Agar bisa membawa sepedanya dengan lancar, Rena menghabiskan waktu satu bulan lamanya untuk belajar mengendarai benda tersebut. Terkesan cukup lama, tapi yang terpenting dia sudah bisa memakai kendaraan pribadinya itu bersama Akiho dan juga Hikari menuju sekolah. Dan juga, sesuai rencana yang telah ditetapkan, tiap pulang sekolah mereka akan melintasi rumah seseorang terlebih dahulu.
Ia telah mengetahui rumah-nya. Bangunan yang diwarnai cat biru dengan halaman cukup luas serta berlantai dua dan juga dikeseluruhan dinding luar terdapat bagian tiang menusuk yang terpasang dipagar hitam, itulah rumah Rei. Sebenarnya tidak ada yang benar-benar spesial, tapi entah kenapa rasanya ingin selalu berbolak-balik melewati jalan tersebut. Pokoknya akan ada saja alasan konyol yang mereka berikan jika tetangga Rei bertanya kenapa hanya mondar-mandir dalam waktu yang cukup lama di blok mereka. Terakhir kali alasan yang disebut adalah hendak mencari isian pensil Akiho yang terjatuh di jalan dan disambung jika Akiho tidak punya cukup uang untuk membeli isian yang baru. Dengan tak warasnya mereka bertiga turun dari sepeda dan merangkak di jalanan mencari benda yang dimaksud, lalu menyuruh Akiho mengeluh seakan isian pensilnya tak ditemukan. Abnormalnya lagi para tetangga percaya begitu saja oleh ucapan anak sekolah menengah pertama seperti mereka.
Jika informasi yang didapat dari Akiho banyak, mungkin Rena tidak akan melakukan pekerjaan ini dan harus ditanya mamanya mengapa akhir-akhir ini ia jadi sering telat datang ke toko roti. Akiho menyebutkan, jika sejak kelulusan SD Rei jarang bermain dengan anak-anak lain di lapangan dan temannya itu juga sebenarnya beda blok dari rumah Rei. Jarak blok mereka berdua terpaut 5 nomor jauhnya, jadi memang benar sulit untuk bersua satu sama lain dan tak tahu betul kegiatan apa yang dilakukan-nya. Ingin bertanya pada tetangga yang lain pun sungkan, karena ini adalah urusan pribadi dirinya. Tidak lucu jika ditanya kenapa penasaran tetapi malah menjawab karena masalah hati.
Rena hendak menyerah, karena kalau dipikir-pikir kegiatan ini hanya-hanya buang waktu. Akiho dan Hikari juga sudah mulai lelah memutar otak untuk menghasilkan alasan apa lagi yang akan mereka pakai demi mengelak pertanyaan dari orang lain. Ditambah Hikaru yang mengusulkan ide ini juga tak pernah ikut bergabung bersama mereka, sesungguhnya dialah yang paling punya nyali dibanding yang lain. Inginnya anak itu yang menjadi garda terdepan dalam inspeksi ini, namun sayang mereka berbeda sekolah dan alhasil beda jam pulang pula. Tetapi, keinginan untuk tunduk dalam keputusasaan itu runtuh, sebab ia percaya bahwasanya dirinya masih punya setidaknya setitik harapan agar bisa segera bertemu dengan sosok tersebut, lagi. Tak ada yang tidak mungkin jika terus mencoba, begitulah pikir Rena yang terus optimis.
Dan kegiatan mengintai itu kembali dilaksanakan, bahkan hingga saat ujian tengah semester selesai diadakan. Namun sayang seribu sayang, lagi-lagi ia tak dapat berjumpa. Antara memang waktunya yang tidak pas atau memang ia yang tak ditakdirkan untuk bertemu kembali. Dirinya jadi sangat putus asa, kondisi dimana ia tak bisa bertemu dengan sosok itu lagi menyadarkan jika sudah saatnya harus berhenti. Padahal ia sangat ingin melihat bagaimana keadaan orang yang membuatnya tak karuan seperti ini. Dari ia sekolah dasar hingga hampir naik kelas dua sekolah menengah pertama sekarang, seorang Rei tak pernah lepas dari pikirannya. Sosok tersebut pulalah yang membuatnya mau menyia-nyiakan tenaga hanya untuk bisa bertemu barang sedetik saja. Bagaimana orang itu saat ini? Apakah masih sama seperti mereka bertemu dulu atau malah sudah berubah drastis. Rena hanya ingin tahu itu. Rei juga tampaknya tidak punya akun sosial media seperti yang dimainkan remaja seumuran mereka sekarang, jadi benar-benar tidak ada kabar yang bisa digali.
"Bapak liat-liat sering banget bolak-balik lewat rumah ini." Rena hampir saja jatuh dari sepedanya jika Hikari tak cepat tanggap untuk segera menahan. Seorang pria paruh baya dengan sarung serta kaos dalam warna putih yang tengah membawa secangkir kopi itu menunjuk Rena, Hikari dan Akiho bergantian. "Temannya?" sekarang jarinya beralih pada rumah Rei.