Rumah

10 0 0
                                    

Semua dapat dibungkam kecuali mulut tetangga.
~

Langit sudah hampir gelap, mobil pick up itu melaju pergi setelah sang sopir menurunkan barang-barang kami di rumah sederhana ini. Ya, kami tiba dirumah nenek.

Malam ini rumah nenek tidak sepi seperti malam-malam sebelumnya. Antara bahagia melihat salah satu anaknya kembali kerumah mereka, namun juga sedih karena salah satu anaknya kembali karena belum berhasil menjalankan hidupnya.

Sebenarnya bukan 'belum berhasil' tapi ini yang namanya cobaan.

Kami disambut baik disini, ada kang Edi yang sudah siap membawakan tas dan barang-barang kami, juga ada mba Tuti yang diam-diam sudah mengaduk teh hangat di dapur.

Lantas, dimana nenek.

Aku diantar kang Edi sampai depan pintu kamarku, mataku langsung tertuju pada wanita itu. Ya itulah nenekku. Wanita paruh baya itu sedang duduk sembari melipat selimut diruangan calon kamarku. Sebuah ruangan tidak terlalu kecil disamping ruang keluarga. Katanya dulu ruangan ini adalah kamar tidur Ibu.

"Assalamualaikum," salamku halus dengan senyuman.

"Waalaikumsalam, wah cucu nenek sudah besar ya," jawab nenek sambil memelukku.

Iya, aku memang sudah besar, padahal kami baru saja bertemu empat bulan yang lalu. Tapi bagi ayah dan ibu, aku masih sebuah toge yang diberi nyawa.

Kecil sekali.

"Kamu beresin dulu ya, Al. Nenek mau ketemu ibumu"

Aku mengangguk lantas membuka tas yang berisi barang itu dan menyusunnya di lemari. Sedangkan nenek langsung beranjak keluar kamar.

Cukup lama aku membereskan barang barangku, lumayan capek juga.

"Al?" Panggil ayah sembari mengetuk pintu kamarku.

"Iya, yah" jawabku. Ayah lantas masuk ke kamarku, tetap dengan wajah tersenyumnya yang masam.

"Maafin ayah ya, nak"

"Kenapa ayah minta maaf? Alfa kan suka tinggal disini"

Ayah mengelus halus rambutku. Aku menunduk, teringat sesuatu.

"Oh iya, ayah. Tadi Alfa masuk peringkat 5 besar" ucapku dengan sumringah.

"Ah, luar biasa nak!" Jawab ayah menarik ujung bibirnya keatas. Lantas memelukku.

Aku tau, ayahku memang tidak bisa segalanya. Tapi setidaknya ayahku tidak mengecewakanku. Ibu sering sekali bilang, aku harus peringkat pertama. Katanya, kalau yang lain bisa kenapa aku tidak.

Tapi ayah selalu menerima dan bangga ketika aku tidak mendapat peringkat pertama. Ayah bilang yang terpenting adalah usahanya, bukan hasilnya.

Hasil memang terkadang mengecewakan, tapi usaha sudah pasti menjadi pengalaman. Dan aku bisa belajar dari pengalaman itu.

Aku sayang dan bangga mempunyai ayah seperti ayahku. Actually aku tau tau dibalik senyum ayah ini pasti banyak yang ia tutupi. Entah itu rasa sakit setelah oprasi kemarin atau rasa sedih karena ia sudah tidak mampu bekerja lagi.

"Alfa, ayo makan dulu!" Teriak nenek dari depan pintu kamar.

Aku dan ayah langsung jalan beriringan menuju meja makan. Nenekku memang tinggal di perkampungan, tapi masakan yang ada dirumah nenek nikmatnya tidak mengalahkan restoran di kota.

Bahkan, tinggal dikampung itu banyak enaknya juga. Harga bahan pangan, apalagi sayuran itu lumayan murah disini. Lebih murah lagi kalau tanam sendiri. Gratis.

Dan makanan yang tersaji ini yang paling aku kangen dari rumah nenek. Biasanya, makanan ini tersaji didepanku saat beberapa hari sebelum lebaran. Yap, saat mudik.

Sekarang aku bisa melihat dan memakannya setiap hari.

Tapi, ada satu yang paling kangen dari rumah ini. Sayangnya, rasa kangen itu sudah tidak bisa dibayar lagi. Yaitu kakek, kakek meninggal dunia dua tahun yang lalu tanpa sakit apapun.

Sudah takdirnya, setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.

Kejadian dua tahun lepas masih membekas dikeluarga kami, terutama nenek. Kami mencoba ikhlas atas kepergian kakek yang mendadak itu.

Dan semoga kakek tenang disana.

Tok tok tok

"Assalamualaikum!" teriak seseorang dari pintu depan.

"Waalaikumsalam, iya sebentar" jawab nenek, masih sibuk dengan makanan dipiringnya. "Mbak Tuti, ada tamu mbak" teriaknya lagi memanggil mbak Tuti yang tengah sibuk menonton sinetron diruang tengah.

Mbak Tuti lantas membukakan pintu dan mempersilahkan tamu itu duduk diruang tamu dan langsung memanggil nenek, karena sang tamu ingin bertemu dengan nenek. Entah urusan apa.

Aku yang selesai makan lantas duduk manis disamping mbak Tuti yang baru saja menyajikan teh untuk tamu itu, jadi ikut nonton sinetron. Ibu juga ikut duduk disamping kami.

Sedangkan ayah keteras rumah,  nongkrong bareng kang Edi. Mereka sengaja keluar lewat pintu samping. Sengaja, kesannya tidak sopan kalau langsung nyelonong depan tamu.

Tidak lama setelah ayah keluar bersama kang Edi. Nenek dan tamunya masuk ke ruang tengah, sepertinya ingin mengambil sesuatu.

Dan, yap. Mata tamu itu tertuju padaku.

"Eh, Alfa ya?"

"Iya, bude" jawabku sembari berdiri dan bersalaman dengan orang itu. Dia adalah salah satu tetangga nenek, rumahnya hanya berjarak dua rumah saja dari rumah ini.

"Kapan datangnya?" Ucapnya sambil menepuk-nepuk punggungku. Belum sempat kujawab, ia kembali membuka bibirnya lagi "Kok makin gede ya. Ayo main kerumah bude,"

"I-iya, bude"

"Jangan iya-iya saja, ada anak bude dirumah. Kelihatannya seumuran sama kamu, baru pulang dari asrama. Ya maklum, dia sibuk sekolah terus. Pulangnya setahun sekali, lebaran juga nggak pulang. Padahal diizinin pulang dari sekolahnya, tapi memang dianya gamau pulang. Katanya kegiatannya belum selesai disana, jadi baru pulang sekarang" terocosnya panjang.

Aku terdiam, menyaksikan bibir manusia ini didepanku. Pantas saja anaknya tidak mau pulang, emak nya begini.

Izinkan Alfa untuk menangis, Tuhan.

"Iya, bude" jawabku singkat.

"Besok datang loh, ya! Bude tunggu," ucapnya sembari menerima sekotak kecil barang dari nenek, dan langsung pamit pulang.

Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku dan langsung duduk disamping mbak Tuti. Kembali menyaksikan sinetron yang bahkan alurnya saja tidak mengerti.

"Dimaklumi ya, Al. Bude itu memang modelnya begitu" ucap mbak Tuti sambil cengengesan.

Aku menarik napasku dan menghembuskannya kasar.

"Baiklah.."


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alfa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang