01 | Desire Lines

3K 228 12
                                    

Seokjin membetulkan letak kaca matanya yang bergagang besi berwarna tembaga. Ia tersenyum tipis dan tetap tak terbaca seraya menggeleng pelan begitu menyadari ada seorang penyusup yang mengikuti kelasnya siang hari ini.

Penyusup itu duduk pada bangku pojok paling belakang. Melepas flat top cap sewarna celana jeans biru pudar yang dikenakannya, kemudian menyugar surai hitam arangnya menggunakan jari dengan asal-asalan. Ia mendongak dan melemparkan senyum miringnya ketika menangkap basah Seokjin yang tengah memperhatikan tingkahnya.

Seokjin berdeham sebelum detik berikutnya melengos kembali pada layar komputer di atas meja pengajar. Jari telunjuknya menggulirkan roda mouse untuk mencari materi yang akan diajarkannya pada pertemuan pertama. Ia sudah mengantongi nilai kuis pre-class semalam dan akan membagikannya usai kelas berakhir.

Asal mahasiswanya tidak terlambat dan tidak mengacau di kelas, Seokjin juga tidak akan mengusik mereka. Itulah alasan mengapa Seokjin tidak mengusir Namjoon meski pemuda itu tidak kebagian kelasnya pada saat berebut mata kuliah secara online.

Hari ini Seokjin mengenakan kemeja biru langit bersulam bordir, bagian depannya dilengkapi empat saku yang menjadikannya terkesan semi formal. Seokjin membelinya minggu lalu di sebuah situs online hanya karena terkesan dengan nama model kemeja itu, guayabera.

Seokjin melepas cardigan kelabu yang melapisi guayabera lengan pendeknya dan menyampirkannya ke badan kursi sebelum ia melangkah ke tengah kelas.

Seokjin menikmati perannya sebagai seorang pengajar. Menyukai ketika semua mata memperhatikan dirinya yang tengah menuangkan ilmu dan tersenyum bangga menimpali pertanyaan ataupun sanggahan dari mahasiswa yang menguasi materinya dengan kritis.

Namun, agaknya Seokjin tidak menyangka bahwa Namjoon benar-benar tertarik dengan kelasnya. Pemuda itu mengacungkan tangan usai Seokjin melemparkan pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh mahasiswanya. Tentu saja Seokjin sangat menghargai antusias Namjoon dan mempersilakannya untuk menjawab.

"Pembalikan tanah, pemberian pupuk kompos, pemberian kapur untuk menetralkan keasaman tanah dan rotasi tanaman memang pada umumnya dilakukan untuk mengembalikan kesuburan tanah yang tandus."

Namjoon menaikkan salah satu alisnya begitu menyadari langkah kaki Seokjin yang mendekat ke arahnya. Seokjin bersandar pada tembok tepat di sebelah kursi Namjoon dan melipat tangannya di depan dada. Mengangguk kecil untuk mempersilakan Namjoon melanjutkan penjelasannya.

Mungkin orang lain akan terjepit pada jarak sempit antara kursi Namjoon dengan tembok kelas, namun Seokjin berhasil menyelip dengan kaki jenjangnya yang kurus. Mendekat pada seorang alpha yang tengah menekan geraman liarnya sekuat tenaga.

"Tapilahan tandus di Northern Ville terbentuk dengan kasus yang berbeda. Beratus tahun lalu, penjajah menjadikannyaladang wolfsbane* dan racun dari bunganya terserap hingga ke lapisan tanah terdalam." Namjoonmemilih untuk memunggungi Seokjin, menyampaikan sependek pengetahuannya padamahasiswa lain dengan pembawaan yang santai dan percaya diri, seolahia memang datang sebagai asisten dosen.

"Jadi cara umum sulit untuk mengatasi kasus lahan tandus di ladang neraka itu—ah, maaf, maksudku lahan di Northern Ville."

Seokjin berusaha untuk tidak ikut tertawa seperti mahasiswa lainnya. Tapi ia turut menikmati penjelasan yang diberikan oleh Namjoon. Pemuda itu masih kerabat dekat dari petinggi kaum werewolf. Seokjin menduga pasti Namjoon mempelajari sifat dan kasus dari berbagai wilayah secara turun-temurun. Sekaligus sebagai bekal ilmu apabila suatu saat akan maju menjadi pimpinan dari kaum werewolf.

Bahkan ia berencana untuk memberi saran agar Namjoon cepat pergi ke kantor akademik usai kelas ini guna mengurus permohonan tambahan kuota bagi mahasiswa yang benar-benar ingin mengikuti kelas Seokjin.

Spring Bliss [Namjin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang