Blurb

2.7K 170 69
                                    

Kata orang, lima tahun pertama dalam pernikahan adalah masa teramat sulit untuk dilalui sehingga bisa dikatakan masa kritis. Rentang waktu lima tahun pertama biasanya adalah siklus di mana kita masih beradaptasi untuk menyambang kehidupan bersama pasangan kita. Jelas saja, seumur hidup tinggal bersama orang tua tiba-tiba harus pergi dan merangkai kehidupan baru bersama lelaki yang bahkan baru ditemui.

Kurang dari setahun aku mengenal Radi, tentu saja aku harus siap dengan sifat aslinya yang akan kutemui sehari-hari. Aku kira masa kritis yang disebut-sebut itu tak lebih dari hanya sekedar percekcokan umum semata. Namun ternyata aku salah, di hubungan kami ternyata lebih dari itu.

Hari ini aku duduk di coffee shop langgananku sambil bernostalgia. Lucu memang, padahal baru satu tahun aku menikah dan sekarang sudah menggunakan kata nostalgia. Ya mau bagaimana lagi, setelah menikah memang aku semakin jarang untuk hanya sekedar bergosip dengan Dinda, berkumpul bersama Axel, dan bertemu dengan Bian. Semua hanya bisa dilakukan secara virtual melalui gadget, itu pun tidak sesering dulu. Aku masih bekerja di kantor, begitupun dengan Radi yang semakin sibuk dengan restorannya. Terlebih ia baru saja membuka cabang baru di sini sehingga ia tak perlu pulang pergi Jakarta-Bali. Jasa fotografi Dinda semakin dikenal dan dipakai oleh beberapa influencer terkenal. Bahkan ia juga turut bekerjasama dengan beberapa brand lokal untuk pemotretan produk baru mereka. Axel juga nampaknya semakin sibuk dengan perusahan. Sesekali dia masih suka mengajakku untuk minum kopi di tempat ini, namun naasnya sering juga kutolak karena waktu yang tidak pas. Dan... Bian. Entah aku harus bilang apa yang jelas hubunganku dengannya benar-benar seperti tidak pernah mengenal satu sama lain. Kami berdua putus kontak persis setelah aku resmi menjadi istri dari Radi. Bian menghilang, tak sedikitpun terlihat di permukaan. Pesan-pesanku sama sekali tidak dibalas, dibaca pun tidak. Lelah, akhirnya aku pun ikut berhenti menghubunginya sampai sekarang.

Kembali lagi tentang kehidupan pernikahanku yang bisa dibilang berantakan. Satu tahun ini benar-benar hanya menimbulkan kemarahan dan kekecewaan. Oh, bukan satu tahun, lebih tepatnya tiga bulan terakhir. Aku dan Radi berantakan.

Radi was too good to be true, harusnya aku sadar akan pernyataan itu. Radi yang kukenal sabar, sopan, baik tanpa sedikit celah pun nyatanya tidak sesempurna itu. Dari dulu memang selalu saja aku yang terbuka kepadanya, sementara dia masih saja menutup diri padahal statusku sudah menjadi istrinya. Radi tidak pernah menceritakan masa lalunya, seperti bagaimana dia sewaktu kecil, sewaktu dia masih bersekolah, mengenai kisah percintaannya, keluarganya, pengalamannya. Tidak satupun ia terbuka seakan aku memang tidak perlu tahu. Sepele memang, tapi lihatlah sekarang akibatnya.

Ponselku bergetar, kulihat ada satu pesan masuk.

Xxxxx

Jangan pulang kalau kamu mau lihat sesuatu yang bakal bikin kamu sakit hati|

Satu pesan kembali masuk, mengurung niatku untuk menutup layar ponsel.

Radi ♡

Nara, aku bikinin makanan buat kamu. Cepatan pulang sebelum keburu dingin. Love you :)|

Aku menutup mata begitu selesai membaca dua pesan kontras yang masuk barusan. Satu meminta jangan pulang walaupun dengan bahasa tersirat dan satu lagi meminta untuk cepat pulang. Entah yang mana harus kuikuti yang jelas aku ingin duduk dulu di sini sembari menenangkan diri dari ekspetasi-ekspetasi yang mungkin akan kutemui beberapa jam ke depan.

🖌🖌🖌🖌🖌

Halooo, siapa yang udah excited banget mau ketemu Nara dan Radi lagi?? Biar gak ketinggalan updatenya, kalian bisa masukin dulu ke perpus/ reading list 😉

Well, buat yang dukung Radi di cerita pertama Senandika, apakah kalian siap masuk ke dalam cerita ini?
Di Senandika Radi kelihatan too good to be true, meanwhile di sequel ini kita akan disuguhi cerita yang berbeda.

See you really soon ya!

🖌🖌🖌🖌🖌

-Coming soon on December '21-

Senandika II: When The Blooms Has Fallen Off [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang