Aku ingin keberangkatanku ke Boston dipercepat. Rasanya sudah terlalu jenuh di rumah. Kamarku sudah bukan lagi menjadi tempat privacyku semenjak kedatangan cewek buta itu. Kuhabiskan waktuku dengan keluar rumah setiap hari, nongkrong, motorcross, futsal dan banyak acara lainnya. Yang penting tidak di rumah. Aku selalu pulang larut malam dan berharap perempuan itu sudah tidur sehingga aku tidak perlu basa basi melihatnya. Namun selarut apapun aku pulang, cewek itu masih saja menungguiku, duduk di atas tempat tidur dan baru merebahkan tubuhnya setelah mendengar suara tubuhku di sofa. Bedanya dia sekarang tak lagi menyapaku atau menawari aku makan. Dia hanya terduduk diam, aku juga tak menyapanya. Yang kulakukan hanya bangun, pergi, pulang larut, mandi, dan tidur. Tak pernah terbesit keinginan di hatiku untuk mengajaknya komunikasi.
Tapi malam ini beda, lusa aku akan berangkat ke Boston dan ayah memintaku membawa cewek buta itu, tentu saja ini akan mereptkanku bukan. Karenanya malam ini sengaja aku tak pulang sore untuk berbicara dengannya, agar dia sendiri yang menolak untuk ikut aku ke Boston. Hey, aku Boston buat kuliah, bukan untuk mengasuh gadis buta. Tentu saja alasan lain yang membuat tekadku ke Boston menyala tak perlu dia atau Ayah Bunda tahu. Bisa runyam entar.
Kulihat dia sedang menyisir rambut panjangnya saat aku masuk kamar. Mendengar suara pintu dan langkahku, dia dengan gugup mengenakan jilbabnya. Mukanya memerah menahan malu, baginya seperti aku barusan melihat tubuhnya. Padahal itu hanya rambut. Lagian kalau aku melihat tubuhnya apanya yang salah. Aku suaminya. Uhh Shuttt!!!. Kenapa pula aku mengakui diriku suaminya. Damn.!
Ku melangkah menuju sofa yang menjadi tempat tidurku selama ini dan mulai mengajaknya bicara.
“Heh..heii.. Aku lusa berangkat ke Boston. Kamu tahukan aku kesana untuk belajar. Tentu aku akan bertambah repot jika harus juga menjagamu”, ucapku tanpa tedeng aling-aling. Dia tergelak mendengar suaraku. Lalu menoleh dengan muka yang datar.
“Iya, Aku tidak akan membebanimu”, sahutnya pelan.
“Tapi Ayah memintaku membawamu. Kamu tahukan aku bukan anak durhaka, aku tidak berani menentang Ayah. Ayah akan berubah pikiran jika kamu mengajaknya bicara”, ucapku memancing responnya. Apa iya aku harus terus terang menyuruhnya bicara pada Ayah.
“Iya, aku akan bicara dengan Ayah kalau aku tidak ingin ikut denganmu ke Boston, agar tidak merepotkanmu”, ujarnya tahu diri.
Aku tersenyum mendengarnya. Lega rasanya. Tak kebayang jika cewek buta ini mengikutiku sampai Boston. Bisa- bisa rencanaku di Boston menjadi sia – sia. Untuk cewek buta ini cukup tahu diri sehingga aku tidak perlu mengeluarkan jurus rayuan dan paksaanku agar dia mau bicara pada Ayah.
“Oke, waktu makan malam nanti kamu bisa membicarakannya pada Ayah dan Bunda, semoga Ayah mendengarkanmu”, sahutku sambil beranjak dari sofa berjalan ke arah pintu.
“Ohya, aku akan pulang larut lagi, tak perlu menungguku”, Lanjutku kemudian membuka handle pintu dan keluar dari kamar.
***
Seperti dugaanku. Cewek buta itu pasti bisa merubah pikiran Ayah. Ayah terlalu mengkultuskan Pak Yai Ghufron dan terobsesi menjadikan anak Pak Yai itu menantunya, tentu saja ayah akan mendengarkan apapun yang dikatakan si cewek buta.
Dan hari ini adalah hari bahagiaku, hari keberangkatanku ke Boston. Ini benar-benar hari kemenangan Bro. Aku tak tahu apa yang membuatku segirang ini saat mamaskui bandara internasional. Entah karena akhirnya keinginanku untuk mengejar cinta pertamaku di Boston akhirnya terwujud. Atau karena aku berhasil lepas dari si cewek buta, atau karena dua – duanya. Yang jelas akan sangat bahagia. Karenanya aku mencimui Ayah dan Bunda yang mengantarku ke Bandara dengan tergesa. Saking tergesa dan bahagia tak sengaja aku hampir memeluk Syaza, sicewek buta. Untung sebelum itu terjadi aku buru – buru sadar dan menarik tubuhku. Coba kalau sudah kejadian, bisa kegeeran banget tuh.
“Dua bulan lagi insyaallah Ayah dan Bunda akan menjengkmu di sana. Baik baik di sana, belajar yang rajin, dan ingat jangan terlibat konflik”, Ujar Ayah memberi nasehat yang sama dan selalu diulang setiap kali bersamaku.
Aku tersenyum dan mengangguk pada Ayah, untuk kemudian melangkah menuju ruang check in. Boston telah menjadi obsesiku sejak orang yang kutaksir dikabarkan melanjutkan studi ke sana. Sejak itu aku mati-matian belajr demi bisa mencapai Boston. Dan Now, obsesi itu hampir real. Boston, im coming..
KAMU SEDANG MEMBACA
Still With You
Подростковая литератураMenceritakan kisah Sagara Biru, cowok pembangkang, si berandal kampus yang terpaksa menikahi Alexandra Syaza Nabila, gadis berhijab yang akrab dipanggil dengan sebutan Ning Syaza, putri dari seorang Kiai sebuah pesantren. Tentu saja Saga -panggila...