Arthuria Pendragon, Raja Inggris dan Raja Ksatria, terlempar dari tempat peristirahatannya—sebuah ruang tanpa waktu di mana ia telah menunggu selama berabad-abad.
Menembus tabir realitas, ia termanifestasi dalam batas-batas lingkaran pemanggilan. Sekali lagi, ia adalah seorang Servant—roh pahlawan yang dipanggil dari Tahta Pahlawan.
Dulu, ia mencari Cawan Suci dengan penuh keyakinan, percaya bahwa keajaiban itu dapat memperbaiki kesalahannya. Namun, setelah perjalanannya dengan Emiya Shirou dan Tohsaka Rin, ia sadar bahwa keinginannya hanyalah sebuah egoisme yang menyamar sebagai kebajikan.
Ketika cahaya pemanggilan meredup dan matanya terbuka, ia mendapati seorang pemuda berambut gelap duduk di hadapannya. Napas pemuda itu terengah-engah, tangan kirinya mencengkeram luka yang masih mengalirkan darah. Tatapan matanya menyiratkan keterkejutan, bercampur dengan perhitungan yang tajam.
Arthuria segera memperhatikan kondisi pemuda itu—luka-lukanya tidak dalam, namun memar yang menghiasi sekujur tubuhnya menunjukkan bahwa ia telah melalui pertarungan sengit. Jika pemuda ini memang Masternya, maka ia berharap ia adalah seseorang yang cukup kompeten.
Namun, pengalaman mengajarinya untuk tidak menggantungkan harapan terlalu tinggi.
Sebelum ia bisa berbicara, pemuda itu sudah berusaha berdiri, tangan kanannya meraih gagang pedang di sisinya. Arthuria menyadari maksudnya.
Ia tidak menginginkan dirinya.
Arthuria tidak terkejut. Ini bukan pertama kalinya ia mengecewakan ekspektasi seseorang yang memanggilnya. Dan mungkin, ini juga bukan yang terakhir.
Tapi sebelum pemuda itu bisa mengayunkan pedangnya, Arthuria lebih dulu bertanya, suaranya tegas dan menuntut perhatian, penuh wibawa seorang raja.
"Setelah pemanggilan yang kau lakukan, aku telah menjawabnya. Maka, aku bertanya kepadamu—apakah kau adalah Masternya?"
Pemuda itu terdiam sejenak. Matanya yang merah menyala bertemu dengan mata hijau Arthuria, seolah mencoba membaca jati dirinya.
"Apakah aku—?" Suaranya terputus, nada bicaranya begitu datar, seolah tidak menyiratkan rasa sakit atau emosi apa pun.
Arthuria sempat terkejut. Suara itu… begitu familiar. Mirip sekali dengan Emiya Shirou.
Menarik… setidaknya dia tahu bagaimana mengendalikan dirinya, terlepas dari keadaan tubuhnya, pikir Arthuria.
Namun, ia menepis pikirannya dan kembali berbicara, kali ini lebih tegas.
"Aku adalah Servant Saber. Dipanggil untuk menjadi pedang dan perisai Masternya dalam Perang Cawan Suci. Aku bertanya sekali lagi—apakah kau adalah Masterku?"
Pemuda itu menghela napas sebelum mengakui, "Akulah yang memanggilmu." Namun, kata-katanya belum selesai. "Tapi aku bermaksud memanggil sesuatu yang lain."
Arthuria menatapnya tanpa ekspresi. "Terlepas dari niatmu, kau adalah Masternya sekarang."
Ia melirik ke tangan pemuda itu, di mana Segel Perintah kini terukir jelas di kulitnya. Arthuria berharap bahwa, seperti dalam kasus Shirou, pemanggilan yang tidak disengaja ini tidak mengikatnya sepenuhnya.
Kerja sama adalah satu hal. Perbudakan adalah hal lain.
Bahkan raja yang gagal sepertinya enggan menerima perintah secara paksa. Berlutut kepada seseorang hanya karena kebetulan adalah sesuatu yang tidak ingin ia ulangi lagi.
Pemuda itu melirik tangannya dan mengernyit saat menyadari keberadaan Segel Perintah. Namun sebelum ia bisa berkomentar lebih lanjut, ia tiba-tiba membeku.
"Sial," umpatnya, lalu berbalik.
