Kepahitan Lama Yang Baru Kupahami

2 0 0
                                    

Beberapa tahun telah ku lalui, sekarang aku sudah berumur sembilan tahun dan sudah  cukup mengerti dengan setiap kejadian dalam keluargaku. Banyak pertanyaan yang muncul di benakku untuk setiap perilaku Ayah padaku maupun pada Mama. Aku semakin menyadari kalau Ayah tidak menyayangiku. Waktu itu aku tidur dipangkuan Mama dan air mataku mengalir di pangkuan Mama.
“Ma, kenapa Ayah dari dulu gak pernah peduli sama Mayra, ya?” tanyaku memecahkan tangis Mama.
“Boleh Mama cerita? Mayra harus sanggup mendengarnya, ya!!” ujar Mama yang semakin membuatku penasaran.
“Mama kenapa, Ma?” tanya Mayra.
“Semua sikap Ayah ke kamu ataupun ke Mama itu hal yang wajar. Dulu Ayah sangat menginginkan seorang anak lelaki tetapi, saat kamu lahir Ayah sangat kecewa. Sampai pada waktu itu Ayah tidak mau menyentuh mu sedikit pun,” jelas Mama. Air mataku terus mengalir tanpa sadar dan aku tertunduk mengalihkan pandangan agar air mataku ini tak terlihat oleh Mama. Karena, aku tidak mau membuat Mama semakin bersedih dengan melihat air mata yang jatuh. Aku menghapus dan menahan air mata.
“Mayra kurang apa, Ma? Mayra harus melakukan apa agar Ayah mau menerima Mayra?” tanyaku menahan tangis.
Aku tidak sanggup menahan air mata dan lari menuju kamar. Pantas saja Ayah tidak pernah hadir menjadi pendamping sebagai Ayahku. Ayah selalu menghindar di setiap perlombaan ku. Aku hanya ditemani oleh Mama yang ternyata menyimpan banyak pedih sendiri. Aku gak menyangka kalau Ayah benar-benar tidak sayang sama aku. Ternyata setiap harapanku untuk bisa di dampingi Ayah di setiap pertemuan orang tua dan setiap perlombaan itu benar-benar hanya sebuah khayalan. Aku tertidur dalam keadaan air mata yang belum terhapus. Mama tidak sanggup melihatku mengetahui yang sebenarnya tapi, aku harus menjadi wanita kuat untuk bisa lebih kuat menghadapi ujian kedepannya. Ayah juga sering pulang malam dan menciptakan keributan di setiap malam. Keributan setiap malam itu sudah lama. Bukan aku tidak mendengar tapi, aku diam tidak mau ikut campur karena, aku hanyalah seorang anak kecil waktu itu. Tapi, kini aku sudah cukup sanggup mengetahui dan cukup paham dengan kebenaran. Setiap hari hanya ada keributan yang sudah menjadi makananku sehari-hari. Bukan keributan biasa tapi, keributan itu terkadang membuatku ingin pergi jauh dari tempat itu. Karena keributan yang sering terjadi, Ayah memutuskan untuk pergi dan kini aku hanya tinggal berdua dengan Mama yang mengurus beberapa cabang perusahaan sendiri. Sedangkan, Ayah mengurus perusahaan utama dan Ayah jarang sekali pulang ke rumah dan tinggal bersamaku dan Mama. Aku selalu menanti waktu dimana Ayah pulang. Berharap diriku bisa bermanja-manja dengan Ayah.
“Ma, malam ini Ayah pulang, ya?” tanya Mayra.
“Iya, Sayang,” jawab Mama senang.
Ada rasa senang dan juga khawatir di dalam hatiku dan Mama. Mungkin perasaan itu timbul karena, kejadian-kejadian lalu yang telah terjadi.
Suara pintu terbuka mulai terdengar di telingaku, menggerakkan kakiku untuk menemui seorang yang membuka pintu ditengah malam ini.
