Didampingi oleh asistennya, tabib yang menangani pelayan Zovana memberikan penjelasan sebelum mereka pergi. "Lukanya memang tidak terlalu parah, tapi akan lebih baik jika dia menghabiskan waktu untuk beristirahat."
"Your Highness, saya rasa luka yang didapatinya kali ini sama seperti luka milik anda," imbuhnya.
Kening Zovana bertaut. "Maksudnya dalam hal 'sama'?"
"Goresan luka tersebut terlihat tipis jika dilihat dari luar. Namun jika anda tidak lupa, luka itu sebenarnya sangat dalam dan hampir menyentuh organ dalam anda. Sepertinya pelaku ini menggunakan senjata yang sama untuk menyerang." Zovana terdiam. Butuh beberapa detik untuknya memahami penjelasan dari tabib, kemudian ia mengangguk.
"Baiklah, aku mengerti."
"Kalau begitu saya pamit undur diri, Your Highness."
Tabib beserta asistennya pun pergi meninggalkan Zovana dengan pelayannya yang terlelap karena efek dari ramuan yang diberikan. Lama ia menatap Leah, Zovana memutuskan untuk pergi ke ruang kerjanya. Melewati lorong yang minim cahaya, membuat Zovana waspada terhadap sekitar. Siapa tahu jika masih ada penyerang yang bersembunyi di sudut paling gelap.
Ruangan yang sudah lama tidak ia tempati, nyatanya masih terawat dengan baik. Zovana berjalan menuju meja kerjanya dan membuka salah satu laci paling bawah. Terdapat sebuah karambit yang masih tersimpan di dalam setelah insiden penyerangannya beberapa waktu lalu. Ia mendekatkan karambit itu pada lilin untuk melihat detailnya. Pada pegangan karambit, terukir kelopak mawar yang begitu sempurna. Ibu jarinya mengelus ukiran tersebut, lalu mengembalikannya kedalam laci.
Zovana menopang dagunya dengan menatap lurus ke depan. "Apa dalang ini adalah orang yang sama?"
Setelah kesadaran Leah kembali, Zovana mengajak perempuan itu untuk makan malam bersama. Suasana terasa begitu tenang. Keduanya menikmati hidangan yang telah disajikan oleh tiga koki pribadi Zovana, yang baru saja kembali dari masa liburannya.
Tak terasa hidangan mereka sudah habis dan ini waktu yang tepat untuk Zovana mendengarkan cerita lengkap dari Leah. "Selama aku pergi, apa saja hal yang telah terjadi di sini?"
Leah menunduk dan melirik takut pada putri bungsu pemimpin mereka. Ia berusaha menormalkan detak jantungnya agar tetap tenang dan tidak gugup saat menjawab pertanyaan Zovana.
"Pagi itu, kami semua menikmati waktu bersama di halaman asrama. Kami semua berencana untuk menyambut kedatangan Putri dengan mengadakan pesta kecil-kecilan. Akan tetapi ...." tanpa sadar ia meremas roknya hingga lusuh dan menahan air matanya agar tidak lolos begitu saja. Zovana yang menyadari hal itu hanya diam, menunggu kelanjutan dari cerita Leah.
"Akan tetapi sesuatu terjadi begitu cepat. Belasan orang berjubah datang dari halaman belakang, menyerang kami yang berusaha melawan. Karena saya tidak cukup kuat untuk melawan, saya berpura-pura tidak sadarkan diri dan mereka berhasil membawa teman-teman yang lain pergi."
Karena tidak bisa dibendung, Leah menangis sejadi-jadinya mengingat kejadian buruk itu. Jika saja mereka memiliki pengetahuan bela diri, mungkin hal ini tidak akan pernah terjadi. Leah tiba-tiba bersujud di hadapan Zovana membuat perempuan itu terkejut. "Saya mohon, Your Highness. Tolong selamatkan mereka, bawa mereka kembali kesini!"
Zovana berjongkok. Mengusap punggung Leah dan menatapnya prihatin. "Tenangkan dirimu. Aku akan berusaha mencari keberadaan mereka, tapi aku tidak berjanji bisa membawa mereka kembali."
"Terimakasih, Your Highness! Terimakasih!"
☆ ☆ ☆
Di pagi hari yang berkabut, Zovana berdiri menghadap air mancur yang terdapat sebuah patung seorang wanita di tengahnya. Ia melamun dan tidak menyadari keberadaan seseorang di belakangnya.
"Apakah patung itu terlihat sangat menarik?"
