Shaffarani Putri, sering di sapa Ani harus melepaskan sejuta mimpinya karena harus menikah dengan Aranda Putra Wijaya, putra sahabat sang ayah.
Ani tak hanya harus melepas semua mimpinya, remaja 18 tahun itu pun harus menyembunyikan pernikahannya da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
~~~~~~
~~~~~~
_____ " P.R.O.L.O.G"_____
"Ha?" sentak Ani dan Aran serempak kaget mendengar pernyataan dari bunda bang Aran.
"Bun, jadi- beneran ini?" lanjut bang Aran bertanya memastikan pernyataan dari sang bunda.
"Bu?" seru Ani dengan alis mengerut lengkung ke atas.
"Maaf nak, ibu udah coba bujuk ayah tapi-" ibu Ani melanjutkan perkataannya dengan menggelangkan kepalanya.
"Mungkin Ani syok banget, tapi ini sudah perjanjian ayah kamu dan almarhum ayahnya bang Aran" lanjut Bunda bang Aran menjelaskan lagi sambil mengelus lembut pipi Ani.
"Tapi Ani masih muda bahkan masih di bawah umur. Mustahil rasanya bun, Ani belum bisa sampai sejauh itu bun, Ani masih mau kuliah!" sahut Ani merintih dengan mata berkaca-kaca.
"Ayah rasa kamu urungkan saja niat kamu itu Ani, lagian kamu menikah dengan Aran. Kamu gak perlu lagi memikirkan kuliah, kerja. Kamu bisa fokus sebagai ibu rumah tangga aja kayak ibu!" sanggah ayah yang duduk di kursi roda.
"Ayah jahat banget, gak semudah itu yah. Untuk semua cita-cita Ani. Untuk semua pengorbanan Ani!" lanjut Ani merintih dan membasahi pipinya.
"Terserah kamu bilang apa, keputusan ayah udah bulat!" sentak ayah Ani membelalakkan matanya, lalu mendorong roda kursi rodanyanya memutar balikkan badan dan masuk ke dalam kamarnya.
Seketika air mata Ani membasahi pipinya, tak tahan dengan kondisi yang terjadi Ani jatuh ke pelukan sang ibu samba di elus lembut punggung Ani oleh bunda bang Aran. Aran yang melihat kesedihan Ani itu pun menyusul Ayah Ani.
"Ayah, kasihan Ani. Begitu besar mimpinya untuk melanjutkan studinya. Sepertinya pernikahan ini tak perlu dilakukan ayah" Seru bang Aran. Ayah memutar balikkan badannya.
"Gak bisa Aran. Itu sudah perjanjian ayah dengan almarhum ayah kamu. Gak bisa seenaknya dibatalin!"
"Tapi kan yah, bagaimana bisa aku menikah dengan wanita yang aku anggap adik sendiri?" Lanjut Aran mendekati ayah.
"Ayah percaya kamu bisa, lambat laun perjalanan pernikahan kalian, akan tumbuh dengan sendirinya yang namanya cinta"
"Apa kurangnya kamu?, pekerjaan? Kamu sudah memiliki pekerjaan yang mapan. Tampan? Kamu juga tampan. Apa lagi yang harus di khawatirkan Aran? Sudah, kamu duduk manis saja biar semua ayah yang atur." Lanjut Ayah
Aran pun keluar dari kamar dengan hasil yang mengecewakan. Bunda Aran mengangkat alisnya seolah bertanya hasil dengan harapan yang sama dengan Ani namun, jawaban Aran membuat bunda terus mengelus lembut punggung calon menantunya itu.
