written by @ stobean
1,3k words | mention of blood | ignore the typos
Takashi Mitsuya itu aneh.
Sosoknya yang entah mengapa selalu terlihat kalem dan tidak banyak bicara itu selalu menimbulkan pertanyaan di kepala Yuzuha.
Mitsuya–ia memanggilnya.
Pemuda itu meski dikelilingi oleh banyak manusia 'tidak waras' yang hari-harinya hanya dipenuhi dengan kebut-kebutan, gila berkelahi–ia tampak seperti bukan bagian dari perkumpulan tersebut.
Senyum lembut yang selalu tercipta di wajahnya ketika Baji–teman sepermainannya melontarkan lelucon soal mobil bekas di depan toko kelontong yang dibakarnya kemarin malam. Ia sama sekali tidak melontarkan kata-kata seperti,
"Ngapain lo bakar mobil? otak lo udah pindah ke dengkul kah?"
Tidak ada yang seperti itu.
Mitsuya hanya tersenyum lembut lalu tertawa. Dan kemudiab diselingi oleh candaan temannya yang lain. Seolah memaklumi tingkah temannya yang diluar nalar.
Yuzuha tidak habis pikir.
Lelaki itu, yang dulu pernah ikut serta dalam misi penyelamatan Hakkai–adiknya, yang hampir saja mati di tangan kakak laki-laki tertuanya sendiri.
Siang di hari natal di sebuah gereja yang terletak di sudut kota tersebut Yuzuha dapat simpulkan satu hal, Mitsuya Takashi adalah seseorang yang kuat.
Sempat ia iri karena pria itu bisa melindungi Hakkai dengan gagah berani, sementara dirinya yang notabene adalah saudara kandung adiknya sendiri hanya bisa bergantung kepada sebilah pisau yang ditusukkan diam-diam di perut Taiju Shiba–kakaknya itu.
Sungguh pengecut, batin Yuzuha.
Dirinya yang selama ini selalu menggantikan Hakkai–menerima apapun hukuman yang diberikan Taiju untuk adiknya tersebut. Sebab tak akan pernah ia biarkan adik bungsunya itu terluka, tak ia biarkan Hakkai menangis sambil memanggil-manggil ibu mereka yang telah tiada.
Yuzuha hanya mengharapkan sebuah keluarga harmonis dan bahagia. Ia pikir meskipun ayahnya sudah pergi, bahagia dengan wanita lain, dan ibunya yang tak lama juga meninggalkan mereka karena sakit yang dideritanya–ia bisa mewujudkan mimpi itu. Meski hanya dengan Taiju, Hakkai, dan dirinya saja.
Namun apalah Yuzuha, ia hanya seorang manusia yang hanya bisa berangan-angan. Karena kenyataannya, untuk mencapai semua mimpi kecilnya itu, ia harus merelakan tubuh kecilnya dianiaya oleh anggota keluarganya sendiri.
Dan Mitsuya, yang saat itu tiba-tiba muncul bak pahlawan di hadapan Yuzuha–memberhentikan aksi nekat yang gadis itu lakukan.
Pemuda itu menahan pergelangan Yuzuha, mencegah gadis itu bertindak lebih jauh. Taiju sudah oleng ke lantai, jatuh terduduk sambil memegangi perut kirinya yang ditusuk belati dingin oleh adiknya sendiri.
Yuzuha sangat keras kepala saat itu, otaknya hanya penuh dengan bagaimana harus menghentikan Taiju yang seperti dirasuki setan yang asyik memberi bogem mentah di wajah Hakkai.
Ia lawan cegatan Mitsuya, sambil berbicara dengan tepi bibirnya yang robek–habis dipukul Taiju sebelumnya."Jangan halangin gue mitsuya," bergetar suaranya ia keluarkan. Seperti tak sanggup lagi untuk mengeluarkan kata berikutnya.
Yuzuha maju, ia putar lengan keras Mitsuya yang tengah menahan pergerakan lengannya itu.
"Cukup sampai sini, lo nggak boleh bertindak lebih jauh lagi."
Yuzuha abai, memangnya ia harus mendengarkan ucapan pemuda ini? Mitsuya mana tahu apa yang dilaluinya selama empat tahun ini, mana tahu dia seluruh penderitaannya saat di masa kanak-kanak dulu?
Dengan begitu, ketika tatapan Yuzuha yang sedingin es berhasil membuat Mitsuya tergelak sejenak, pemuda itu seperti ditarik oleh presensi gadis dihadapannya. Wajahnya yang babak belur dan datar, hampir tak berekspresi. Netra merah muda yang senada dengan helai rambut panjang bergelombang itu tampak kusut, tak menampik betapa terlihat menawan gadis dihadapannya saat ini.
