Gue masih bisa masuk dan masih temani oleh beberapa rekan lari pagi. Adegan saat masuk gerbang, mirip seperti adegan saat pelari marathon akan memasuki garis finis. Meski bukan yang pertama, tapi gue mampu menyusul dibelakangnya. Beruntung masih bisa masuk, begitu kata gue dalem hati.
Gue bisa bernafas lega. Dari apartemen sampe sekolah kebanyakan lari sampai rambut acak-acakan, tali sepatu lepas dan sekujur tubuh mulai mengeluarkan cairan.
"HEI KAMU" suara baritone dari jenis makhluk pria.
"HEI KAMU" nada suaranya sedikit meninggi, membuat gue risih. Siapa sih pagi-pagi panggil orang, 'hei-hei'?
Gue nengok ke belakang.
"IYA KAMU! ENAK SEKALI MAU LANGSUNG MASUK, DATANG TERLAMBAT"
Ya ampun, itu guru penindak kedisiplinan. Yah, berarti gue dateng terlambat dong.
--------------------------------------------------------------------------------------------
"masing-masing wali kelas kalian akan datang menjemput kalian dan mengantar kalian ke kelas masing-masing. Berkali-kali kami tegaskan untuk datang lebih pagi. Ini demi kebaikan kalian"
Gue hanya mengangguk dan sesekali menatap guru yang sedang berbicara itu, namanya Pak Budi.
"Dan kamu, mana ID-card mu ? Kamu taukan jika itu sangat penting dan jika tertinggal harus diantar secepatnya ke sekolah, jika hilang, itu tidak mudah menggantinya dengan yang baru," matanya membuka cukup lebar, harusnya membuat gue gak bisa jawab pertanyaannya.
"Saya murid baru, Pak"
"APA? MURID BARU?"
Demi apa pun, gue kaget dengan volume suaranya.
"BISA-BISANYA KAMU... KAMU BARU DAN DATANG TERLAMBAT?" jeda sebentar, kayanya capek ngomong pake nada tinggi. Tapi dia mendekat persis didepan gue.
"Saya peringatkan kamu agar tidak meremehkan sekolah kami.
Sekolah kami memiliki standart tinggi maka dari itu orang tuamu mendaftarkanmu kesini. Kami tidak akan memandangmu dari keluarga kaya atau miskin, kamu anak pintar atau bodoh, darah biru atau ungu, apa yang kamu punya, apa yang kamu warisi, sekolah kami akan mendidik anak-anak yang akan berguna untuk negara ini nantinya. Kami berkomitmen mendidik generasi."
Gue nelen ludah abis Pak Budi selesai bicara. Tatapan matanya bikin lo nahan nafas sejenak, hidung tiba-tiba kesumbat aja gitu.
"Saya akan pastikan kamu diorientasi dengan benar. Dan untuk ID card, saya akan bantu tanya kepada kesiswaan agar kamu segera mendapatkannya." Udah mulai kalem, nafas gue juga udah teratur.
Belajar menjadi anak yang patuh, gue ngangguk dong. Dan Pak Budi berbalik mau duduk.
Eh, tapi dia balik badan lagi kearah gue. Gue SYOK, ya ampun.
"Sekolah kami menggunakan sistem absensi yang berbeda. Datang lebih pagi agar kamu bisa absen tepat waktu,"
Ooh cuma mau sampein itu doang. Gue pikir gue bakal disuruh cabut rumput di lapangan, hormat didepan tiang bendera atau ngebersihin toilet, pikiran gue jadul banget sih.
Seseorang mengetuk pintu dan masuk. Oh... dia ibu yang kemarin. Emm... siapa namanya ya ?
"Bu Ria, terima kasih sudah datang."
"tidak apa-apa Pak, maaf merepotkan" lalu mereka saling berjabat tangan.
"silahkan Ibu tanda tangan disini dulu," Pak Budi menunjuk pada buku Folio besar, "dan tolong tuliskan nama siswimu, dia belum mempunyai ID-Card,"
YOU ARE READING
undercover : school
Ficção AdolescenteGita baru saja masuk ke sekolah swasta yang sangat megah. Sebagai siswa baru tentu Gita perlu banyak mengetahui tentang kehebatan sekolahnya, tapi siapa yang sangka keingin tahuan Gita, malah mengemukakan pendapat dan hal-hal yang tidak dia bayangka...