"DASAR ANAK PEMBAWA SIALL"
"BISA-BISANYA KAMU MASIH HIDUP SEDANGKAN ISTRI SAYA MATI GARA-GARA KAMU"
"KAMU ITU PEMBUNUH!! "
"KAMU YANG BUNUH IBUMU SENDIRI!!"
Jegger
Duarr
Hujan semakin deras membasahi bumi, begitu pula dengan air mata yang semakin deras membasahi pipi Chubby gadis kecil itu.
Tubuhnya kecilnya terus bergetar, isak tangis terdengar sangat pilu. Ia memeluk tubuhnya sendiri, mendekap segala rasa takut dan juga kesedihan.
"Nana bukan pembunuh" gumamnya lirih, suara petir yang terus menyambar seakan samar, yang terdengar hanya suara tuduhan dari ayahnya.
"Kalau bukan pembunuh apa namanya hah? " Andre mencengkram dagu Ghena—putrinya sendiri.
"Kamu penyebab istri saya meninggal. Gara-gara kamu dia meninggal, dasar anak sialan!! " teriaknya, mengguncang tubuh kecil Ghena.
Ghena menutup kedua telinganya, menggeleng keras. Pembunuh, Kata-kata itu terus saja berputar di dalam pikirannya.
"Bunda, nana gak bunuh bunda " isak tangis itu kian menjadi-jadi, begitu pula dengan hujan yang semakin deras seakan ikut menangis untuknya.
"Kenapa harus istri saya yang mati, kenapa gak kamu aja hahh??!! " Andre berteriak nyaring, melempar asal barang yang ada di sekitarnya.
"PAKKKK SAYA MOHON TOLONG BUKA PINTUNYA, KASIAN NON GHENA PAKK"
"AYAHH JANGAN MARAHI NANA LAGI, NANA GAK SALAH AYAH"
" AYAH BUKA PINTUNYA!! ABANG MAU KETEMU NANA, KASIAN NANA AYAHH, HIKS"
"PAK TOLONG, TOLONG BUKA PINTUNYA"
Suara gedoran pintu sama sekali tak menggubris Andre untuk membukanya. Isak tangis, permohonan bahkan raut wajah Ghena yang tampak ketakutan tak membuat Andre prihatin sama sekali. Menurutnya apa yang ia lakukan pantas untuk Ghena dapatkan, bahkan belum sebanding dengan rasa sakit yang ia terima atas kematian istrinya.
"Pak, kalau bapak masih gak mau buka pintunya, saya gak akan segan untuk laporin bapak ke pak Rt atau kalau perlu saya laporkan sekalian ke polisi" ancam Inah, ia khawatir majikannya itu akan berbuat nekat.
Andre berdecak kesal, pembantunya itu hanya bisa ikut campur saja.
"A-ayah, Nana bukan pembunuh" Ghena memegang lengan Andre, menatap ayahnya dengan sendu.
Tanpa rasa kasihan Andre menepis lengan Ghena dengan kasar, sorot matanya yang penuh dengan amarah membuat gadis kecil itu semakin terisak pilu.
Andre melangkah menuju pintu, meninggalkan Ghena yang terduduk lemas di lantai yang dingin itu.
Ceklek
Pintu terbuka, memperlihatkan Gheo dan juga bi inah dengan raut wajah khawatir. Tanpa menunggu lama kedua orang yang telah lama menunggu pintu terbuka itu langsung saja berlari ke arah Ghena. Sedangkan Andre, ia langsung melenggang pergi tanpa rasa penyesalan sedikitpun.
"Nana bukan pembunuh" gumam Ghena, sorot matanya terlihat kosong.
Bi inah langsung saja mendekap Ghena, mengecup puncak kepalanya, menghapus air mata yang terus saja jatuh membasahi pipi Ghena.
"Nana bukan pembunuh, nana gak bunuh bunda iya kan? "
Gheo melihat penampilan adiknya yang jauh dari kata baik-baik saja ikut terisak, ia juga merasa sakit. Mata yang sembab, tatapan mata kosong, tubuh kecilnya yang terus bergetar, ia tak kuat melihat adik kecilnya itu tersiksa.
"Abang, Nana gak bunuh bunda. Nana anak baik, nana bukan pembunuh"
Gheo langsung menarik tubuh kecil adiknya ke dalam dekapannya. "Iya, Nana anak baik"
"Nana anak baik, Nana gak bunuh bunda, Nana anak baik, Nana anak baik, hikss" Ghena terus saja mengulang-ulang ucapannya.
"Iya, iya, Nana anak baik" dan tak ada kata lain yang bisa Gheo ucapkan selain ini.
"Ayah benci sama Nana ya? " tiba-tiba saja pertanyaan itu terlontar dari bibir kecil Ghena.
Gheo menatap bi inah, seolah meminta bantuan untuk menjawab pertanyaan Ghena. "Enggak ada yang benci sama non Ghena. Mungkin bapak lagi capek, jadi gak sengaja bentak-bentak kayak tadi" bi inah mencoba terseyum, menyakinkan gadis kecil itu.
Ghena tak bersuara lagi, ia hanya memeluk kakak lelakinya itu. Ia tahu bi inah berbohong, ayahnya pasti membenci Ghena bukan? Karena ia pembunuh, ia yang sudah membunuh ibunya.
Gheo tak bersuara, hanya membalas pelukan adiknya itu. Ia juga merasakan hal yang sama, jadi ia tak mau pura-pura menghibur, karena ia juga sedang terluka. Menurutnya sekarang ini menangis adalah pilihan yang tepat untuk meluapkan segala kesedihan.
Bi inah juga ikut menangis dalam diam, ia memeluk kedua anak itu dalam dekapannya. Bagaimana nasib mereka berdua kalau dirinya tak ada? Apakah kedua anak ini hanya akan menangis berdua disini, tak ada yang memberi mereka kehangatan lagi.
Rumah yang awalnya kokoh tiba-tiba runtuh begitu saja, ada yang hilang dan ada yang menanggung kesedihan.
Jika rumah itu hancur dan tak berbentuk lagi, maka kemana mereka harus mencari rumah baru untuk pulang?
┅┅┅┅┅┅┅༻❁༺┅┅┅┅┅┅┅
Haiii...
Eumm, makasih dlu deh buat kalian yang udah mah mampir.
Jangan lupa Votenya ya, kritik dan sarannya juga kalau berkenan.
Jujur nulis satu bab aja penuh perjuangan banget😖 ouh ya, itu bagian akhir gak tau dah nyambung apa enggak, udah gak bisa mikirrrr lagi tiba-tiba buntu gitu ajaಥ_ಥ
Sekali lagi makasih yaawww, semoga suka dahh. Kalau suka jangan lupa masukin perpus kalian yaww❢
❦Luvv yu...
KAMU SEDANG MEMBACA
GHENA[on Going]
Teen Fiction𝐆𝐡𝐞𝐧𝐚 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐡𝐚𝐫𝐚𝐩, 𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐬𝐚𝐚𝐭 𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐞𝐚𝐣𝐚𝐢𝐛𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐮𝐧𝐜𝐮𝐥 𝐝𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐮𝐛𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐠𝐚𝐥𝐚𝐧𝐲𝐚. 𝐍𝐚𝐦𝐮𝐧, 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐤𝐢𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐡𝐚𝐫𝐚𝐩, 𝐛𝐢𝐚𝐬𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐤𝐢𝐧 𝐦𝐮𝐝...