3.

33 4 0
                                    

"Senyum sialan.."

"Leah, Leah dengarkan aku, hey Leah!" Dowoon terus mencoba meraih tangan Leah. Namun gadis itu menghempaskannya berulang kali.

Leah enggan mendengarkan ucapan Dowoon. Ia tau kemana pembicaraan ini berujung. Ia terus berjalan menuju halte bus, dan menepis tangan Dowoon. Namun Dowoon tak gentar. Ia tau temannya sedang menahan rindu secara denial. Sudah menahan, enggan mengakui.

"Jung Leah i swear to god kalau aku tak akan membiarkanmu sakit kembali."

Leah berhenti. Ia tolehkan kepalanya kearah Dowoon yang berada beberapa langkah dibelakangnya. Ia maju perlahan kearah Dowoon. Memasang ekspresi datar, sehingga tiba didepan Dowoon, ia mendorong pundak lelaki yang lebih tinggi darinya dengan jari telunjuknya. "Kau, tau apa? Tau apa kau Yoon?"

Dowoon masih tak gentar dengan dorongan itu. Ia menahan tangan Leah dan menatap angkuh ke arah gadis itu. "Aku tau." Dowoon tak lepas sedikitpun memandang Leah.

"Kau hanya cameo dalam ceritaku.."

"DAN AKU ADALAH CAMEO YANG MENGERTI KALIAN BERDUA." Bentak Dowoon kencang, membuat Leah bergetar dan mundur perlahan. Dowoon kini yang maju perlahan dan mengintimidasi teman kecilnya itu. "Kau, kau terlalu denial dengan perasaanmu. Apa yang kau ragukan dari Namjoon—"

"YOON DOWOON!"

"APA? Hentikan sikapmu Leah. Kau mencintainya." Dowoon meremas pundak Leah dan menunduk. Menunduk agar sahabatnya tak ketakutan dengan keadaannya sekarang. "Kau, mencintai Namjoon."

Seketika Leah menitikan air mata. Namun air mata itu ia rasa sia-sia bila tak ada pergerakan lebih untuk perasaannya. Leah terlalu takut mengakuinya.

"Kau bisa berjuang untuknya, Leah.."

Beberapa orang yang mengamati mereka merasa kasihan dengan Leah yang dibentak oleh Dowoon. "Tidak, Woon. Ini tidak mudah."

"Kenapa? Kenapa ini sulit bagimu? Katakan padaku." Dowoon menggandeng Leah untuk duduk di pinggiran pot pohon yang berada di trotoar. Cukup untuk mereka duduk dan meletakkan tas mereka.

"Dowoon, aku tak sanggup bila sendiri—"

"Dia juga mencintaimu."

Leah menatap Dowoon dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Mungkin, bila sedikit kesakitan menghampirinya, air mata itu sudah tumpah. Dowoon mengusap ujung mata Leah dan tersenyum hangat "love sign kalian tak bisa membohongi, Leah."

"Dowoon.." lirih Leah sembari menatap lelaki didepannya.

"Hmm?"

"Why you treat us so kindly—"

Dowoon mengusap pipi Leah. Tak membiarkan semburat merah sedih itu menghiasi pipinya. "Cause i won't you both do the way i did before"

Leah menatap Dowoon sedikit terkejut. Tak paham dengan maksud dari perkataannya. Seperti dia? Dowoon terlalu banyak menyimpan rahasia padanya.

"D-dowoon.."

"Jangan memanggilku! Perjuangkan perasaanmu jika memang kau merasa pantas diperjuangka—"

"Tapi Do—" Leah tersentak ketika Dowoon membentaknya saat memotong ucapannya.

"DENGARKAN AKU DULU! Ceritamu bahkan belum dimulai. Persetan dengan kiri kananmu! Jika memang dia takdirmu, apa yang bisa kau langkahi?" mata indah lelaki itu menatap lurus kearah sang teman yang menunduk dalam sambil menutup mulutnya. Menahan agar suara tangis tak mempermalukannya. Namun ia rasa sia-sia.

Dowoon yang merasa temannya terjatuh lantas memeluk gadis itu erat. Memberikan keamanan dari pandangan orang-orang dan siswa lainnya. "K-kau, pantas berjuang, Leah."

"Aku hiks.. Aku tak siap, Dowoon. Ia bahkan tidak mencariku."

Dowoon mengadah kelangit sambil mengusap pundak sahabatnya. "Dia mencarimu Leah. Dia mencarimu."

.
.
.
.
.

Leah tak menutup mata saat mengetahui tim sekolah Namjoon akan bertanding voli lagi di sekolahnya. Jika memang semua yang Dowoon ucapkan benar, maka ia akan mencoba untuk membuktikan itu semua.

Ketika ia sedang menggulir layar ponselnya pada timeline twitter, tak disangka sebuah nomor asing mengirim pesan padanya.

+01 12091994xxx

Leah..
Hi..

Leah menekan gambar profil kontak tersebut. Dan memunculkan wajah candid seseorang yang tengah tersenyum kearah kiri, dengan lesung pipi yang menawan. Senyum sialan, begitu pikirnya. "N-namjoon?"

Namjoon?

Hey, kau mengingatku..
Apa kabar?

Kurasa kau tau kabarku

Maaf
Maafkan aku yang terlalu pengecut untuk mencari kabar tentangmu

Berhenti membual

Dia temanku. Hanya teman
Kami beda kelas, dia juga anak
cheers sekolah. Tapi aku bersumpah
kita hanya teman

Lalu? Mengapa kau memberi
tahuku?

Karena aku merasa, aku harus
memberi tahumu!
Kau berlari setelah melihatnya

Aku hanya tak menyangka
Kukira hanya aku yang kau perlakukan
seperti itu

Hanya kau
Aku bersumpah
Besok setelah aku bertanding
Ayo bertemu
Aku tunggu

Aku sibuk mempersiapkan lomba kelas
Lain kali

Waktuku tidak banyak

Terserah.

Leah, aku tunggu

Percakapan berakhir dengan kalimat Namjoon yang akan menunggu. Waktunya tak banyak? Maksudnya? Konyol, begitu pikir Leah. Apa Namjoon sedang mencoba memainkan peran?

Leah melemparkan ponselnya sembarangan dan segera beranjak menuju kamar mandi. Ia ingin berendam, mencoba meredakan suasana hatinya yang kacau.

Ia selalu berfikir, apakah Namjoon mencarinya selama ini? Pertanyaan tak berujung itu selalu berputar dikepalanya. Bahkannsekalipun Namjoon mengatakan padanya tadi, ia tetap tak mempercayai sepenuhnya ucapan lelaki idamannya tersebut.

"Palsu.." gerutunya sambil memainkan busa sabun dibathub.

Cukup lama ia berendam sambil memikirkan bagaimana sikapnya kedepan bila bertemu Namjoon nanti. Namun, entahlah. Sepertinya susah bila ia hanya membayangkan, tidak melakukannya.

To be continue..

C R U E L  L E T T E R  |  KIM NAMJOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang