~2~

44 2 0
                                    

Tidak berapa lama kemudian, Rania sudah sampai di depan pintu rumahnya. Dia mulai membuka pintu rumahnya dan menyapa Ibunya.

"Assalamualaikum Bu..." seru Rania sembari melepas sepatunya yang basah.

"Wa'alaikumsalam nak, kamu sudah pulang ya? Mandi dulu trus ganti baju. Ibu tunggu di meja makan ya.. Ibu sudah masakin makanan kesukaan kamu nak.." kata ibu sambil mengusap kepala Rania yang agak basah terkena percikan air hujan.

"Terima kasih Bu.." ucap Rania sambil tersenyum dan segera menuju kamar mandi.

Setelah selesai mandi, Rania segera menemui ibunya untuk makan bersama.

"Ibu buatin kamu coklat panas sayang, diminum ya..." ucap ibu seraya meletakkan segelas coklat panas di hadapan ku.

"Terima kasih Bu.." jawab Rania sambil tersenyum simpul.

"Ibu perhatikan selama ini, kamu punya cukup waktu luang ya nak?"

"Iya, lumayan senggang sih Bu.."

"Nah... bagus kalau begitu. Ibu ada rencana mau daftarin kamu les piano, mau ya sayang?"

Rania terdiam sejenak mendengar ucapan Ibunya. Biasanya Ibunya tidak akan memberi izin untuknya melakukan hal yang dinilai kurang berdampak positif bagi Rania. Akan tetapi kali ini ibunya malah mempersilahkan Rania melakukan hal-hal yang dapat mengisi waktu luang nya.

"Iya Bu.. kalau boleh tahu kenapa Ibu pilih les piano buat Rania?"

"Dulu sewaktu kamu kecil, ibu sering memperhatikan kamu mendengarkan musik piano lewat earphone  Ibu nak..."

"Iya Bu, terima kasih Bu. Rania sayang sekali sama Ibu.."

"Iya sayang.. Ibu sudah gak sabar mau ngeliat kamu mahir main pianonya..."

"Tentu Bu.. Insyaallah aku usahakan dengan baik, supaya Ibu bisa lihat Rania mahir bermain piano"

"Iya sayang.. sekarang di minum dulu coklat panas nya, supaya hangat badanmu nak. Tadi kan habis kehujanan sewaktu mau pulang.."

"Iya Bu..."

Mereka pun segera melanjutkan makan bersama. Setelah itu, Arya adik kecil Rania menghampiri mereka.

"Kak... lihat deh, Arya bisa gambar ini dong kak.." ucap Arya sambil menunjukkan sebuah buku gambar.

Rania yang penasaran segera membuka buku gambar tersebut. Dilihatnya gambar dan sketsa di dalamnya. Hingga sampai di sebuah halaman yang membuat Rania cukup tertarik melihatnya. Dipandanginya gambar tersebut dengan lekat. Selembar komik dengan percakapan singkat, dan perpaduan warna yang serasi.

"It's beautiful picture, dear..." puji Rania kepada adiknya tersebut.

"Terima kasih kak..." sahut Arya sambil tersenyum.

"Yang lainnya gambar dek, kenapa pas halaman ini kamu buat komik dek?"

"Suka aja kak, mencoba sesuatu yang baru, menurut kakak gimana?!"

"Bagus dek, tapi sebenarnya kakak lebih tertarik ke perpaduan warna yang kamu bikin lho... warnanya serasi dek. Cakep deh pokoknya mah.."

"Yang benar sih kak, adek perlu review yang jujur lho... jangan main muji aja. Seriusan nih kak.."

Rania tertawa melihat ekspresi wajah adiknya yang terlihat cemberut. Dia tidak mempercayai bahwa kakaknya serius mengatakan hal tersebut.

"Serius kok dek, cakep lah hasil karya adeknya kakak yang paling ganteng ini..."

Ekspresi wajah Arya semakin gemas mendengar nada bicara Rania kepadanya. Lalu Arya mendekat ke arah Rania dan mengambil buku gambarnya. Pikiran usilnya pun timbul, dicubitnya tangan kakaknya sampai biru. Dan setelahnya Arya langsung kabur ke kamarnya mengunci pintu kamarnya.

"Sakit dek.. kamu kok gitu sih sama kakak?!"

"Biarin... habisnya kakak ledekin aku terus sih!!"

"Ya Allah.. bagian mananya yang ngeledek kamu dek?!"

"Dahlah... pokoknya aku kesel sama kakak!!"

"Yaudah deh, maafin kakak ya dek.."

(Tidak ada jawaban)

"Tapi tangan kakak ini kamu cubit sampai lebam lho.. sakit juga ini dek!!"

Ceklek...

Suara pintu kamar Arya terbuka. Rania membuka lebar pintunya.
Dan... Yaaa...
Arya mengagetkannya dari balik pintu.

"Siapa yang marah coba, aku cuma isengin kakak aja. Wleee..!!"

"Nyubitnya sakit tuh dekk!!"

"Mana sini aku lihat kak... oiya sampai lebam gini, sakit inimah kak. Maaf ya kak.. Ini ada coklat buat kakak.. biar sakitnya gak berasa lagi.."

Rania memandang ke arah Arya. Dilihatnya wajah adiknya yang mulai merasa bersalah, lalu Ia pun menerima coklat pemberiannya. Sebelum berlalu, Rania mengacak-acak rambut adiknya tersebut. Dan kali ini Arya tidak membalasnya.. melainkan tersenyum kepadanya. Dan akhirnya suasananya kembali mencair lagi. Ibu pun heran saat memperhatikan kami seperti itu. Lalu Ibu pun beranjak ke kamarnya untuk beristirahat.

Payung RaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang