Bangun kesiangan sudah kebiasaannya. Telat ke sekolah kebiasaannya pula. Tidak ada yang dapat dibanggakan selain tampangnya saja.
Riand berlagak seperti kepala sekolah di hadapan penjaga sekolah yang berdiri di sebalik pagar.
"Pak, tolong bukakan pintunya," perintah Riand tanpa ada dosa.
"Kamu ini selalu telat. Mau jadi orang sukses atau apa?" kata Pak Bondan menasehatinya.
"Kali ini aja, Pak Bondan,"
"Kali ini, kali ini, ini sudah terlalu berkali-kali. Yan, kamu itu... ya sudah dah," kata Pak Bondan jera melihat jurus mata kucing Riand.
Pagar terbuka. Mobilnya meluncur menuju parkiran.
***
Semua anak-anak keluar memburu kantin. Tadinya sepi menjadi riuh. Riand dan teman-temanya sudah nongkrong duluan di sana. Ulah Danise dan Ken menggaduh seisi kantin. Sifat humor keduanya membuat gelak tawa. Tak jarang kekonyolan mereka mengundang yang lain tersenyum pula.
"Soal tadi malam itu belum selesai, bro," timpal Andri.
"Yah, yah, cewek itu. Kenapa dia meluk lo, Yan," tanya Andri lagi.
"Dan kenapa setelah itu lo jatuh?" sambung Tio.
"Hahaha...." Danise tertawa ingat-ingat kemarin malam.
"Kalian saling kenal, kan? Lagian kenapa dia peluk lo?" Giliran Ken bertanya.
"Untuk apa dibahas, aku tidak mengingatnya. Kejadian itu begitu cepat," kata Riand.
"Dia cantik, kan?" tanya Tio sambil berhenti menyuap baksonya.
"Kok diam aja sih. Jawab pertanyaan kami," kata Andri tidak sabaran.
"Dia cantik. Cantik sekali. Tapi sayang bro, kejadiannya begitu cepat," cerita Riand sambil ingat wajahnya.
"Menurut lo, cocok gak dengan gue," ungkap Ken terus terang.
"Dasar jomblo sejati lo, Ken," ledek Tio ke Ken.
"Emang lo, nembak Sasa gak diterima langsung nangis. Cemen. Cengeng banget," ledek Ken ke Tio sambil mendorong bahunya.
Keributan terjadi lagi. Mereka saling dorong, mengejek dan bergelut seperti bocah.
Mereka berlima sudah akrab sejak SD. Yang pasti persahabatan mereka sangat erat sejak SMA.
SIANG ini, sepulang sekolah Riand meluncur ke Sweet Cake Shop, milik mamanya. Bermacam-macam kue manis. Toko itu sedang booming di Jakarta. Otomatis remaja sangat akrab dengan nama toko itu.
Riand menutup pintu mobilnya. Sejurus kemudian memasuki Toko. Mengambil duduk di paling sudut yang bersebelah dengan kaca.
Pelayan datang mendekatinya. Dia langsung memesan Strawberry Cake yang terkenal itu dan Cappucinno. Tanpa melihat menu dulu.
Setelah pelayan beranjak, suasana di luar menarik untuk dilihat sambil menunggu pesanan datang. Saat pesanan di depannya, Strawberry Cake itu lebih menarik di matanya. Sesekali menyeruput Cappucinno. Tiga kali dia memesan pesanan seperti ini.
Suapan terakhir terhenti masuk ke dalam mulut. Sebab mata Riand terpaku ke arah yang lebih mengoda.
Cewek itu.
Ada di sini.
Malam itu kurang teramati. Ternyata dia sangat cantik dan manis. Rambut panjangnya terurai rapi. Keindahanya memukau matanya. Cewek itu semakin mendekati toko. Menyeringai saat penjaga pintu membukakan pintu untuknya. Kemudian celinguk di etalase kue-kue.