“Ayah!!!” teriakku. Mama terbangun saat mendengar teriakan ku. Saat aku melihat ke arah pintu utama tidak terlihat seorang pun didepan mataku. Ternyata hanya angin besar yang membuka jendela-jendela dan pintu yang lupa di kunci bibi.
“Sayang, kamu belum tidur?” tanya Mama menghampiriku. Tidak ada kata yang keluar dari lisanku untuk menjawab pertanyaan Mama. Aku beranjak pergi ke kamar, mataku terpejam setelah lelah menanti Ayah yang tak kunjung datang.
Keesokan paginya,
Terlihat dari wajah Ayah yang murung tak biasa. Ayah terlihat penuh beban di kepalanya. Biasanya saat Ayah dirumah, rumah tidak pernah sepi walau penuh ketegangan dengan kebisingan suara amarah Ayah.
Mama juga merasakan hal yang sama, tak lama kemudian lisan Mama tergerakkan untuk bertanya kepada Ayah.
“Yah?” panggil Mama mengagetkan Ayah dari lamunannya.
“Are you okay, Yah?” tanya Mama. Aku menundukkan kepalaku takut kalau Ayah marah. Aku tidak mendengar suara teriakan atau ketus jawaban dari Ayah. Mayra memberanikan diri menatap Ayah. Ternyata Ayah benar-benar diam tanpa kata saat ditanya Mama. Tak lama kemudian, Ayah meninggalkan meja makan dan kembali kekamar tanpa memakan sesuatu.
Mama menyusul Ayah ke kamar dan aku membersihkan meja makan dan masuk ke kamarku. Aku takut akan datang angin kencang seperti biasanya, amarah Ayah yang sangat membuat diriku ketakutan. Apalagi Ayah lagi badmood begini dan Mama menyusul Ayah. Hati kecilku berkata, jangan menyusul Ayah, Ma! Aku gak mau dengar Ayah marah-marah dan melampiaskannya ke Mama. Tapi, apalah daya seorang gadis kecil yang hanya bisa diam dibungkam oleh rasa takut. Aku menutup telingaku dengan erat agar tidak mendengar keributan Mama dengan Ayah. Sesekali tanganku aku lepaskan dan mendengarkan apakah semuanya baik-baik saja? Ternyata tidak ada suara bising seperti biasanya. Aku sangat heran dengan sikap Ayah hari ini. Ada apa dengannya?
Tak lama kemudian, Mama memanggilku,
“May?!” seru Mama dari kamar. Aku beranjak dari kamarnya dan menghampiri Mama dikamar bersama dengan Ayah. Rasa takut di wajahku terlihat sangat jelas. Dan caraku berjalan pun sangat pelan. Karena, aku tahu kalau Ayah sedang badmood tidak bisa mendengarkan suara bising sedikit saja. Sampai jam dinding yang bersuara saja harus dimatikan. Kalau tidak akan hancur dibanting oleh Ayah. Sesampainya aku dikamar Mama,
“Sayang Mama mau ikut dengan Ayah esok lusa. Jadi, kamu tinggal dirumah nenek gak apa-apa, kan?” aku terdiam memilih tak menjawab.
“Berapa lama Mayra akan tinggal disana?” tanyaku pada Mama.
“Doakan saja tidak lama, dan Mayra juga pindah sekolah ditempat nenek ya!” ujar Mama. Banyak pertanyaan yang terlintas di pikiranku tapi, aku hanya diam tanpa menjawab. Karena, aku sudah merasa sangat kesal. Aku tidak suka ditinggal dirumah Nenek. Tapi, aku tidak berani untuk melontarkan satu kata pun. Karena, aku tahu akibat dari satu kata penolakan. Aku kembali ke kamar dan menangis tanpa suara.
Jadi, sebenarnya Mama memintaku untuk pindah ke rumah nenek karena, usaha Ayah mengalami kerugian dan mengakibatkan kebangkrutan. Oleh karena itu Ayah diam saja sejak tadi pagi.
Ayah memintaku  mengemaskan barang-barang ku. Ayah sudah siap akan mengantarkan ku ke rumah Nenek. Dan dengan berat hati aku ikut dengan Ayah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang