Joia sempat mengira, kalau Tuhan terlampau memberi kesempurnaan dalam hidupnya.
Joia cantik, mudah baginya merebut hati siapa saja dengan satu senyuman. Ia punya kepercayaan diri yang lumayan, menambah daya pikatnya sebagai seorang perempuan. Jangan lupa kalau Joia punya kapasitas otak yang tidak bisa dipandang remeh. Joia juga memiliki Kala-gambaran laki-laki idaman bagi semua wanita.
Laki-laki yang selalu mendengarkan keluh kesah Joia. Laki-laki yang memberi punggungnya untuk membentengi Joia dari segala bahaya. Laki-laki yang memegang tangan Joia lembut, memberinya keyakinan bahwa segala derita di dunia ini dapat teratasi oleh Joia selama itu bersama Kala.
Bahkan tidak cukup sampai di situ, Joia juga memiliki calon mertua yang begitu menyayanginya.
Semua itu, membuat hidup Joia terasa sempurna.
Sampai datang kenyataan bahwa Joia adalah satu dari sekian banyak wanita yang memiliki kemungkinan kecil untuk menghadirkan kehidupan baru di dunia ini.
"Maaf cuma ada ini." Joia menyajikan segelas teh hangat di hadapan seorang wanita setengah baya. "Kalau Mami mau makanan yang lain, biar Jojo pesenin."
"Ini cukup kok." Sosok itu tersenyum pada Joia. Bagaimana bibirnya terlukis manis, mengingatkan Joia pada bagaimana Kala tersenyum. "Kamu duduk dong, Mami kan kepingin ngobrol sama kamu."
Joia mengangguk patuh, lantas duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan wanita yang melahirkan Kala ke dunia ini.
"Apa kabar?"
Pertanyaan sederhana, namun begitu menusuk perasaan Joia. Kenyataan pahit yang membuat Joia sesak adalah, Mami tetap bersikap baik padanya meski belum lama ini Joia membuat keputusan yang jelas mengecewakannya. "Maaf." Alih-alih menjawab pertanyaan Mami, Joia justru tertunduk penuh rasa penyesalan. "Jojo pasti bikin Mami sedih."
"Mami gak minta kamu minta maaf, Jo." Mami kembali menegaskam pertanyaan. "Mami tanya gimana kabar kamu?"
"Aku-" Harusnya Joia bisa menjawab dengan mantap meski dibumbui kebohongan. Menyelimuti kenyataan pahit dengan sepenggal kalimat baik-baik saja. Tapi untuk mengucapkan itu, rasanya bibir Joia tidak sanggup. "Kalau tehnya kurang manis biar aku tambahin gula." Joia berusaha mengalihkan pembicaraan.
Namun sayang, lawan bicaranya tak kalah pintar.
"Okey, kalau kamu mau Mami jujur." Mami menghela napas panjang, tangannya yang mulai keriput bergerak menyentuh jemari Joia. "Mami sedih waktu tahu kamu dan Kala putus."
Iya, kenyataan itu memang pahit.
Tapi mendengarnya, ada sebagian hati Joia yang berseru lega.
"Maaf, Mi." Joia berucap tulus.
"Tapi ada alasan lain yang bikin Mami jauh lebih sedih." Mami mengusap jemari Joia lembut. "Kamu gak cerita sama Mami kalau kamu sakit."
"Aku gak mau bikin Mami kecewa-"
"Dan kenyataannya Mami justru kecewa karena kamu gak cerita."
Wanita di depan Joia terlampau baik untuk menerima kekecewaan yang Joia beri.
"Mami kenal kamu bukan sebulan dua bulan. Udah bertahun-tahun, Jo. Di mata Mami kamu bukan pasangannya Kala, kamu itu anak Mami. Malahan, kalau boleh Mami tuker Kala sama kamu."
"Mi..." Joia meringis geli sekaligus sedih.
"Mami kepingin support kamu. Kamu tinggal di kota ini sendirian, Ayah Ibu kamu gak ada di sini, Mami pingin gantiin mereka jagain kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Que Sera? [TAMAT]
General FictionSeandainya Joia tidak bisa melahirkan seorang anak ke dunia, apa yang akan terjadi? Jika Joia memilih untuk melajang seumur hidup, apa yang akan terjadi? Kalau saja mimpi buruk tentang kesepian itu sungguh menjelma nyata, apa yang akan terjadi? Apa...