Mitsuya tahu saat ini bukan waktunya untuk mengagumi seseorang, ia harus segera mencegah Yuzuha atau hal selanjutnya yang terjadi adalah yang terburuk.
Mitsuya maju selangkah, menahan lagi pergerakan gadis itu untuk maju menuju Taiju.
Yuzuha yang gelap mata melawan.
Namun kali ini pemuda bersurai ungu itu seperti tak peduli, tetes darah segar mengucur dari telapak tangan Mitsuya. Seketika bercampur dengan genangan darah Taiju di lantai marmer yang putih mengkilap tersebut.
Mata Yuzuha membelalak. Lantas ia mundur beberapa langkah, otomatis pisau yang sempat tertancap pada telapak tangan Mitsuya pun ikut tercabut.
Gadis itu memandang nanar pemuda dihadapannya, Mitsuya menunduk. Dengan bibir gemetar, air mata yang sudah menetes Yuzuha berucap dengan suara parau,
"M-ma-maaf aku, m–"
Kata-katanya terhenti ketika didapati Mitsuya–pemuda dihadapannya mengangkat wajah, menghadap tepat didepan Yuzuha. Matanya lurus memandang gadis itu.
Benar-benar tak seperti yang disangka, ia kira pemuda itu akan marah padanya dan kesakitan. Atau setidaknya menunjukkan raut wajah kesal karena Yuzuha melukainya. Namun salah besar, kenyataannya adalah saat ini Mitsuya tengah tersenyum, senyum hangat yang membuat kedua matanya terbentuk hampir menyerupai bulan sabit.
"Yuzuha, cukup ya? Luka Taiju lumayan dalam, dan dia juga kayaknya nggak bisa sembuh cepat. Lo sama Hakkai bisa pulang kerumah dulu, istirahat."
Yuzuha terdiam. Tangannya lemas, belati yang digenggamnya jatuh ke lantai yang langsung dengan sigap diamankan oleh Takemichi.
Tidak.
Yuzuha tidak tersentuh akan sederet kata-kata yang diucapkan pemuda didepannya ini. Tidak pula dengan apa yang ia katakan tentang Taiju.
Matanya menyorot bagaimana Mitsuya berbicara dengan begitu lembut, netranya yang menatap dirinya seolah-olah ia adalah presensi seseorang yang layak dikasihi. Bagaimana sudut-sudut bibirnya membentuk lengkungan indah, padahal dihadapannya Yuzuha sudah seperti ingin membunuhnya.
Saat Yuzuha masih tenggelam dalam lautan pikirannya sendiri, anggota geng Mitsuya yang diketahui Yuzuha bernama Tokyo Manji itu memasuki gereja. Mikey–sang ketua mendekati Mitsuya yang terkekeh melihat teman-temannya datang.
"Telat" katanya dengan nada ejekan.
Dihadiahi pukulan pelan dibahu dari Baji–yang rautnya terlihat seperti menahan emosi.
"Taiju bajingan, Black Dragon sialan. Bisa-bisanya bikin lecet wajah rupawan kapten divisi dua Toman!"
Mikey tersenyum, dirangkulnya Mitsuya lalu mendelik sinis ke arah Baji.
"Lo tadi ditelpon suruh kesini ngaret banget. 'Mitsuya ga mungkin kok babak belur, tuh orang badannya kayak tank' tuh temen lo bilang gitu."
katanya pada Mitsuya, lalu menunjuk Baji dengan dagunya yang dibalas decakan oleh pemuda itu.
Dan lagi, Mitsuya tertawa. Seperti kejadian yang baru saja terjadi itu bukanlah apa-apa.Mereka bertiga berjalan, dengan Mikey dan Baji merangkul Mitsuya yang setengah pincang, dan Takemichi–pemuda pemberani dengan wajah penuh memar mengekor dibelakang mereka.
Saat tepat disamping Yuzuha, Mitsuya menghentikan langkahnya yang otomatis Mikey, Baji, dan Takemichi ikut berhenti.
Yuzuha merasakan usapan pelan dipucuk kepalanya, sontak ia menoleh. Wajah babak belur Mitsuya yang dihiasi dengan senyum lembut serta netra violetnya yang masih seperti ingin menariknya jatuh kedalam–tertangkap oleh matanya.
"Baik-baik ya."
Begitu katanya.
Di gereja itu, di hari natal siang itu, adalah awal dimana sosok Mitsuya Takashi menyandang gelar sebagai pria paling aneh dalam hidup Yuzuha.
DERANA
KAMU SEDANG MEMBACA
DERANA✔️
FanficBagi seorang Yuzuha Shiba, Mitsuya Takashi tidak lain adalah sebuah epitome dari segala keanehan yang ada di dunia ini. NO WARNING! please leave vote and comment if you like my story, thank you! Disclaimer : Ken Wakui