Satu🌧

8 3 0
                                    

Happy reading Bobs👋🏻

Berjuta juta butiran air telah berjatuhan dari langit. Awalnya terdengar bising, namun perlahan terasa senyap baginya, tidak bersuara lagi. Seluruh tubuhnya terasa sakit, mungkin ia tak sempat berfikir hal apa yang menimpa dirinya saat ini. Matanya perlahan tertutup. Mungkin dia sudah terlalu lelah.

🌧🌧🌧

Alat 'itu' berbunyi. Alesya membuka lebar matanya. Sepertinya ia telah bermimpi lama sekali. Tepat di depannya ada seorang dokter— dan di belakang dokter itu ada seorang suster. Dokter itu tersenyum kepada Alesya, lalu berkata, "alhamdulillah akhirnya kamu sudah sadar. Kami akan menghubungi pihak keluarga. Apa ada nomor yang bisa dihubungi?" Tanya dokter itu.

Alesya terdiam sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu. Ia mengangkat dagunya, menghadap dokter. Alesya hendak berbicara, "g-ghh... emh," lirihnya. Mustahil! ia tidak bisa mengeluarkan suaranya. Cewek itu mentap bingung dokter di sebelah kirinya.

Dokter menatap cemas Alesya. Tatapannya sendu. Lalu dokter itu membungkuk untuk menatap wajah Alesya lebih rinci.

"Sepertinya kamu mengalami trauma berat sampai susah untuk berbicara," ucap sang dokter.

Alesya menunduk tak percaya. "Kenapa?" Tanya Alesya dalam hati. Ada banyak hal yang harus ia tanyakan. Cewek itu terus mencoba untuk mengeluarkan suaranya. Mencoba terus mencoba, sampai dokter melarangnya untuk bersikeras melakukannya. Tapi Alesya harus mencoba lagi agar ia tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Sebaiknya jangan dipaksakan. Kami akan mencari informasi lebih lanjut. Sebaiknya kamu istirahat," nasihat dokter.

Alesya ingat bahwa ia mengenakan kalung dengan inisial nama belakangnya. Cewek itu membuka kalungnya dan memperlihatkan kepada dokter.

"Faynara? Saya sepertinya pernah mendengar nama 'Faynara', tapi mungkin hanya kebetulan. Faynara, saya akan menjelaskan kenapa kamu berada di rumah sakit ini. Sekitar 8 bulan lalu kami dihubungi anak remaja yang melihat kamu di pinggir jalanan yang sepi. Saat itu sedang hujan deras sekali. Kamu di sini tanpa ada keterangan jelas mengapa kamu pingsan, dan identitas pun tidak diketahui. Namun baiknya hati pemuda itu, dia membiayai pengobatan kamu selama ini. Sayangnya dia tidak mau diberi tahu identitas aslinya. Untuk selebihnya nanti kita jelaskan setelah kamu lebih baik lagi ya," jelas dokter itu.

Alesya terdiam kaku, tak lama ia mengangguk paham. Dokter pun pergi dari ruangan tersebut dan meninggalkan Alesya yang masih shock.

"Aku koma? Yang nolongin sama bayarin rumah sakit siapa? Aku gatau sama sekali."

🌧🌧🌧

Beberapa hari setelah Alesya sadar dan sekarang kondisinya sudah lebih stabil, dokter menjelaskan semuanya, dari kesehatan mental maupun fisik juga apa yang harus ia perhatikan. Alesya juga bisa kembali berbicara dan diperbolehkan pulang, walaupun Alesya yang memaksa untuk pulang. Kondisinya masih kurang sehat, namun ia tetap keras kepala untuk pulang. Terlebih Alesya juga sudah ingat penyebab komanya selama 8 bulan itu, juga kehidupannya. Tadinya ia berniat untuk tidak pulang, namun dia tidak mempunyai sama sekali pegangan untuk hidup sendiri, dan pada akhirnya tak ada pilihan selain pulang ke rumah 'itu' lagi.

Sembari menunggu taksi, Alesya meletakkan barang bawaannya di atas aspal. Sambil menyeka keringat yang sudah menetes. "Panas banget hari ini," gumamnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Noda HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang