03)Kesiangan

13 4 0
                                    

"Bagus! Jam segini baru pulang!" ucap Pa Andi—papanya Reynan seraya bertepuk tangan.

Reynan yang sedang berjalan pun berhenti begitu mendengar suara papanya itu. Ia membalikkan badannya dan melihat papanya.

"Jam berapa ini ha?! Anak sekolah jam segini keluyuran!"

"MA! ANAK KAMU INI! BANDEL BANGET!"

Terlihat seorang wanita yang tidak terlalu muda itu keluar dari kamar ketika mendengar suara keributan. "Ada apa si Pa?"

"Liat ini anak kamu! Mau jadi apaan nanti? Dasar anak gak guna!"

"PA! STOP! INI EMANG ANAK AKU, TAPI TOLONG KAMU HARGAI DIKIT!" bentak Tria—ibu kandung Reynan.

"Apa? Dia ini emang anak kamu?! Harusnya kami didik yang bener!"

Bu Tria—ibunya Reynan menggelengkan kepalanya seraya menatap Pa Andi dengan tatapan yang sulit diartikan "Kamu egois!"

"Liat hasil anak didikan kita? Liat Bara, dia itu pintar, berprestasi! Gak kayak anak kamu!"

"PA!" Reynan dengan reflek berteriak.

Kedua orang tua Reynan pun seketika berhenti berdebat dan langsung melihat ke arah Reynan yang sudah memerah padam.

"STOP BENTAK MAMA! AKU EMANG BUKAN ANAK PAPA! PAPA LEBIH BERHAK BENTAK AKU, BUKAN MAMA!"

Pa Andi melototkan matanya tajam "Berani ngebentak kamu?!"

"Aku udah cape sama kalian! Terus aja bandingin aku sama Bara! Bara emang lebih jauh sempurna dari aku!"

PLAK

Pa Andi menampar dengan keras tepat di pipi Reynan. "Kamu pantes dapetin itu!"

Reynan memegangi pipinya yang terasa panas dan berdengung. Ia langsung menuju kamarnya dan mengunci diri. Inilah mengapa ia malas pulang kerumah, setiap ia pulang pasti orang tuanya berantem karena dirinya.

Didunia ini serasa ia sendiri. Ibunya bahkan jarang meneminya disaat ia kesepian atau berada di titik terendah. Dikarenakan ia bukan anak kandung Pa Andi, ia selalu dibandingkan dengan adiknya yaitu Bara.

Reynan anak haram,alias anak hasil hamil diluar nikah. Reynan lah yang menanggung semuanya. Ia tidak tau asal usul nya. Kalau boleh memilih, maka ia memilih untuk tidak dilahirkan.

Reynan tidak mengetahui siapa papa kandungnya. Ia ingin merasakan sekali saja rasa kasih seorang ayah. Namun semua itu hanya mimpi. Bahkan akhir akhir ini ibundanya pun jarang berinteraksi dengannya. Semuanya berubah!

***

"Aku sayang sama kamu, kamu masih sayang sama aku? " ucap Reynan manis

"Tanpa aku jawab, kamu pasti udah tau jawabannya,"  jawab Serra.

"I love you" bisik Reynan manis. Ia menarik tengkuk Serra dan mulai mendekatkan wajahnya tepat di depan mata Serra. Mereka bertatapan lama hingga bibir mereka beradu.

Cup

Byurrrrrr

Serra terbangun dari tidurnya. Ia kaget karena ada yang mengguyurnya. Ia mendesah kecewa. Itu hanya mimpi. Kenapa harus bangun si?

"TIDUR MULU! BANGUN! UDAH SIANG GINI! MASIH TIDUR! TUH CUCI BAJU!" teriak Zena—kaka Serra.

"Tapi kak... Ini udah jam tujuh aku udah telat sekolah kak..."

"Banyak omong lo! Udah nyuci dulu sana!" ucap Zena sebari menarik naik tangan Serra. "Kalo lo sampai gak nyuci, gue aduin ke mama!"

"Iya kak..."

Zena berlalu pergi dari kamar Serra dan...

BRAK

pintu ditutup dengan keras olehnya. Serra menghela nafas pasrah. Ia segera membuka sprei kasurnya yang basah akibat ulah kakanya itu.

Ia heran dengan pemikiran mamanya dengan Zena atau kakanya selalu bersikap baik bahkan pada abang abang lelakinya lebih bersikap baik.
"Kadang aku berpikir aku anak kandung mama apa bukan si?"

"HEH LO!"

"Astagfirullah," kaget Serra ketika mendengar teriakan kakanya itu.

"Malah bengong lagi! Buruan nyuci! Katanya telat! Lelet banget sih!"

"Iya kak..." cicitnya pelan. Dengan cepat Serra mengambil baju kotor miliknya, Zena, dan Arvan. Arvan adalah kakak dari zena dan Serra. Sedangkan Gio kaka tunggal mereka sedang berada diluar negri bersama orang tua mereka.

***

"Yah dikunci," keluhnya ketika tiba didepan pintu gerbang sekolah yang menjulang tinggi itu.

"Aduh... Gimana dong? Ahhh!"

"PAK SATPAM BUKAIN DONG! BARU TELAT SEJAM!" teriaknya.

"Neng teh telatnya udah lama pisan. Jadi mending neng pulang lagi aja dari pada kena hukum," saran, Pa Wawan satpam sekolah.

"Tapi Pa...masalahnya jam pelajaran Ke dua saya ada ulangan pa,"

"Aduh! Gimana ya neng? Saya teh takut Pa Azam marah,"

"Ish Pa! Saya ga ada waktu buat berdebat! Harus cepat Pa..." Serra bergerak kesana kemari dengan gelisah. "Ayolah Pa, kasian sama saya!"

"Bapa bingung neng!"

"Pake mikir lagi, duh Pa, Ayolah ga ada waktu, mepet banget ini!"

"Ada apa Pa Wawan?" Tanya Pa Azam yang belum menyadari adanya Serra.

"Anu Pa, ini ada murid yang kesiangan, dari tadi si neng ini teh maksa pengen masuk, gimana atuh Pa?"

"Mampus gue!" batin Serra

"Pa saya nanti jelasin alasan saya telat! Tapi tolong izinin saya masuk, saya mau ulangan Pa," mohon Serra.

"Bukain aja Pa!" perintah Pa Azam pada Pa Wawan.

"yes... Makasih tuhan"

Gerbang dibukakan oleh Pa Wawan dan Serra segera menyalimi tangan Pa Azam.

"Pa hukumnya nanti aja boleh? Soalnya saya ada ulangan Pa..."

"Udah telat nawar lagi! Ya sudah sana! Nanti setelah ulangan, samperin saya di ruang kantor!"

"Siap pak! Sekali lagi makasih banyak, bapak the best deh!" ujar Serra bahagia. Ia dengan cepat berlari menuju kelasnya.

Ketika dilorong sekolah ia berjalan dengan pelan karena keadaan yang sepi. "Beberapa langkah lagi nyampe! Yo bisa yoo! Serra kan setrong!" gumamnya guna menyemangati dirinya sendiri.

"Tumben kamu kesiangan?" tanya seseorang yang berada di belakang Serra.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEEPAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang