Terhitung empat tahun lama nya ia mendekap di atas loteng ini, bertugas membersihkan semua sudut ruangan hingga meninggalkan pendidikannya.
Seo Donghyuck, pemuda kecil berusia dua belas tahun yang harus mengalami masa-masa sulit saat ia menginjak umur yang ke 8. Hari yang tak pernah disangka, kejahatan mereka tertutupi dengan wajah manis yang mereka punya, sehingga ayah nya terbuai dan tak menyadari hal itu.
Benar, hanya Donghyuck dan adik kecil nya; Seo Chenle yang merasakan semua penderitaan yang terjadi di kediaman keluarga Seo.
Terhitung sudah tiga tahun Sang ayah meninggalkan mereka berdua dengan empat iblis di dalam rumahnya.
Entah bagaimana seorang Donghyuck bisa menggambarkan ibu tiri serta ke tiga kakak tiri nya yang amat kejam.
Bagai cerminan, setiap kali Donghyuck disuguhkan film disney bertajuk 'Cinderella', lelaki bermarga Seo itu merasakan ada banyak belati yang menusuk hati nya. Sangat sakit sekali.
Tidak mau larut kesedihan terlalu lama, Donghyuck kembali melanjutkan acara mengepel nya. Toh, ia juga sudah biasa.
"Ya! Donghyuck! Dibagian sana belum kau pel? Kerja yang benar! Jangan sampai membuat ku marah hingga menambah pekerjaan mu!" Suara memekik dari lelaki bersurai coklat itu membuat Donghyuck menghentikan aktivitasnya dengan menunduk.
"Dengarkan apa kata abang mu bodoh!" Lelaki dengan baju santai menghampiri Donghyuck dengan membawa sebatang nikotin nya.
"Turuti perintah kami atau kesehatan mental dan fisik mu taruhan nya." Desis lelaki bersurai legam itu.
Tangan kiri lelaki bersurai legam tersebut menarik rambut Donghyuck kebelakang membuat Sang empu menengadah keatas, sedangkan tangan kanan yang mengapit nikotin nya ia arahkan ke pipi Donghyuck, menempelkan ujung nikotin itu pada pipi gembil Donghyuck membuat Sang empu mengaduh kesakitan.
"S-sakit hyung.." lirih nya mencoba untuk tidak menumpahkan air mata.
"Kau! Jangan sakiti hyung ku lagi!"
Donghyuck terkejut, mendapati adiknya di ambang pintu dengan raut wajah merah padam.
"Waw, Renjun-ssi lihat lah, kita disuguhkan dengan adik tiri kita yang melawan. Kita apakan sebaiknya?"
Lelaki bertubuh mungil dengan rambut coklat nya tertawa remeh.
Ia menghampiri Chenle yang berdiri lumayan jauh darinya dan menyeret Chenle membuat anak tersebut menjerit.
"Hanya dengan menempelkan ujung nikotin mu tidak akan membuat kita puas, Jen," perkataan Renjun berhenti sebentar, ia menatap Chenle dan Donghyuck bergantian.
"Kita siksa dia lebih parah lagi." Lanjut Renjun dengan tawa iblis nya.
-
"C-cukup! Jangan sakiti adik ku! Akhh-" dengan sisa tenaga yang ia punya, Donghyuck memohon kembali pada kedua saudara tirinya. Keadaan Chenle mengenaskan, dengan posisi digantung terbalik dan beberapa luka sayatan cutter yang Jeno gunakan pada wajah maupun leher anak itu. Chenle sudah tidak sadarkan diri, pasokan oksigen nya sudah melemah akibat posisi tubuh nya yang terbalik.
Donghyuck menangis sejadi-jadinya, menghiraukan Renjun yang terus saja mengukir sesuatu di tubuh nya dengan pisau dapur.
"Oh, ayolah Hyuck, jangan seperti anak kecil. Adik mu pasti akan beristirahat setelah ini.." ucapan lirih Renjun membuat Donghyuck memejamkan matanya, terlebih lagi Renjun tertawa miris tepat di telinga kiri Donghyuck.
"Hah.. aku belum puas jika baju ku belum ternodai oleh darah mu.. apa aku harus melakukannya lebih gila lagi?"
"Cukup, aku bilang cukup!" Donghyuck kembali menangis, menatap adik nya dengan wajah pasrah.
"Ah.. aku kasihan dengan mu, baiklah kita sudahi permainan ini. Ayo, Jen. Kita harus ke sekolah."
Dengan tenaga nya, Renjun menancapkan ujung pisau dapur itu pada paha Donghyuck, membuat Sang empu berteriak kesakitan.
Renjun dan Jeno meninggalkan dua kakak beradik itu dengan perasaan kurang puas, karena pagi ini mereka harus 'mengakhirinya' sebelum Sang ibu berceramah kembali.
"P-papah, aku ingin ikut dengan mu.." Donghyuck menatap langit-langit kamar dengan tangisan yang tak kunjung berhenti.
Dengan sisa tenaga yang dipunya nya, Donghyuck menggigit pemegang pisau itu dan menarik nya keluar.
Perih? Sangat, tapi hati nya lebih perih dengan melihat kondisi Sang adik.
Dengan tubuh yang gemetar, Donghyuck berhasil membuang pisau itu dan mencoba membuka ikatan yang melilit di kedua tangannya.
Darah segar dari dalam tubuhnya terus berlomba-lomba untuk keluar, hingga menutupi paha putih lelaki itu.
Donghyuck hanya tidak menyangka jika saudara yang seumuran dengannya; kecuali Renjun yang lebih tua setahun, bisa menyalah gunakan sebuah pisau dan cutter.
Ikatan pada pergelangan tangan Donghyuck tidak terlalu kuat, sehingga memudahkan lelaki itu melepaskan ikatannya.
Donghyuck jatuh ke lantai saat ia sulit menyeimbangi dirinya setelah beranjak dari kursi kayu.
Lelaki berumur dua belas tahun itu mengerahkan seluruh tenaga nya untuk menolong Sang adik. Disaat tangan kecil itu menggenggam tangan yang lebih kecil, Donghyuck merasakan jika tubuh Chenle sudah sangat dingin. Tak luput dengan wajah nya yang membiru.
Donghyuck bangkit dan membuka ikatan yang membuat kulit kaki adik nya mengelupas, segera Donghyuck tahan kepala Sang adik agar tidak terbentur lantai.
"Le, bangun! Bertahan, jangan tinggalkan hyung sendirian disini.." Donghyuck memangku kepala adik nya, wajah adik nya basah karena air mata Donghyuck yang terus berjatuhan.
"Ya Tuhan, selamatkan adik ku."
Ini bukan akhir maupun pertengahan, ini adalah awal mula dimana saudara-saudara nya berperilaku lebih kejam dari tahun sebelum nya.
Masih banyak lembar kehidupan yang harus Donghyuck serta adiknya lewati, ia hanya berharap jika akhir dari cerita hidupnya ini happy ending sama seperti film disney Cinderella.
mohon dukungannya ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella [Lee Haechan]
Fanfiction⚠mature content! ⚠boys love Simpel saja, Donghyuck bukan Cinderella yang akan dijemput oleh pangeran nya. Sampai kapan ia harus menanggung beban ini diusianya yang masih dibilang sangat muda?