Shim Jaeyoon x Lee Heeseung
Fanfiction by aceiys_nana###
Sediakala tak lagi dapat mewakili keadaan. Bukan kacau balau, sebetulnya. Hanya saja kita sama-sama berpaling, memilih abai dan menyesuaikan diri dengan kamuflase pada kehidupan sehari-hari.
###
Jangan ditanya bagaimana akannya. Semua tampak sebagai membosankan, bahkan di hari datangnya ia di dunia. Semua berjalan biasa saja di bilik yang melindung rantau satu itu. Pergulatannya dengan selimut pada pagi hari, terutama. Semua masih berjalan biasa, walau orang lain berkata hari istimewanya telah datang bersuara.
Di awang plafon putih itu, perlahan ia membuka mata. Menyapa dunia, bukan lagi datang seperti histori yang dijadikan lambang penanda untuknya. Angka lima belas di lembar kalender bulan November, pada abad dua puluh yang melebih dua puluh satu tahun. 15 November 2021, sorot usia mendaki rakitan sintetis hidupnya.
Ketika ponsel menyala memberi sapaan berupa sambutan ulang tahun dari kerabat dan teman, senyum hanya dapat mengembang di ufuk kurva rupa yang berkaitan. Pandemi telah menjerat dalam sangkar bayang-bayang korban jiwa, maka komunikasi sebatas media sosial telah jadi hadiah luar biasa baginya.
Jari-jari itu melaksanakan titah pikiran. Merangkai kalimat yang setara dengan kuadrat berterima kasih. Sekedar merangkai kata sesuai isi hati, kemudian membiarkan tombol kirim mengambil kendali. Hanya itu yang terlaksana di balik dinding rumah huni seorang diri.
Di hari yang biasa saja seperti ini, baginya, ia hanya perlu menjalankan aktivitas layaknya koloni manusia pada umumnya. Memanfaatkan kandungan oksigen pada payung atmosfer untuk kehidupannya, di samping mulai meracik makanan sederhana untuknya. Terlalu malas menapakkan jejak kaki ke luar lingkungan untuk sekedar membuang waktu membeli sarapan, katanya.
Belum saja satu atau dua kerabat dan teman menyambar bak petir memikat awan mendung di udara, sarapan itu penting, buang-buang waktu katamu? Kata buang-buang waktu itu mustahil untuk hal penting yang dinikmati, kali.
Terlampau hafal dengan berbagai ocehan yang menghias hidupnya selama ini. Mengingatkannya atas sebuah kenangan lama yang tersimpan dalam folder bahagia. Saat itu, ketika tatap masih nyata, saat di mana kontak lebur padunya. Saat di mana bicara basa-basi telah jadi urusan, bahkan perihal hari yang terlewati dirasa penting untuk dijadikan bahan obrolan.
Memang nyatanya semua tak ada yang abadi di dunia. Kukuh telah jadi kiasan belaka, jika saja memang suatu hal yang disenangi dapat terselamatkan dari guratan perpisahan usul si pena takdir.
Figur potret berukuran terbatas yang terbingkai sempurna di atas meja menjadi sumber ingatan, mengenai "seseorang". Figur yang tergeletak di sana diraih buku-buku jemari, dibuai oleh penyebab genggaman mudah tercipta antara keduanya, dahulu kala.
Belah bibir yang terbiasa menebar senyum dan semangat pada sekitar itu kembali membentuk lengkung di rupa. Di sela-sela hilangnya ia pada memori yang tersisa, gumam tak dapat dihentikan oleh sadarnya yang tak seberapa.
"Hai, Kak? Aku tak dapat lagi menepi, terlebih lagi debur ombak telah membawa pergi. Aku ulang tahun. Dulu, kamu berdiri di ambang pintu, datang bawa kue buatan sendiri. Sekarang, apa kabar? Apa studimu di negara seberang berjalan lancar?" Gumamnya saat sadar tak lagi berkuasa. Menenggelamkan ia sepenuhnya pada lautan kenangan. Melupakan fakta semua telah berakhir karena putusan keduanya, sebab indahnya ukiran yang tercipta telah abadi diupayakan semesta.
Ketika resolusi tak lagi jadi bahan akhir cerita, sebab terhenti pada klimaks komplikasi yang menggemuruh dengan rela belum menumbuh. Maka lelaki bermarga Shim yang merayakan hari lahirnya saat ini kerap menatap figur itu bagai hari-hari biasa. Sebab hingga satu lustrum melewat detik ini, hatinya tetap saja berlabuh pada pemuda Lee yang memegang jenjang satu tahun di atasnya.
✿✿✿
Bahkan ketika hari lain yang kulewati tanpamu telah hambar, tak berarti. Labuhku tetap padamu, walau kita tak lagi saling memiliki.
✿✿✿
END