Riand tidak melewati saat-saat ini. Terus berkenalan dengannya. Dan mengajaknya duduk bersamanya.
"Hai...," sapa Riand.
Juni menoleh sambil berseru, "Hai!"
"Lo yang...," gelagat Riand berbasa-basi tapi dipotong Juni.
"Riand!"
"Ya!"
Juni senang bukan kepalang tanpa membiarkan Riand berucap apa-apa tentangnya. "Kamu ada di sini? Sejak kapan? Udah lama gak ketemu setelah liburan di bali itu. Nomer hape-mu kok mati?" kelakar Juni sambil menggenggam erat kedua tangan Riand.
Reaksi Riand malah sebaliknya. Dia merasa keanehan sedang terjadi.
"Heee..." cengir Riand.
"Kamu kenapa? Gak senang ya ketemu aku lagi?" tanya Juni selidik.
"Gak kok, gue seneng. Yah, kita udah lama gak ke temu sejak.... di... di...," jawab Riand coba senang.
"...di Bali," sambung Juni. Cewek itu bertanya lagi. Pertanyaan yang belum sempat diutarakanya kemarin malam. "Gimana kabarmu?"
"Baik. Mmm... kamu gak keberatan duduk di sana. Kita meet up," Riand mengeluarkan jurusnya sambil menunjuk meja lain bukan yang tadi.
"Oke."
Riand menarik kursi untuk cewek yang belum berkenalan. Juni duduk sambil meletakan buku di sampingnya. Lalu berterima kasih.
Kini mereka saling berhadapan. Tidak ada yang bakalan mendorong Riand. Cewek itu pun tidak akan berniat kabur darinya.
"Mau pesan apa?"
"Strawberry Cake dan Cappucinno."
"Ohh, kita punya selera yang sama. Aku sudah pesan itu tiga kali. Lihat meja yang di sana! Itu aku yang makan," kata Riand mulai nyaman.
"Kamu masih suka? Aku juga masih suka. Ternyata selera kita tidak berubah," kelalar Juni senang menyatakannya.
"... masih, aku masih suka."
"Aneh deh kamu."
Pesanan yang disukai keduanya datang.
Riand membuka mulut untuk buah Strawberry. Dikunyahnya pelan sambil lihat cewek itu memotong kuenya. Gelagat Riand itu buat Juni tersenyum.
"Sori ya kemarin malam itu. Gina mendorong kamu. Wajar sih karena aku meluk kamu yang baginya kamu itu asing, Riand," Juni membuka obrolan.
"Gak apa-apa kok. Lupakan saja."
"Nih untukmu, Riand," kata Juni sambil kasih buah strawberry-nya ke mulut Riand.
Serta merta mulut Riand penuh. Terpaksa memakannya dengan manis tanpa rasa menolak. Juni menepuk tangannya keriangan.
"Yee... Hutangku lunasss..." ekspresi Juni.
"Apanya yang lunas? Emang kamu ada hutang denganku?" heran Riand.
"Iya, masa kamu lupa sih?"
Lupa. Kata yang dibenci para cewek. Mana mungkin dia menanyai namanya sedang dia mengenali Riand sangat baik. Tidak sangat tepat.
"Aku tidak lupa," kebohongan Riand menjadi-jadi.
Siapa namanya? Tanya Riand dalam hati.
"Nama kamu siapa, ya. Aku lupa lagi nih?" Ini trik Riand lainnya.
"Aneh deh kamu. Semuanya serba kelupaan. Nih baca di nama pemilik buku ini," Juni cemberut sambil kasih buku di sampingnya.
"Junily Juno," baca Riand dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Mr. Right
Novela JuvenilBertemu di Bali jadi awal cerita Juni mengenali Andrew. Cowok itu membuat Juni bingung. Ada yang aneh. Siapa cowok yang mengaku Ryand di pentas seni itu? Bukannya dia Andrew? Yang selalu menemani dan godainya selama liburan di Bali. Mencari celah or...