Tersadar dari lamunan, sontak Zovana berbalik dan mendapati Aladar berdiri menjulang menghadapnya. Senyumnya pun mengembang. "Selamat datang, Pangeran Aladar."
Aladar mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum tipis. "Terimakasih atas sambutannya, Putri Zovana. Ngomong-ngomong saat aku menginjakkan kaki di sini, apakah suasananya memang sepi seperti ini?"
"Benar, Pangeran. Hanya ada tiga koki dan beberapa pengawal yang bekerja di sini."
"Tidak ada pelayan sama sekali?"
"Ah, itu ...." Zovana menggantung ucapannya membuat Aladar penasaran. "Kenapa?" tanya pria itu tidak sabaran.
"Aku memberhentikan beberapa pelayan dan menyisakan satu orang, demi menghemat pengeluaran," sambungnya.
"Benarkah?" tampaknya jawaban Zovana kurang memuaskan bagi Aladar. Tanpa sadar Zovana berjalan mundur hingga terhimpit oleh air mancur, sedangkan Aladar terus mendekati Zovana dan menghapus jarak diantara mereka. Pria itu sedikit menunduk tepat di telinga Zovana, lalu berbisik, "wajahmu seperti menyimpan sesuatu, Putri."
Wajah Zovana langsung berpaling, saat merasakan hembusan nafas Aladar yang membelai telinga dan pipinya. Zovana berdehem, kemudian mendorong pelan tubuh tegap Aladar agar menyingkir darinya. "Lagipula, sekalipun aku menyimpan rahasia, itu sama sekali tidak ada hubungannya denganmu, bukan?"
"Karena pangeran sudah jauh-jauh datang kemari, aku akan mengajak pangeran berkeliling kastil, mari!" ajak Zovana.
Ia berjalan mendahului Aladar dan tidak berniat menengok ke belakang. Tidak peduli Aladar sudi mengikutinya atau tidak, Zovana tetap melangkahkan kakinya menuju danau buatan yang dikelilingi oleh ribuan pohon pinus. Meski sebagian danau terhalang kabut, tidak menutupi indahnya air yang begitu memanjakan mata. Zovana jadi teringat masa-masa dimana ia baru saja lulus akademi dan menghabiskan waktu remajanya di danau ini. Meski Zovana juga seorang putri, namun ada aturan tidak tertulis yang mengharuskan calon pewaris tahta, tinggal berpisah dengan saudaranya yang lain setelah menginjak usia remaja.
Dan ayahnya-lah yang memilihkan kastil ini untuknya. Dari yang ia tahu, kastil ini adalah tempat pengasingan bagi pejabat yang memberontak di era kepemimpinan kakek buyutnya. Namun kini kastil tersebut disulap menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi Zovana serta bawahannya. Kemudian saat ia menginjak usia 20-an, kepemilikan atas seluruh kastil ini berpindah ke tangannya secara permanen. Alhasil, pihak kerajaan sudah tidak memiliki wewenang atas kastilnya tanpa persetujuan dari Zovana.
Bukan secara cuma-cuma ia mendapat hak kepemilikan tersebut. Sesuai syarat-syarat yang ada, Zovana harus berpenghasilan tinggi atau memiliki usaha bisnis sendiri agar dianggap layak. Hingga ia berhasil mendapatkannya, dengan mendirikan toko roti yang terkenal dikalangan bangsawan dan orang-orang kelas atas.
"Apa kau sering menghabiskan waktu di sini?"
Zovana mengangguk sekilas. "Aku belajar beladiri dan bermain di sini. Tapi setelah dewasa, aku mulai sibuk dan jarang mengunjungi danau ini. Kau tahu kenapa? Karena selain mengurusi bisnisku, Raja Sebastian juga mengutusku untuk menjadi pengawal saudariku Caroline, saat dia berkunjung ke luar kota."
Ia sengaja menekan nama Caroline untuk melihat reaksi Aladar. Pria di sampingnya ini tampaknya sangat tenang, seolah nama yang baru saja ia sebutkan tidaklah berarti bagi pria itu. Zovana mengalihkan pandangannya ke depan, sebelum Aladar menanyakan pertanyaan yang membuat jantungnya seakan merosot ke lambung.
"Kau mengetahui hubunganku dengan Caroline?"
☆ ☆ ☆
Thank's for reading
Have a nice day.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Of Parker
FantasyMenghilangnya para pelayan tanpa jejak, membuat Zovana kelimpungan mencari keberadaan mereka. Namun, ia tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan salah satu rencana untuk menghabisinya. Semakin jauh ia melangkah, maka Zovana akan semakin terjerum...