"Aku tidak tahu siapa atau apa kau, tapi saat ini aku sedang bertarung dan tidak punya waktu untuk berurusan denganmu. Jika kau ingin hidup, pergilah sekarang juga. Dia berbahaya."
Arthuria tetap diam.
Pemuda yang kasar ini mungkin bukan Masternya yang ideal, tapi fakta tetaplah fakta—ia telah memanggilnya. Dan yang lebih penting, meski tubuhnya penuh luka, Arthuria tidak merasakan mana sedikit pun dari dirinya.
Bahkan seorang manusia biasa seharusnya memiliki sedikit energi yang mengalir dalam tubuhnya. Tapi pemuda ini… kosong.
Namun, itu bukan masalah utama saat ini.
Arthuria melirik ke arah pintu. Bahayanya semakin dekat.
Ia mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, sebuah pedang tak terlihat muncul di genggamannya.
Menunjukkan nama asli pedangnya sama saja dengan menyerahkan kelemahannya. Lagipula, ia adalah salah satu Raja Legendaris yang paling dikenal dalam sejarah. Semua orang tahu bagaimana Raja Arthur dikalahkan… dan pedang legendaris yang ia gunakan.
Pintu meledak.
Kabut putih yang beracun mengalir masuk, menelan ruangan dalam asap tebal. Masternya baru saja hendak melompat menyerang, tapi Arthuria lebih cepat.
Ia menerjang, menebas dengan presisi seorang ksatria yang telah melalui ratusan pertempuran. Sosok di balik kabut terhempas ke belakang, menghantam tembok dengan keras.
Arthuria mendarat dengan mulus di depan Masternya, tubuhnya bersiaga dalam posisi bertahan.
Di belakangnya, pemuda itu memandangnya dengan ekspresi heran.
Namun, Arthuria tidak punya waktu untuk memikirkan itu.
Dari balik kabut, sosok itu berdiri. Tangannya menekan luka di dadanya, darah merembes di antara jari-jarinya. Kini Arthuria bisa melihatnya dengan jelas.
Seorang pria tinggi, dengan wajah pucat yang tidak wajar. Rambut hitam panjangnya tergerai, menampilkan anting-anting aneh yang menggantung di telinganya. Pakaiannya cokelat dan compang-camping, tubuhnya lentur seperti ular.
Namun, yang paling mengerikan adalah matanya yang berwarna kuning—dan senyum bengkok yang menghiasi wajahnya.
"Sekarang, siapa temanmu ini, Sasuke-kun?" katanya, suaranya licin seperti racun. "Aku tidak tahu kau membawa seorang gadis ke sini."
Arthuria merasakan bulu kuduknya berdiri. Suara itu… intonasinya terlalu halus, terlalu tenang.
Ia tidak tahu siapa pria ini, tapi ia bisa merasakan aura kebusukan yang mengelilinginya.
Tiba-tiba, pria itu membuka mulutnya lebar-lebar—lebih lebar dari yang seharusnya bisa dilakukan manusia.
Tangan putih pucat menyembul keluar dari dalam mulutnya, menarik rahang atas dan bawahnya ke samping. Perlahan, ia mengupas dirinya sendiri, seolah sedang melahirkan ulang tubuhnya sendiri.
Ia keluar dari kulitnya sendiri tanpa meninggalkan luka, tubuhnya kini dilapisi lendir kehijauan yang menjijikkan.
Dan yang paling mengganggu adalah—ia masih tersenyum.
Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Arthuria merasakan sesuatu yang tidak biasa mengalir dalam dirinya.
Jijik.
Wajahnya menegang, giginya mengatup.
"Kekejian macam apa kau, iblis?" desisnya.
Pedangnya semakin erat dalam genggaman. Arthuria Pendragon, Raja Ksatria, telah siap untuk bertarung.
To be Continued•
•
•
•
•
•Jangan lupa votenya💚

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐃𝐢𝐟𝐟𝐞𝐫𝐞𝐧𝐭 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝 - Naruto x Fate Series
Fanfiction"Aku bertanya padamu, apa kau adalah masterku? Alih alih memanggil hewan kuchiyose miliknya, Uchiha Sasuke justru mendapati seorang gadis berdiri di depannya. "Siapa kau?" 𝙰𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚝𝚎𝚛𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚍𝚒𝚜𝚒𝚗𝚒? Disclaimer : © Fate series mili...