Bagian empat,
Belum juga reda amarahku karena perombakan kamarku. Aku masih saja dihadapkan dengan cewek buta yang sekarang berada di kamarku. Kuhela nafas panjang melihat cwek tu masih duduk di atas ranjangku dengan memakai pakaian yang ia gunakan saat akad nikah tadi siang. Aku berjalan mendekatinya, mengambil bantal dan selimutku lalu melemparkan tubuhku ke atas sofa. Sesekali ekor mataku menangkap cewek itu meraba-raba sekelilingnya saat aku mengambil bantal tadi.
“Hei, kamu bisa pakai bedku buat tidur, aku tidur di sini”, ucapku saat kulihat dia berdiri menggapai gapai ke depan tubuhnya.
Dia hanya mengangguk, lalu duduk kembali di atas ranjangku. Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Sampai aku kembali menegurnya.
“Kalau kamu mau ganti baju, kamu bisa ganti walk in closet, baju – bajumu ssudah ada semua di situ”, ucapku ketus.
Aku menarik selimut menutupi tubuhku saat perempuan itu berjalan sambil meraba dinding kamar. Kupejamkan mataku berlahan, namun enggan. Terlebih saat aku kembali melihatnya terduduk di ranjang dengan muka kebingungan. Tetiba terdengar suaranya menanyakan sesuatu padaku.
“Apa kamu bisa tunjukkan aku di mana walk in closet dan kamar mandinya?, aku mau wudhu dan sholat”, ucapnya pelan.
Sungguh, aku malas sekali menjawab pertanyaannya. Merepotkan sekali tinggal bersama perempuan buta. Cukup sekali ini saja kesialan ini. Tapi entah kenapa bibirku menjawab pertanyaannya tanpa diperintah oleh otakku.
“Lurus dari tempatmu, mentok itu walk in closet, sebelah kanannya adalah kamar mandi”, jawabku sambil tetap tiduran di atas sofa. Kulihat dia hendak berdiri, tapi ragu-ragu. Kemudian dia terduduk kembali.
“Kamu bisa melakukannya sendiri kan? Kamu bisa jalan sendiri bukan?, kamu hanya buta, bukan lumpuh”. Ucapku ketus sebelum dia berucap minta tolong untuk dipapah kepadaku.
Enak saja, aku menikahinya hanya sebatas membayar hutang Ayah pada orang tuanya. Bukan untuk menjadi pengasuhnya. Kubulatkan hatiku untuk tidak melihatnya lagi. Aku berbalik memunggunginya, lalu kupejamkan mataku tanpa peduli dia mau apa. Tapi aku masih sempat memperhatikannya dari pantulan cermin. Dia berjalan sambil meraba dinding kamar ke arah yang kutunjukkan tadi. Saat dia berhasil menemukan walk in closet dan masuk ke dalamnya. Aku sudah memejam terbawa mimpi.
***
Aku berjalan sambil bersiul riang menaiki tangga rumah menuju kamarku. Hari ini memuaskan sekali. Aku berhasil mengaktifkan kembali kartu kreditku yang sempat dibekukan Ayah, mengurus paspor dan visa lalu berkumpul bersama teman-temanku bermain futsal. Its free day, setelah seminggu ini aku tidak bisa leluasa kemana-mana karena kunci mobil, stnk sampai kartu kreditku diambil Ayah.
Aku masih saja bersiul lirih saat membuka pintu kamar sampai kulihat sosok perempuan buta itu duduk diatas ranjangku. Sial, kenapa perempuan itu seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai dalam hidupku.
“Kamu sudah pulang?” tanyanya ramah setelah aku masuk kedalam kamar.
“Hemmm..” Aku menjawab pertanyaannya hanya dengan hemm saja
“Mau kuhangatkan makan malammu?”, tanyanya kembali.
“Tidak perlu, aku sudah makan”, jawabku datar.
Kulihat rona mukanya berubah kecewa. Namun dengan cepat ia menutupinya dengsn senyuman.
“Kamu mau mandi?, perlu kusiapkan baju gantimu?, tanyanya lagi dengan tetap tersenyum.
“Tak perlu, aku tidak suka orng lain yang mempersiapkan bajuku”, ucapku sembari berjalan ke arah kamar mandi, namun pikiranku terganggu dengan keberadaannya yang belum tidur di jam cinderella, apa dia meungguiku pulang. Belum sampai ke kamar mandi, aku berjalan membalikkan badan ke arahnya.
“Lain kali tidak perlu menungguku pulang. Kita bukan suami istri beneran. Urus saja urusanmu sendiri, begitu pun aku” Ucapanku ketus sebelum aku berbalik hendak ke walk in closet, kulihat dia menunduk tak membalas ucapanku. Biarin saja, dia harus tahu posisinya di kamar ini agar tidak ngelunjak.
Aku memasuki walk in closet perlahan. Memilih baju ganti dengan pikiran yang ruwet. Aku ingin hari keberngkatanku ke Boston dipercepat, sehingga tidak perlu menghadapi cewek buta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still With You
Teen FictionMenceritakan kisah Sagara Biru, cowok pembangkang, si berandal kampus yang terpaksa menikahi Alexandra Syaza Nabila, gadis berhijab yang akrab dipanggil dengan sebutan Ning Syaza, putri dari seorang Kiai sebuah pesantren. Tentu saja Saga -panggila...