan terakhir.
"Selamat pagi, Cantik..."
Pletakk! Kujitak dahinya yang -tumben- tidak tertutup poni. Ya... Penampilannya sedikit dewasa sekarang. Tampak dia tengah mengelus-elus dahinya sambil meringis aneh.
"Aku merindukanmu, Bebek Beijing bodoh!" aku tertawa lalu memeluk namja cantik itu erat-erat.
"Arrggghhh... Aku sesak nafas, Tupai Jepang idiot!" pekiknya.
Aku tertawa sambil sambil melepaskan pelukanku.
---000---
Kami duduk di bangku panjang di bawah pohon akasia besar di depan Gardenia. Kuperhatikan wajah Luhan yang tengah meneguh coke kalengan. Rambutnya kini model spyke berwarna hitam, tidak lagi pirang berponi seperti biasanya. Badannya juga terlihat lebih kurus. Padahal baru 1 bulan yang lalu aku tidak bertemu dia.
Luhan melirikku dengan ekor matanya. "Apa?! Kenapa kau menatapku seperti itu? Aku semakin tampan ya?!"
Kutinju lengan kurusnya yang tertutup T-shirt longsleeve berwarna dark blue. "Ya! Jangan besar kepala! Aku hanya memperhatikanmu. Kenapa kau kurus sekali sekarang? Apa pekerjaan asisten dosen terlalu berat? Kalau iya berhentilah, jangan dipaksakan! Nanti kau sakit aku juga yang repot!"
Luhan menutup kupingnya sambil menggeleng-menggelengkan kepalanya. "Ya, Tupai Jepang! Cerewet sekali kau ini!"
Aku memanyunkan bibirku. "Ya, Bebek Beijing! Aku cerewet demi kebaikanmu juga!"
"Iya... Aku tahu...," Luhan mengacak-acak rambutku. "Ada berita apa sebulan ini?"
"Hmm, Ayah... Dia ingin menjodohkanku dengan anak rekan bisnisnya."