Cinta sejatinya mengetuk dua hati untuk bisa bersama, saling melengkapi, menjaga, dan kalau bisa, ya, sehidup sesurga. Agar di dunia sama-sama, kelak di surga juga tetap bersama.
Namun, sepertinya kalimat indah itu hanya sebuah tulisan belaka bagiku, tak ada arti mendalam, apalagi harapan untuk kebahagiaan. Sebab untuk yang kesekian kalinya, cinta yang kupikir nyaman, kudengar baik, dan kurasa tulus, hanyalah sebuah kepalsuan dari tiap insan.
Sampai aku lelah bertanya, mengapa semua begini? Mengapa harus dibuat bahagia hingga lupa akan luka, tapi kemudian dipatahkan, lalu dijatuhkan ke dasar jurang paling dalam. Hingga tak ada lagi yang terlihat, semua hanya berupa bayangan kelam tentang bagaimana hati ini dapat remuk.
Menyadarkan bahwa cinta yang seutuhnya hanyalah untuk kepada diri sendiri.
.
Aku membuka mata setelah cukup lama berpejam. Melihat wajah kusam yang disertai jerawat, berminyak, juga senyum pahit yang bahkan orang lain benci melihatnya. Aku terus menatap cermin itu, berusaha meyakinkan dalam hati bahwa yang di hadapan ini hanyalah fatamorgana belaka.
Tetapi saat aku menangis, semuanya sia-sia. Si jelek dalam cermin itu memanglah aku. Tak berubah, tetap mengikuti tiap kecil gerakan yang kulakukan.
Sampai akhirnya menangis dengan keras seperti kerasukan setan."Lihat, kan, si Hana tadi di putusin sama Adrian. Wajar aja, sih, Adrian 'kan anak orang kaya, ganteng pula, mau sama Hana juga cuma buat dimanfaatin doang!"
"Iya, tuh, cuma buat ngerjain pr-nya doang!"
"Hana-nya aja tuh yang mau aja dijadiin badut, ck!"
Ucapan mereka selalu terngiang di kepala. Aku tak mengerti selama ini, kupikir pemuda tinggi tersebut memang tulus padaku, terlebih sikapnya selalu ramah, bahkan sering mengirimiku pesan-pesan romantis. Namun saat tadi siang, di kantin sekolah tepatnya, ia memutuskan hubungan ini secara sepihak.
Aku masih ingat saat mereka tertawa melihatku mengejar Adrian, bagaimana tiap mata memandang sinis sekaligus kasihan, lalu berkata bahwa ini memanglah sudah sewajarnya.
Saat itu aku berharap sosok itu akan menghentikan langkahnya, lalu berbalik dan berkata bahwa ini semua hanya prank belaka. Tapi yang kulihat hanyalah punggung tegak yang terus berlalu tanpa peduli.
Aku mengusap wajah dengan kasar. Berusaha menyudahi tangis yang berakhir sesenggukan. Kemudian melangkah ke arah kasur, di sana terletak ponsel dengan layar sangat amat suram. Aku meraihnya, kemudian untuk terakhir kalinya, menelepon nomor Adrian.
Tersambung. Namun tak langsung diangkat, cukup lama.
"Ya?" Setelah hampir di dering terakhir, barulah suara dari seberang sana terdengar.
"Kamu serius dengan ucapan kamu tadi?" Aku bertanya dengan nada yang bergetar, bahkan rasanya tak mampu menahan tangis.
"Iya," jawabnya dengan datar, seolah tak peduli lagi.
"Tapi kenapa? Aku salah apa? Aku, kan, selalu ada buat kamu!"
"Cukup, Han! Lo tau 'kan semuanya?"
Aku terdiam, mencoba mencerna ulang ucapannya.
"Jadi ... kamu memang cuma manfaatin aku?"
"Gue malu, Hana!"
"Malu?" Aku mengulang ucapannya.
"Iya, malu. Lo tau 'kan gue malu kenapa? Lo gak cantik, Han! Iya lo emang pinter, tapi lo malu-maluin kalau buat dipamerin. Sadar diri, dong, Han. Gue cape terus-terusan pura-pura begini!"
Aku langsung diam. Bahkan untuk mematikan telepon tersebut tak sanggup. Kata-katanya bukan lagi menusuk jantung, melainkan menembus rasa yang kubangun dengan penuh cinta. Hancur.
Membuatku kini mengerti, bahwa cinta yang tulus hanyalah kepada yang mulus. Cinta yang tidak munafik, hanyalah teruntuk mereka yang cantik.
Telepon itu terhenti olehnya, bersamaan dengan tubuhku yang terhempas begitu saja di kasur.
Aku kembali menangis sambil memejamkan mata, kali ini berharap bahwa masih ada cinta yang sungguh nyata, tak apa walau sederhana.
.
Note : sumber dari image search. Awokwokaok biar reader makin halu :vNext :)
KAMU SEDANG MEMBACA
HALU (On Going)
Teen FictionTahu, 'kan, sakitnya mencintai saat kita tak dihargai? Tahu, 'kan, perihnya berdiri di antara keluarga yang tak lagi utuh? Tahu, 'kan, rasa sakitnya sendiri ditemani sepi? Bagiku, bahagia itu hanyalah HALU. -- On going! FB ; @Nia